Tolong lestarikan vote di setiap bab marselana yang kalian baca. Jadilah pembaca bijak yang tahu caranya menghargai karya orang lain setelah menikmatinya. Kamu siders? Silahkan tinggalkan lapak ini!
25. TITIK TEMU
Dan ternyata, kenangan memiliki kisah yang bisa ditertawai, ditangisi, kemudian dilupakan dalam satu masa.
***
Bosan. Sangat. Berada di atas ranjang rumah sakit selama dua hari benar-benar membuat Marsel merasa dirinya bagaikan seorang kakek-kakek jompo yang hanya tinggal menunggu ajalnya datang untuk menjemput.
Marsel merasa amat kesal sebab sudah berkali-kali ia mengatakan, ah tidak. Berpuluh-puluh kali mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, bisa berjalan dengan baik, bahkan Marsel juga bilang kalau dia sudah dapat mengendarai motornya sendiri serta mampu beraktivitas normal seperti manusia yang lain.
Namun orang tuanya, tepatnya Ibunya, Jihan, menentang keras keinginannya untuk pulang ke rumah. Ibunya mengatakan secara blak-blakan, bahwa Marsel harus rawat inap di sana selama lima hari lagi, atau bisa saja lebih jika dilihat dari watak kerasnya seorang Jihan. Putranya baru boleh pulang bila kondisi Marsel betul-betul sudah sehat dan sembuh total.
Mungkin terdengar seperti lelucon memang bila dikatakan oleh seseorang yang baru terbangun dari koma sepuluh harinya, belum lagi tak sadarkan diri akibat kasus kecelakaan, dan parahnya, korban mengalami amnesia pula.
"Maaa."
"Sekali enggak tetap enggak." Jihan menyahut cepat dari sofa ketika Marsel kembali merengek manja pada pukul enam pagi kurang sepuluh menit, sementara mata Jihan fokus pada laptop. Jihan begitu sudah sejak tiga puluh menit yang lalu. Sebagai pelengkap, kaca mata anti radiasi berwarna silver bertengger manis di hidung mungilnya yang bangir.
Marsel mendengus lalu bibirnya mengerucut. Marsel lirik sebentar apel di atas nakas, hal yang sudah Marsel lakukan belasan kali. Jihan salah besar. Marsel merengek bukan untuk mengatakan bahwa ia ingin pulang, tapi karena dia ingin makan buah, tumpukan apel berwarna merah di piring putih itu benar-benar menggugah di matanya.
Kembali Marsel menatap pada Jihan. Ekspresi wajah Ibunya masih sama datarnya seperti sebelum-sebelumnya. Sangat fokus pada barang elektronik itu, sampai-sampai tidak menyadari kalau anaknya sekarang, tengah kelaparan.
"Mama sibuk banget ya?" Marsel mendesah kecewa saat Jihan hanya menanggapi pertanyaannya dengan deheman. Lalu wanita cantik itu menatap jam tangannya singkat, kemudian berdecak kesal untuk yang kesekian kalinya.
"Papa kamu ke mana sih?! Enggak tahu apa kalau Mama bisa telat karena dia yang lelet itu. Kebiasaan banget, dari masa pacaran selalu begitu. Heran deh, kenapa enggak berubah juga sih sikapnya." Bibir Jihan menggerutu, tapi matanya tidak lepas dari layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSELANA
Teen FictionTinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan bajingan yang Marsel miliki. Laki-laki problematik yang berusia satu tahun di atasnya itu adalah soso...