9. TAK TERDUGA (2)

84 5 0
                                    

FORGET ME NOT | 9. TAK TERDUGA (2)

*****

"Mumpung keluarga pada ngumpul di sini, sekalian ada yang mau diomongkan sama kamu, Mit." Ujar Amel sesuai acara tahlilan saatnya para keluarga ngumpul bersama sembari makan, minum dan menyantap cemilan.

Paramitha lantas menghentikan kunyahan kue bolunya, menatap iparnya penasaran. "Ada apa, Mba?"

Amel tersenyum canggung. "Sebelum Mas Alfian meninggal, kami sekeluarga inti sempat ngebahas soal Delvin dan Ayra. Ya, walaupun kami tau sebelumnya keluarga kita kurang akrab tapi kami berniat buat ngedekatkan Delvin sama Ayra. Ya, mudahan ada jodohnya sampai menikah, insyaallah."

Seketika Paramitha terdiam.

"Maaf kalau seandainya ada kata-kata yang kurang berkenan, Mith," Amel mengamit tangan kiri Paramitha. "Mba juga tau, kalau jarak usia Delvin dan Ayra lumayan jauh. Ini baru rencana aja, semuanya Mba kembalikan ke kamu, mudahan kamu berkenan sama niat baik Mba dan Almarhum Mas Alfian, yaa." Amel mengakhiri kalimatnya dengan senyuman, menatap Paramitha dengan penuh harapan.

Kini semua fokus sanak keluarga benar-benar tertuju pada Paramitha. Untungnya, Amel mengutarakan niat perjodohan ini hanya berhadapan dengan dirinya saja. Seandainya Ayra turut hadir di tengah-tengah suasana canggung ini, Paramitha tidak menjamin kalau anaknya itu bisa menahan sikap. Paramitha tahu betul jika Ayra sedalam itu memendam rasa kurang suka kepada keluarga ini.

Paramitha berdehem sekilas sebab kesulitan menelan kunyahan kue bolu. Merasa tercekat, cepat-cepat ia mengambil segelas air mineral dan meminumnya untuk melegakan kerongkongan. Setelahnya, Paramitha beralih pada iparnya itu. Berusaha semaksimal mungkin mempersiapkan jawaban agar tidak menyinggung perasaan keluarganya mengenai hal sensitif ini.

"Jujur, sebenarnya aku masih kaget banget, Mba. Tapi, terimakasih banyak buat niat baiknya. Karena ini bukan hal sepele, jadi sebelumnya aku minta waktu dulu buat ngomong ke suamiku dulu, Mba. Nah, nanti gimana tanggapan Mas Rendy, biar kami berdua bisa sama-sama nyampaikan soal ini ke Ayra," jawab Paramitha sehati-hati dan sesopan mungkin.

Amel tambah tersenyum sumringah. "Makasih juga, ya, Mith, sudah mau nerima niat baik kami. Sebenarnya, Mba mau ngomong langsung dengan kamu dan Rendy. Tapi, karena Rendy masih di luar kota, dan takut Ayra keduluan dilamar orang lain, makanya Mba putusin buat nyampaikan ke kamu sekarang. Maaf, yaa, kalau terlalu mendadak dan bikin kamu kaget."

Paramitha ikut tersenyum. "Gak papa, Mba. Aku yakin kemungkinan besar Mas Rendy ngedukung niat baiknya Mba dan Mas Alfian. Tapi, kalau dari Delvinnya sendiri gimana, ya, Mba?"

"Alhamdulillah Delvin sudah tau dari awal dan setuju. Dia juga lagi sendiri, gak ada dekat sama perempuan lain, apalagi pacaran. Jadi, semuanya tergantung sama kalian aja lagi, Mith. Mudahan Ayra, kamu dan Rendy juga setuju ya."

*****

Samar-samar Ayra melihat sosok seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar. Minimnya pencahayaan sampai-sampai pandangan Ayra terlampau silau oleh cahaya dari luar kamar begitu pintu dibuka. 

Tunggu sebentar!

Di kamar? Bukannya terakhir kali Ayra berbaring di kamar Delvin dan bukan kamar tidurnya?!

Refleks kelopak mata Ayra terbuka lebar, namun melihat seseorang yang baru masuk merapatkan pintu---tidak sampai tertutup sepenuhnya---berbalik ke arahnya, cepat-cepat Ayra menutup kembali matanya, seakan masih tertidur pulas. Tetapi, karena rasa penasaran yang sangat besar, pelan-pelan Ayra membuka sedikit kelopak matanya, hendak mengintip siapa gerangan seseorang itu dan apa yang ia lakukan di kamar Delvin ini?

Ternyata seseorang itu tak lain tak bukan pemilik kamar ini, yaitu Delvin.

Delvin terlihat berjalan menuju lemari pakaian yang berada di sisi tempat tidur. Hal tak terduga yang cukup mengguncang Ayra ialah, ketika lelaki itu dengan santainya membuka baju dan memperlihatkan otot-otot yang sangat nampak menghiasi tubuh bagian atasnya.

Mampus! Ayra menyumpah dalam hati. Melihat pemandangan tak terduga itu membuat jantung Ayra berdebar kencang. Kini ia sangat menyesali perbuatannya yang berlagak mengintip tadi. Ah, bagaimana ini?! Bisa-bisanya ia melihat jelas bentuk badan Delvin?!

Setelah mengenakan baju yang baru diambilnya, Delvin kembali menutup pintu lemari. Belum selesai rasa terguncang Ayra, lelaki itu beralih mendekat ke arah kasur yang Ayra tiduri?!

Apalagi kali ini?! Ayra benar-benar waspada. Bulat sudah tekadnya menutup rapat kelopak mata agar tidak melihat kejadian yang aneh-aneh seperti tadi lagi. Meski begitu, Ayra dapat merasakan kalau Delvin ternyata hanya mengambil sesuatu di sisinya. Demi Tuhan, Ayra tidak tahan lagi dengan suasana ini!

Perlahan tapi pasti, mata Ayra kembali terbuka sedikit untuk memata-matai gerakan Delvin. Sekarang lelaki itu malah menaruh bantal yang diambilnya di atas karpet di sisi ranjang.

Waduh, jangan-jangan dia mau tidur di situ lagi?! Belum selesai Ayra membatin, tebakannya telah benar sepenuhnya!

Delvin mulai membaringkan diri dengan beralaskan karpet dan satu bantal. Merasa posisinya sudah nyaman, lalu terlelap tanpa menyadari sedikit pun polah Ayra.

Sebab terlalu fokus mengintai Delvin, Ayra sampai melupakan ingatan terakhir sebelum terlelap di kamar ini. Memastikan Delvin sudah tertidur pulas, Ayra mulai meraba kasur di sisinya. Seingatnya kedua ponakannya, Aisyah dan Ameera juga tertidur di sini. Tetapi kemana perginya mereka? Sekarang hanya ada dirinya dan Delvin berduaan di kamar ini?!

*****

FORGET ME NOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang