18

148 20 83
                                    

Yeorin.

Jimin menatapku, kehilangan kata-kata. Dongman menundukkan kepalanya saat tawanya terdengar.

Jimin menatapku. . . ngeri.

Aku tertawa terbahak-bahak melihat raut wajahnya. Aku meletakkan mobilnya ke taman dan melompat keluar dan mulai melemparkan tas kami ke dalam mobil.

“Kau pasti bercanda,” Jimin tergagap.

“Aku serius.”

Matanya mengamati truk tua yang rusak itu. “Mobil ini bahkan tidak layak jalan.”

“Ini bukan mobil — ini pikup.” Aku tersenyum sambil membanting pintunya. “Namanya Bessie.”

Jimin meletakkan tangannya di pinggul. Matanya melirik ke Dongman yang tertawa terbahak-bahak.

"Ini tidak lucu, Dongman-a," bentaknya. "Aku tidak berkemah, Yeorin. Kau pasti tahu. Apa yang membuatmu memikirkan ide ini? Ini tidak membuatku rileks sedikit pun. Aku bisa merasakan tekanan darahku meroket setiap detiknya.”

Dongman menundukkan kepalanya dan benar-benar mulai tertawa.

"Maafkan aku, bos, tapi ini hal terlucu yang pernah ku lihat. Bolehkah aku mengambil foto untuk di kirim ke Jungkook?” dia bertanya.

“Sama sekali tidak,” Jimin mendengus. “Diam, atau aku akan membuatmu ikut dengan kami.”

Dongman menggigit bibir bawahnya untuk menghentikan tawanya.

"Mengapa kita perlu mengendarai ini. . .” Dia berhenti sejenak menemukan kata yang tepat. “Sebongkah sampah?”

“Karena kita akan pergi healing.”

“Kim Yeorin-ssi, ini bukan healing. Ini adalah resep untuk kematian seketika.”

Aku merosot di kursi dan memasang wajah cengeng.

"Kau sudah berjanji. Hanya tiga hari, Jimin, lalu kita akan kembali dan aku pindah ke apartemen mu.”

Dia meletakkan tangannya di pinggul dan memutar matanya, dan dia tahu aku punya dia. Dia memang berjanji. Aku membunyikan klakson, dan dia menghampiri pengemudi samping dan membuka pintu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" aku mengerutkan kening.

"Menyetir."

“Apakah kau tahu cara memindahkan gigi?”

"Memindahkan Apa?" Dia mengerutkan kening.

Aku menunjuk ke tongkat persneling di roda kemudi. Wajahnya kacau.

“Apakah ini legal untuk dilakukan di jalan?"

Aku tertawa. "Ya."

“Kalau begitu keluar. Aku akan mengemudi.” Dia menarikku dari mobil, aku melompat ke sisi penumpang dan naik ke dalam.

Jimin masuk dan memeriksa persneling dengan pandangan konsentrasi di wajahnya. Dongman dan aku saling terkikik selagi kami menunggu dia selesai mempelajarinya.

"Oke, aku paham sekarang,” jawab Choi Jimin, orang aneh yang gila kontrol.

“Ayo pergi,” aku bernyanyi. “Bunyikan klakson untuk Dongman-ssi.”

Jimin menatapku datar, dan aku berkata 'bang tolelot bang' isyarat yang biasa ku lakukan pada truk yang lewat ketika aku masih kecil.

“Yeorin, aku tidak tahu apa maksudnya, tapi itu pasti cara untuk dilemparkan ke bagasi."

Dongman kembali tertawa terbahak-bahak, dan aku terlonjak dari kursi dalam kegembiraan.

"Sampai jumpa, Dongman-ssi," panggilku.

My Possessive BossWhere stories live. Discover now