Prologue

150 14 0
                                    

Angin berhembus dengan lembutnya namun cukup bisa membuat bunga dan dedaunan yang terlihat basah karena hujan pagi tadi kini ikut bergoyang dengan riangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin berhembus dengan lembutnya namun cukup bisa membuat bunga dan dedaunan yang terlihat basah karena hujan pagi tadi kini ikut bergoyang dengan riangnya. Aromanya menyegarkan juga menenangkan untuk dihirup. Leyla lupa kapan terakhir kali ia merasakan udara sesegar ini, bagai baru keluar dari sangkar yang menyesakkan akhirnya gadis manis itu mau memberanikan dirinya keluar dari kamar tidurnya sore ini.

Leyla dengan polesan wajah yang ringan membuat wajahnya kian terlihat manis, rambut hitam setengah dikuncir dan lainnya dibiarkan terurai, dress sebawah lutut berwarna lavender dengan ukiran bunga lavender di salah satu bagian dadanya. Tak lupa sepatu heels rendah dengan warna putih tulang kian membuatnya semakin anggun. Gadis cantik itu tengah berdiri disamping sang kakek yang sudah rapi dengan setelan tuxedonya. Mereka tengah menunggu kedatangan seseorang, di teras depan rumah mewah itu.

Semilir angin seolah baru saja membisikkan pada dua atensi tersebut bahwa yang mereka tunggu-tunggu akan tiba. Tak lama terlihat dua mobil hitam dengan merk berbeda tiba diperkarangan rumah mereka. Remasan Leyla berikan pada dress yang ia kenakan, kepalanya menunduk, seolah sulit untuk mendongak melihat seseorang yang sudah sangat ia nantikan. Hingga suasa ketukan beberapa sepatu pentofel dan heels lainnya terdengar dirungunya.

Sang kakek dengan lembut, menyentuh bahu cucu kesayangannya, membuat Leyla menoleh pada sang kakek yang sudah tersenyum.

"Ayo beri salam, Leyla" titahnya lembut.

Mata indah Leyla menarik semua atensi diruangan itu, bahkan hanya beberapa detik sebelum ia membungkuk sebagai tanda salam dan hormatnya.

Susah payah Leyla menatap segerombolan orang dihadapannya namun tidak dengan satu atensi yang sulit sekali ia curi pandangnya. Leyla masih malu. Malu menatap seorang pria yang sudah lama sekali ia kagumi, bahkan dengan konyolnya ia mengatakan pada sang kakek bahwa pria itulah alasannya bertahan hingga detik ini. Pria berbahu lebar dan bentuk wajah yang terpahat oval sempurna, telinganya tepat berada sepertiga dari wajah, dan jarak antar dua matanya sempurna. Kemudian, tepi hidungnya sejajar dengan sudut mata bagian dalam. Serta, sisi hidung depan, kiri dan kanan ukurannya sama. Bibir tebalnya membuat pria itu semakin tak bisa untuk dilupakan. Leyla masih sangat ingat sejak terakhir kali bertemu. Choi Seokjin namanya.

Setelah berlarut dalam pembicaraan serius, akhirnya kedua keluarga itu membiarkan Leyla dan Seokjin berbincang dihalaman belakang. Awalnya hanya ada keheningan diantara keduanya, seokjin yang berdiri beberapa langkah didepan Leyla dan wanita itu yang tengah duduk di kursi panjang belakangnya. Sampai Seokjin menghela nafas kasar dan membuka percakapan antar keduanya.

"Mau sampai kapan tidak mau menatapku?" suara dingin seokjin berhasil membuat Leyla meremas jemarinya.

"M-maaf. Aku tidak terbiasa" katanya kaku.

"Kita akan menikah, jadi kalau kau begini terus apa gunanya pertemuan ini?"

"Ma-af. A-aku- akan berusaha" Leyla gugup hendak ingin mendongak menatap Seokjin namun karena tak sabar pria itu langsung mencecarnya.

"Kalau kau tidak menginginkan perjodohan ini, katakan saja!"

Leyla langsung mendongak tanpa berfikir panjang gadis cantik itu terhenyak oleh celetukan Seokjin yang dirasa berlebihan.

Ahh, tunggu. Leyla baru ingat, bukan Leyla yang tidak menginginkan perjodohan ini melainkan pria yang dihadapannya terbukti beberapa kali pertemuan keduanya dibatalkan oleh alasan sepihak dari seokjin.

Gadis itu tersenyum getir beda halnya dengan seokjin yang tampak terdiam kala netranya terkunci pada netra sang jelita. Mata indah berwarna abu-abu itu, pernah ia lihat. Tapi dimana?

"Aku menerima perjodohannya. Tapi kalau Seokjin-ssi tidak mau perjodohan ini dilanjutkan lebih baik dikatakan sekarang, sebelum pernikahan tiba. Aku akan menerima keputusan Seokjin-ssi." katanya dengan berani walau harus kuat-kuat meremat jemarinya di masing-masing sisi dress yang ia kenakan.

"Tidak!" tegas Seokjin.

"Aku tidak akan membatalkan perjodohannya. Kita akan menikah!" lanjutnya masih terus menatap kedua netra yang tak bisa ia alihkan.

*****

Ia kesulitan berjalan dengan gaun putih panjangnya, sedang pria yang dihadapannya masa bodoh dengan terus berjalan menyusuri tangga menuju kamar mereka. Ya, siapa lagi kalau bukan Leyla dan Seokjin. Gadis manis itu sudah menjadi seorang istri sekarang. Sejenak mendengus kesal karena tidak ada inisiatif dari sang suami untuk membantunya sekedar mengangkat bagian gaun yang menjuntai itu. Leyla tak mau meminta tolong pada Seokjin, sebab gadis itu tak pernah meminta tolong apapun pada sekitarnya termasuk kakeknya.

Tibalah keduanya dikamar yang terbilang cukup besar dengan seokjin yang sudah duduk dipinggiran ranjang tengah memainkan ponselnya.

Leyla hanya menatapnya sekilas sebelum dirinya disibukkan kembali dengan gaunnya. Gadis itu sibuk mencari-cari resleting dibelakang punggungnya yang tak sampai ia jangkau. Beberapa kali menghembuskan nafas kasar, tampaknya gadis itu masih gigih dengan upayanya. Berbeda dengan pria yang ada di seberang sana tampak terganggu melihatnya sedari tadi. Jadi dengan nafas beratnya, Seokjin bangkit dan mendekat ke arah Leyla. Tangannya terulur menjangkau resleting gaun itu, membantu Leyla untuk membukanya hingga membuat tubuh Leyla berjengit kaget.

"Lain kali minta tolong" celetuk Seokjin.

#tbc

Semoga kalian suka sama cerita yang satu ini yah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semoga kalian suka sama cerita yang satu ini yah. Jangan lupa vote dan tulis komentar kalian.

See u next chapter 💜🪻

Lavender | Kim Seok-Jin | END || BELUM REVISI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang