Sentuhan lembut di bahunya membuat Zeyra membeku. Dia merasakan jemari besar menyentuh dagunya. Pria yang ia yakini adalah sosok ayahnya, menatap Zeyra dengan tatapan teduh. Pria itu mengusap air mata di kedua pipi putrinya.

Jangan menangis, putriku.

"A-ayah?" lirihnya.

Putriku kini telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Kemarilah, Ayah ingin memelukmu.

Pria itu merentangkan tangan dengan senyum yang tak pudar. Tanpa ragu, Zeyra segera menubrukkan dirinya. Dia menangis kencang, tak kuasa menahan tangis bahagia dan sedih di saat yang bersamaan.

Wanita muda itu memandang Sura. Mereka berdua kemudian ikut bergabung bersama ayah dan anak itu. Mereka saling berpelukan. Menyalurkan rasa rindu yang teramat dalam. Sudah sangat lama Zeyra menantikan momen ini. Di mana ia akhirnya bisa merasakan pelukan hangat kedua orangtuanya. Zeyra sangat bahagia. Rasanya dia ingin serakah dan tidak mau melepaskan mereka.

Namun, tak lama kemudian mereka menguraikan pelukan. Zeyra menatap sedih dengan bibir cemberut, ia merasa seperti kehilangan sesuatu. Wanita muda itu terkekeh geli, dia mencium kedua pipi putrinya.

Kami sangat menyayangimu.

"Zey juga! Zey sangat menyayangi kalian!" pekik Zeyra. Dia merentangkan tangan, ingin kembali memeluk mereka tetapi usapan lembut di puncak kepalanya membuat Zeyra mengerjap.

Putriku, kau anak yang hebat, kuat dan pintar. Kami bangga padamu bisa bertahan selama ini.

Jangan menangis, Sayang. Kami selalu ada di sisimu.

Kali ini pandangan Zeyra tertuju pada Sura, neneknya. Dia mengerucutkan bibir hendak menangis lagi. Sura menghela napas, dia menoyor pelan kening cucunya sembari tertawa.

Astaga, aku baru tahu cucuku sangat cengeng.

"Nenek," ujar Zeyra, manyun. Sontak membuat mereka tertawa geli.

Kami tidak punya banyak waktu sekarang. Selamanya, kau adalah putri kebanggaan kami. Berbahagialah, Nak. Kau harus ingat bahwa kami selalu ada di sisimu.

Mereka bertiga saling pandang kemudian tersenyum kecil. Entah mengapa, Zeyra merasa seperti ada sesuatu yang tidak mengenakkan dari ucapan ayahnya.

Dia segera meraih tangan kedua orangtuanya. "Zey akan tinggal bersama kalian, kan?" tanya Zeyra, menatap penuh harap.

Belum waktunya, Nak. Sekarang bangun dan hadapi. Percayalah kebahagiaanmu akan segera datang.

Telapak tangan sang ibu menyentuh dada Zeyra.

Seseorang sedang menunggumu.

"Ibu?" Sebelah tangan ibunya yang tengah ia genggam perlahan terlepas. "Ayah? Nenek?" Zeyra panik bukan main.  Dia mengulurkan tangan, berusaha meraih mereka yang berjalan menjauh darinya.

"Kalian mau pergi ke mana? Zey ikut! Bawa Zey pergi bersama kalian!" jerit Zeyra histeris. Dia berdiri dengan susah payah. Sekuat tenaga berlari, tetapi sedikit kesusahan karena tiba-tiba saja tubuhnya memberat. Seolah-olah ada sesuatu yang menahan pergerakannya.

"Ayah! Ibu! Nenek!"

Suara tangisan kembali terdengar lebih kuat. Air mata berjatuhan melihat mereka yang terus berjalan menjauh, menghiraukan teriakan Zeyra. Sebuah cahaya putih muncul menelan kedua orang tua beserta neneknya.

"Jangan tinggalkan Zey! Ayah, ibu!"

"Zey tidak mau tinggal sendirian! Nenek! Tolong kembali! Bawa Zey bersama kalian!" jerit Zeyra putus asa.

GEOGRAWhere stories live. Discover now