22. UNTUK JIWA YANG MELEBUR

78.7K 4.5K 1.1K
                                    

🥂1.6k vote and 1k comments for next chapter🥂

22. UNTUK JIWA YANG MELEBUR

Semua manusia punya lukanya masing-masing. Jangan bersedih apalagi berkecil hati. Rayakanlah, entah itu suka maupun duka.

***

Suhu udara benar-benar dingin. Sangat. Dingin yang seperti menusuk sampai ke tulang dalam daging. Selain karena faktor angin malam, habis terjadinya hujan lebat juga berlaku sebagai pemicu utama.

Di tengah kegelapan dan sunyinya malam hari itu, satu motor ninja baru saja diparkiran oleh si pemiliknya di depan gedung tua yang terletak jauh dari keramaian--satu tempat di pinggiran kota. Kendaraan roda dua itu terparkir bersama beberapa motor yang lebih dulu ada di sana.

Sebuah bangunan tua yang terbengkalai itu sudah disulap menjadi markas besar AMIGOS GANG oleh segerombolan anak muda yang ikut serta menyandang status sebagai anggota dari perkumpulan besar tersebut. Di area luas itu, satu rumah pohon juga telah mereka bangun bersama-sama, terletak pada lahan kosong yang berada tepat di sebelahnya.

Marsel melangkah lebar, terburu-buru menuju ke sana sambil tangan kirinya masuk ke dalam jaketnya. Merogoh kantong guna mengambil benda tajam yang terus ia asah dua kali seminggu, walaupun benda itu termasuk ke kategori benda yang sangat jarang ia gunakan.

Mengeluarkannya dari sarung, menggenggam erat ganggangnya dengan diri yang sudah dikuasai amarah. Akan ia robek memanjang pipi wanita yang sudah berani melukai miliknya. Tak akan Marsel beri ampun walau ia menangis darah sekalipun.

"Sel sel." Buru-buru Arlan menahan lengan Marsel ketika cowok itu akan mendekati empat manusia yang duduk di kursi kayu dengan kondisi tubuh yang tidak lagi bisa dibilang baik-baik saja.

"LEPAS!" Marsel membentak Arlan sampai urat-urat lehernya terlihat mencuat.

"No." Daren mendekat lalu menepuk beberapa kali bahu Marsel. "Tenangin diri lo dulu." Melirik benda di tangan kiri Marsel kemudian meringis pelan. "Bisa di simpan dulu enggak? Gue masih trauma sama belati soalnya."

"TENANG SEL!" Arlan mulai kewalahan menahan Marsel sebab cowok itu terus berontak.

"SIALAN! GIMANA GUE BISA TENANG?!" Suara Marsel membentak lebih tinggi, membuat Arlan ciut seketika lalu menjauhkan tangannya dari lengan kekar Marsel. "LO NYURUH GUE TENANG SEMENTARA KEADAAN ALANA PAS GUE TEMUIN—" Marsel merasa tidak sanggup lagi untuk melanjutkan perkataannya ketika wajah penuh ketakutan Alana terbayang di ingatannya.

Rongga dadanya kembali dihantam rasa sesak. Marsel pejamkan matanya sejenak, mengela napasnya dalam-dalam lalu ia hembuskan lewat mulut perlahan, bersamaan dengan kelopak matanya yang kembali terbuka.

"Jangan ada yang halangi gue. Lo pada baru boleh ikut campur kalau semisalnya ngeliat gue, hampir ngebunuh salah satu dari mereka."

Mata Adit yang membengkak melotot sempurna ketika Marsel mendekat ke arahnya dengan sorot mata bengis. Cowok itu berusaha untuk menjauh sebelum Marsel tiba di dekatnya, bahkan jatuh dari kursi yang ia duduki. Menggosokkan kedua telapak tangannya sambil menggeleng keras, segera ia berlutut saat Marsel berdiri menjulang di hadapannya.

"Gu-gue cuman disuruh sama mereka bang." Adit mencoba menjelaskan saat Marsel berjongkok. "Ja-jangan apa-apain gue bang. Udah dipukul habis-habisan gue sama teman-teman lo bang. Gu-gue juga korban di sini, mereka ngancam gu—" Adit menahan napasnya ketika mata pisau yang mengkilap itu berada tepat di depan bibir atasnya. Sedikit saja bibirnya melakukan pergerakan, maka koyaklah mulutnya.

MARSELANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang