Tyara Trisha, gadis manis yang berhati peri
dibalik badut kelinci imut. Suka menolong
dan menghibur orang lain. Terlahir di keluarga yang kejam dan ringan tangan, terutama Gena, ibu Tyara dan tidak dianggap atau lebih tepatnya tidak pedulikan Anom...
Elnath menepuk bahu Tyara. Gadis itu menoleh, dan bibirnya langsung mengulas senyuman saat melihat boneka kelinci merah muda yang Elnath sodorkan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tyara menyambutnya dengan gembira, mengucapkan." terima kasih" sembari memeluk erat boneka itu dan ia mendapati kertas origami kecil yang terselip di perut boneka: Apa kamu suka?
"Tentu, aku suka karena ini pemberianmu," jawab Tyara membuat Elnath bahagia sekali. Dia membalas dengan senyum yang sama lebarnya kemudian Elnath menarik lembut lengan Tyara, menunjuk ke arah bianglala dengan gerakan tangan yang jelas. Tyara mengangguk mengerti.
Mereka menaiki bianglala, duduk berhadapan. Di puncak, Tyara berdecak kagum, menunjukkannya dengan ekspresi wajah dan isyarat tangan yang menggambarkan betapa indahnya pemandangan kota di malam hari. Elnath mengangguk, matanya berbinar—ia juga terpesona. Kenangan bersama neneknya dulu terlintas, namun sekarang, kebahagiaan ini terasa berbeda, lebih istimewa bersama Tyara.
Elnath mengeluarkan bungkusan jajanan dari tasnya: kentang goreng, telur gulung, dan minuman. Ia memberikannya pada Tyara dengan senyum. Mereka makan bersama, menikmati pemandangan kota yang dihiasi lampu-lampu dan bintang-bintang. Tyara menulis di buku catatannya: Elnath, makasih banyak udah ngajak aku ke sini. Aku senang banget, udah lama gak ke sini. Elnath membalas dengan isyarat tangan yang berarti Sama-sama, aku juga senang.
Tyara menyalakan radio mininya. Musik yang mengalun menambah keceriaan suasana. Elnath menepuk tangan Tyara pelan, menunjukkan bahwa ia juga menikmati musik tersebut. Ia memperhatikan Tyara dengan penuh perhatian, menikmati setiap ekspresi wajah dan gerakan kecilnya.
Angin malam berhembus, membuat Tyara menggigil. Elnath dengan sigap melepas jaketnya dan mengenakankannya pada Tyara. Ia menulis di buku catatannya: Jangan sampai kedinginan. Tyara tersenyum haru, menulis kembali: Makasih, Elnath. Kamu selalu perhatian.
Di puncak bianglala, Elnath mengeluarkan sebuah kalung kecil dari sakunya. Ia memberikannya pada Tyara, menulis di buku catatannya: Aku... aku senang bisa bersamamu. Kamu... kamu membuatku bahagia.
Tyara terharu. Ia mengangguk, matanya berkaca-kaca. Ia menulis: Aku juga, Elnath. Setiap momen bersamamu... sangat berharga.
Elnath menggenggam tangan Tyara, matanya penuh kasih sayang. Meskipun tanpa kata-kata yang diucapkan, kasih sayang dan kebahagiaan terpancar jelas di antara mereka berdua, di bawah langit malam yang indah. Mereka berdua tersenyum, menyadari bahwa komunikasi bisa terjadi tanpa perlu suara, cukup dengan hati yang saling memahami.