0.02 : Nil sine numini

198 71 35
                                    

"Tak ada yang dapat terjadi tanpa kehendak Ilahi."

Menurut kebanyakan orang bayi itu anugerah dari sang pencipta. Kebanyakan ibu akan bahagia ketika sang bayi telah lahir ke dunia. Tapi untuk ibu Garviell, anak pertamanya adalah anak yang tidak pernah ia harapkan kelahirannya. Bahkan ia pernah berniat mengugurkan kandungannya, bayi yang tidak bersalah. Tapi sepertinya Tuhan tidak menyetujui niatnya.

Tapi wanita itu tetap pada pendiriannya, beliau itu tidak pernah mengharapkan kehadiran sosok-Garviell. Kehadirannya seperti malapetaka baginya. Bahkan bayi yang baru lahir itu sepertinya menolak untuk hadir di dunia, sosok yang baru saja lahir itu bahkan tidak menangis. Sekali lagi, Tuhan tidak ingin hal mengerikan itu terjadi. Dengan bantuan tenaga medis bayi itu akhirnya menangis

Waktu berlalu, anak yang bernama Garviell itu sudah menginjak usia tiga tahun. Tidak tahu seberapa parah anak itu menumpahkan semangkuk sup di gaun ibunya, kepala bocah itu di tenggelamkan ke dalam bathtub yang berisi air. Berkat kedatangan Ayahnya, Garviell masih selamat.

Sosok Garviell masih mengingat kejadian itu, bahkan tidak akan terlupakan, membekas di ingatannya. Tapi anak itu tidak membenci sosok sang ibu.

"Apa keinginan jagoan Ayah?"

Garviell yang baru saja menginjak usia tujuh tahun itu merapalkan doa setelah meniup lilin. Bibir kecil itu tersenyum teduh, "Mamah."

"Mamah?" Henry mengerutkan keningnya bingung.

Kepalanya mengangguk lucu. "El mau mamah memperlakukan aku sebagai anaknya sendiri, bukan sebagai orang lain."

Henry yang mendengar itu terdiam seketika. Tangannya terangkat untuk mengelus rambut legam anaknya, telunjuknya mengusap kening Garviell yang terdapat luka gores yang sudah membekas.

"Mamah sebenarnya sayang sama kamu. Dia bukan tidak menganggap keberadaan kamu, dia hanya sedang berdebat dengan hatinya. Mamah hanya belum-"

"Kalau begitu, kenapa mamah ingin aku mati?"

Ucapan itu membuat dada Henry sesak, apalagi mata itu tidak mengisyaratkan kesedihan ataupun kebencian, "Kamu tau? Kebencian datangnya dari nafsu. Tapi ingat satu hal, cinta mengalahkan segalanya."

Sinar senja menyinari wajahnya melalui jendela yang terbuka, sehingga sosok itu terlihat sempurna

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sinar senja menyinari wajahnya melalui jendela yang terbuka, sehingga sosok itu terlihat sempurna. Bulu mata itu sesekali mengerjap, bibirnya tertarik sehingga menghasilkan senyuman yang teduh.

Jemari itu menari-nari di atas buku dengan cekatan, bahkan terlihat tidak kesusahan dalam mengerjakan soal Matematika.

"Yang sudah mengerjakan boleh langsung pulang." Pemberitahuan dari Bu Guru itu langsung mengundang suara ricuh dari muridnya, dan semuanya langsung mengerjakan soal dengan cepat karena ingin pulang.

TURBULENCEWhere stories live. Discover now