18 • Sloof

Beginne am Anfang
                                        

"Sebenarnya nggak apa-apa kalau mau menikah dengan beda rhesus, seperti papa dan mama saya. Hanya saja saya rhesus negatif kalau hamil akan terjadi masalah karena kondisi janin memiliki rhesus positif sehingga dianggap 'musuh' untuk ibunya. Makanya nggak heran kalau ibu yang memiliki rhesus negatif rentan terjadi masalah kehamilan, seperti keguguran. Tapi, biasanya hal itu belum terjadi pada kehamilan pertama. Jika ibu rhesus negatif sudah telanjur membentuk antibodi, dokter biasanya menyarankan untuk injeksi. Injeksi itu gunanya untuk mencegah terbentuknya antibodi dan melindungi sel darah merah janin. Kalau nggak ada injeksi itu, bisa repot setiap kali mau cari suami, saya harus tanya rhesus-nya dulu. Mana rhesus negatif langka pula."

"Seandainya kamu nanti menikah sama laki-laki pemilik rhesus positif dan kamu udah tahu risikonya, apa kamu tetep ingin punya anak?"

"Karena saya udah tahu risikonya, jadi saya akan mempersiapkan diri dari sekarang, karena dari lubuk hati yang dalam, saya ingin punya suami dan anak, tapi menikah dan memiliki anak adalah misteri yang tidak mungkin saya pecahkan sendirian. Saya butuh Allah supaya misteri ini bisa terkuak, juga kuat dalam berusaha dan menerima ketetapan-Nya jika sampai mati saya tidak memiliki keduanya. Saya memang punya rencana, tetapi saya percaya rencana-Nya pasti jauh lebih indah dan paling baik buat saya."

Setelah mendengar jawaban itu, rongga dada Fyan seketika menyempit. Seperti baru saja jatuh dari ketinggian dan mengalami hantaman yang cukup keras.

Sudah sejauh mana usahanya? Sudah sejauh mana keterlibatannya dengan Tuhan? Fyan terlalu sibuk dengan pikirannya. Sibuk mencari jawaban yang harusnya ia bisa dapatkan kalau mau melibatkan Tuhan. Fyan memilih untuk pasrah, padahal masih punya waktu yang banyak untuk berjuang.

"Menurut kamu, kenapa manusia harus menikah?" Fyan bertanya lagi. Entah kenapa ia ingin tahu lebih dengan isi kepala Rianti untuk yang satu ini. Terakhir ia mendengar jawaban dari Nadia dan jawaban itu belum bisa diterima akalnya. Apakah Rianti sama seperti orang-orang yang pernah ia temui sebelumnya?

"Menurut saya karena menikah itu punya aturan yang jelas, apalagi untuk seorang perempuan. Dengan menikah, saya mendapatkan hak-hak saya. Dengan menikah, nasab anak saya terjaga. Dengan menikah, saya punya hubungan yang sehat dengan seorang laki-laki, dengan catatan baik saya maupun calon suami saya tidak pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Dengan menikah, saya punya payung hukum yang melindungi saya."

"Tapi, kenapa sampai sekarang masih ada orang yang memilih selingkuh padahal sudah punya pasangan? Itu artinya aturan dalam pernikahan tidak sepenuhnya menjaga nafsu manusia, kan?"

"Bukan aturan pernikahan yang salah, tapi manusia itu sendiri yang seringkali kasih makan egonya. Contoh, Mas tadi udah kenyang makan bakso, tapi lewat depan kedai ayam goreng, Mas berhenti dan makan lagi, terus lewat kedai mi ayam makan lagi, sampai akhirnya Mas sakit perut karena kekenyangan. Sama seperti sebuah hubungan, awalnya Mas merasa cukup dengan pasangan sekarang, tapi karena egonya Mas masih tinggi, Mas memilih mencari kesenangan di luar, menabrak norma, bahkan lupa dengan statusnya. Akibatnya apa? Mas hancur dari sisi mana pun, nggak dapet kebahagiaan yang diinginkan, bahkan karena melanggar norma, Mas dapet sanksi sosial. Di agama mana pun, selingkuh itu termasuk dosa besar dan akan ada hukuman yang setimpal."

