Bagian 1

85 5 1
                                    

"Oyaaaaa!" teriak seorang wanita cantik dengan rambut terurai panjang berwarna cokelat. Wajahnya merah padam sambil menggenggam sodet masak di tangan kanannya.

"Oyaaaa! denger suara bunda ga?" teriaknya lagi.

Tap

Tap

Tap

Derap langkah gontai terdengar di telinga Arina, Ibunda Oya—Vanillo Chokoya.

"Ibun kenapa teriak-teriak lho? aku udah denger dari tadi, cuma lagi ee," jawab Oya santai, pemuda itu kemudian duduk di kursi dapur dan bertumpu pada meja makan.

Wajahnya yang sedikit masam itu kini tersenyum kecil sambil meraih sepotong tempe goreng di hadapannya. "Ibun jangan suka teriak-teriak, gimana kalo tetangga pada datengin rumah kita? KENAPA BU HENDRA? KENAPA TERIAK? ADA KEJADIAN APA?" Oya mengunyah tempe goreng di mulutnya sambil memperagakan bagaimana ketika warga setempat ribut dan penasaran.

"Huft!" Helaan nafas Arina terdengar lelah. "Oya tuh ya, Bunda dari tadi manggil kamu buat makan. Kamu iya iya aja, tapi ga dateng."

Oya terkekeh, matanya menyipit gemas. "Jadi Ibun teriak begitu karena nyuruh Oya buat mam, ya? kirain mau marah-marah," jawabnya sembari melanjutkan makan tempe di potongan kedua.

"Ibun niru siapa sih? kok jadi serem gini? biasanya juga panggil Oya baik-baik," kata Oya, dirinya kini menerima piring kosong dari sang Ibu kemudian mengisi piring tersebut dengan sesinduk nasi, kemudian tempe goreng, sesendok sambal, dan. sepotong ayam goreng.

"Tante kamu tuh, dia kalo manggil Sadam begitu, jadinya nurut."

Oya tertawa. "Ibun, Sadam tuh bukan nurut, tapi takut. Hehehe maaf ya, Bundaku, aku tadi sakit perut banget, jadinya pas Ibun panggil, aku fokus aja ee."

"Hus. Lagi mam kamu tuh, malah ngomongin ee ee," ucap seorang pria yang usianya kini hampir 50 tahun.

"Wow. Ayah baru bangun? parah," ujar Oya.

Arina tertawa kecil, kemudian dirinya bergerak menghampiri kompor yang sejak tadi menyala walau dengan api kecil.

"Ayah kamu sengaja bangun siang tuh, katanya hari ini ambil cuti dulu, buat nganter kamu pindahan ke asrama," timpal Arina menjelaskan mengapa suaminya bangun siang.

Jam dinding di dapur menunjukkan pukul 07.29, itu masih pagi jika di rumah orang lain. Tapi untuk keluarga Hendra, Arina dan Vanillo, jam 06.00 saja sudah dikatakan siang.

Mereka terkenal sebagai orang yang disiplin terhadap waktu.

•••

"Kasurnya kenapa dirapihin, Bang? tumben banget, lu biasanya juga kaga pedulian amat, tar siang ge temen-temen lu dateng, gue yakin bakal berantakan lagi," ujar Restu, pria jangkung yang berstatus sebagai pemain basket.

"Bang Arif w.a tuh di grup, katanya hari ini bakal ada yang join di asrama. Gua curiga mah, itu orang masuk ke sini, soalnya cuma kamar gua doang kan yang belom ada partnernya." Bara bersandar di ranjang miliknya setelah selesai merapikan ranjang di seberangnya.

"Ah pede banget  lu, Bang. Orang keknya males dah satu kamar sama lu."

"Gegabah hahaha ...." Bara tertawa setelah mendengar celetukan Restu. "Tapi emang katanya gua bau ketek, ya?"

"Ah engga. Siapa bilang?" tanya Restu. Bara memang terkadang menyebalkan, karena moodnya mudah berubah dengan cepat, tapi untuk bau badan? pikirnya tidak.

"Si Ajun, katanya kalo dia peluk gua, kerasa banget bau badan gua," jawab Bara.

"Ah ngaco. Dia tuh yang bau badan, lu bau bucin, jadinya si Ajun bau bunga bangke juga lu ga sadar," gerutu Restu greget.

Bara tertawa lagi. "Iya kali, ya?!"

Tok

Tok

Tok

Bara dan Restu yang tadinya duduk di lantai kamar, kini berdiri serentak.

"Buka, Res!" pinta Bara.

Restu pun membuka pintu kamar asrama Bara.

"Eh barudak udah pada nungguin di lapang, lu pada malah asik mojok, abis ciuman ya lu berdua?" tembak Surya, teman seumur sehidup Bara.

"Ngaco." Restu langsung mencubit lengan Surya, membuat Surya memekik kesakitan.

"Sialan lu tiang listrik!" seru Surya yang kemudian menyusul Restu keluar karena setelah mencubit, Restu langsung berlari meninggalkan Bara dan Surya.

"Yeuh dasar bangsat!" gumam Bara greget.

Bara pun bersiap untuk keluar dari kamar, ia mengambil kunci dari dalam pintu dan memindahkannya ke luar. Saat pintu ditutup dan Bara hendak mengunci kamarnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara.

"Kak, sorry, ini kamar 0507, kan?"

Bara menoleh dan kicep.

Ia sempat terpaku beberapa detik hingga akhirnya tersadar.

"Eh, oh iya bener. Ini 0507, kalo yang sebelah sana 0506," jelas Bara.

Oya. ORANG YANG BERTANYA PADA BARA ITU, adalah Oya.

"Ini emang ada orangnya, ya? Kamu tinggal di sini?" tanya Oya lagi.

Bara mengangguk.

"Oh. Berarti kita sekamar. Yah, Bun, tuh kan liat deh! Ini Oya ada temen sekamarnya, jadi ga takut deh, tenang aja," ucap Oya agak ramai membuat Bara menahan tawa karena ada laki-laki yang lebih ceriwis dari Restu.

Arina dan Hendra yang masih berjalan beberapa meter itu kini mendekat.

"Wah bagus itu. Ini siapa namanya?" tanya Arina ketika mereka berhadapan dengan Bara.

"Bara Firgiawan, Tante," jawab Bara. Dengan repleksnya, Bara kembali membuka pintu dan mempersilakan Oya serta kedua orang tuanya untuk masuk.

Bara masuk belakang sambil menatap penampilan Oya yang begitu rapi dan nampak menggemaskan di matanya.

"Oya? hmm?" Bara tersenyum.

Laki-laki bernama Oya itu mampu menggetarkan jiwa pelanginya.






BERSAMBUNG DULU ...
KATAKAN APA KALO PENGEN LANJUT?

[ 17 April 2024]

Bạn đã đọc hết các phần đã được đăng tải.

⏰ Cập nhật Lần cuối: Apr 17 ⏰

Thêm truyện này vào Thư viện của bạn để nhận thông báo chương mới!

ASRAMA KAMPUS | BOYSLOVE 🔞Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