44.S2 ⚠️

118 8 2
                                    

Gelisah dibawah selimut, kulit Sanji bergesek spay dan ia tak bisa tidur. Sela-sela tirai menampakan langit gelap yang tengah bersedih dengan sesekali kilat terlihat. Saat petir keras menyambar kaca jendela bergetar.

Cuaca yang buruk.

Sanji tidak terganggu oleh cuaca, tidak oleh derasnya hujan lebat atau memikirkan dinginnya malam diluar, bagaimana gelapnya kamar ini atau kemungkinan besarnya kilat yang bisa menghancurkan sebuah pohon tua kokoh.

Ia mengantuk efek obat terakhir yang diberikan Hanny, obat yang berhasil membuatnya melewati hari-hari di kediaman yang menjadi zona merahnya. Tapi entah hari ini matanya tak ingin terpejam seperti kelinci yang mau tak mau waspada di bawah lubangnya, tapi kelelahan dan ingin tidur.

Berapa hari..?

Yaa, ternyata dia memang sudah tertangkap, melewati hari pasrah layaknya ikan yang terbawa arus tapi tak kemana-mana dengan kail pancing yang masih menancap dimulut.

Ia baru mendapatkan pikiran jernih.

Hanny dan Nami,... tak terasa bagi sanji bahwa mereka telah menghabiskan waktu bersama.

Mengajak berkebun, sesekali memasak, ya mereka memasak untuk Sanji. Membaca buku atau kadang membuat pesta teh kecil dengan kue manis memenuhi meja di taman. Ruangan yang mungkin terlalu sepi jadi anak manis itu menyetel musik lembut yang menenangkan.

Jika disadari apa anak itu tidak bekerja, ya meski beberapa waktu ia juga tidak ada. Lagi pula meski mungkin bisa terhitung banyak yang mereka lakukan disini, dominasi waktunya(Sanji) dihabiskan paling banyak oleh tidur. Entah karna pingsan atau tidur efek obat.

Duar...!!

Kilat menyambar, cahaya sekilas membuyarkan lamunan.. Dan..

Itu..

Bayangan...

Siluet Manusia.

Sanji menoleh belakang dan terpenjat, respon cepatnya kembali. Dan orang yang tak diharapkan ada didepannya.

"Apa aku membangunkan mu um?" Tanya peduli hanya topeng sok ramah.

Karna yang dia inginkan sudah jelas.

~~~

Keberadaannya saja membuat seluruh tubuhnya merasa sakit. Diam.. Sanji diam tidak bergerak.

Ahhh heugh.. Heuk...

"Tidak.. Tidak aku tidak akan menyakitimu.."

Bohong!

Suara tangisan melebur bersama derasnya hujan. Alasan mengapa langit sedang basah. Mungkin tanda, saat terburuk ini akhirnya datang juga.

Lengan panjang, dengan jari-jari yang kuat. Mencengkram memegang lengan putih yang masih lebih kecil walau tubuhnya berubah. Kontrol tenaga yang buruk dan mengakiti.

Suara lutut yang menekan kasur, wajah yang sudah dicondongkan sehingga mata mereka bertemu dan saling menatap refleksi diri.

Hembusan nafas yang payah, dengan wajah benci yang tertutup besarnya rasa gugup dan ketakutan. Luffy merasakan gelitik dari udara yang memiliki kontrol yang payah.

"Ughh heuk.. Ahhh. Haaa" Bagaimana Sanji kesulitan bahan untuk bernafas.

"Aku sudah meminta maaf, seharusnya kau menerimanya saat itu juga" Mata melirik pada pipi yang tengah ia elus lembut dan lagi membawanya kembali bertatap.

Fake Face (Luffy x Sanji) - ENDWhere stories live. Discover now