Rianti kemudian melanjutkan tanpa memberikan kesempatan Fyan untuk mencerna. "Akal merupakan privilege yang Allah kasih buat semua manusia, tapi banyak yang memilih nggak dipakai untuk berpikir panjang. Ego itu bisa kita tahan asalkan mau mengeremnya. Kayak makan tadi, kalau udah kenyang nggak perlu makan lagi. Kita yang punya akal, bisa mencegah nafsu itu. Gimana caranya biar akal bisa menangkal nafsu? Akal itu sama seperti tanaman. Mas harus pilih pupuk yang baik dan disiram setiap hari. Pupuk baik buat kita adalah ilmu agama dan ilmu pengetahuan, airnya adalah menerima nasihat dari orang-orang yang berpengalaman."

"Makanya saya senang ada sistem pernikahan di dunia ini. Karena aturan dan hukumnya sangat jelas. Hak dan kewajiban suami istri jelas tertulis, kalau kelak pernikahannya tidak langgeng atau cerai mati juga udah ada tata caranya. Kalau ada masalah dalam sebuah pernikahan, bukan sistemnya yang salah, tapi manusia itu sendiri yang tidak pandai menggunakan akalnya," pungkas Rianti.

Cukup. Fyan merasa kosakatanya diserap habis sehingga dirinya tidak memiliki daya untuk menyanggah apalagi menyangkalnya. Setiap kata demi kata yang keluar dari bibir Rianti sangat masuk akal. Jawaban-jawaban itu sedikit demi sedikit merenggangkan benang di kepalanya.

Memang benar usia hanya angka. Kedewasaan tidak diukur dengan usia seseorang. Fyan sempat skeptis Rianti masih termakan standar masyarakat, mengingat umur Rianti masih seperempat abad. Akan tetapi, hari ini Rianti berhasil mematahkan perspektifnya.

"Tuh, kan, aku bilang juga apa. Mama nggak usah khawatir sama Fyan. Orang dia baik-baik aja, malah sekarang lagi sama anak tetangga sebelah."

Spontan Fyan menoleh ke arah tirai yang entah sejak kapan dibuka. Ryan muncul bersama Ratna. Persis seperti yang dipikirkan, Ryan tidak akan mungkin bisa melarang mamanya ikut serta.

Melihat kedatangan Ratna dan Ryan, Rianti mundur tiga langkah, memberi ruang untuk Ratna.

"Tadi pamitnya sama mama apa coba? Kok, bisa mobil kamu ada di kedai bakso?"

Fyan menelan ludah. Astaga, dirinya lupa menjelaskan kalau proyek yang akan dikunjungi adalah rumah Rianti. Parahnya lagi tadi malah mampir makan dulu.

"Aku emang beneran mau liat proyek, Ma, tapi makan dulu." Fyan berkata jujur.

"Pantesan aja pas mama tawarin makan kamu nggak mau."

Fyan otomatis diam. Ratna tidak mungkin ia lawan. Apalagi sekarang ada Ryan. Saudaranya itu terus mengompori Ratna.

"Maafin saya, ya, Tante. Gara-gara saya, Mas Fyan jadi begini." Rianti bersuara.

Ratna langsung menoleh ke arah Rianti. "Kamu nggak usah minta maaf, Cantik. Ini pelajaran buat Fyan karena udah berani bohong sama mamanya."

"Aku nggak bohong, Ma," sanggah Fyan.

"Mana buktinya kalau kamu nggak bohong?"

Fyan diam lagi. Sudah dikatakan ia tidak mungkin melawan Ratna. "Iya, Ma, tadi aku kurang lengkap ngomongnya. Aku minta maaf."

"Ya udah sekarang kita pulang, papa udah nunggu di rumah."

Kali ini Fyan tidak mampu membantah Ratna lagi. Pelan-pelan ia turun dari bed. Dipegangi Ryan tentunya karena saat bergerak, bahunya masih nyeri.

Sebelum beranjak pergi, Fyan sempat melirik Rianti yang tidak ikut pulang karena masih ingin di sini. Ia lantas teringat dengan ucapan Ryan kala singgah di kafenya.

"Sekarang kamu coba kenalan dulu sama cewek tetangga sebelah. Siapa tahu dia bisa nge-counter kamu."

Sepertinya Fyan tidak menyesal mendengarkan kata-kata Ryan.

Sloof merupakan salah satu struktur penting dalam sebuah bangunan yang berada di atas pondasi konstruksi

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Sloof merupakan salah satu struktur penting dalam sebuah bangunan yang berada di atas pondasi konstruksi.

•••

Kalau di pikir-pikir mereka ini udah sama-sama ada rasa. Cuma yang cewek masih maju mundur, yang cowok masih denial 😂

Menurut kalian, Fyan ini berpikir kritis apa overthinking?

Menembus Partisi - [END] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt