16. LOST CONTROL

96.1K 4.6K 1.2K
                                    

🥂1.6k vote and 1k comments for next chapter🥂

16. LOST CONTROL

Karma sedang merenung, menanti waktu yang tepat untuk datang.

***

Kalau ada yang bilang rasa makanan bisa berubah dalam hitungan detik, Marsel tidak akan pernah membantah hal tersebut, justru sebaliknya, dia akan bergumam iya atau sekedar berdehem singkat guna membenarkan, sebab itulah yang Marsel rasakan sekarang.

Bagaimana rasa pizza yang tadinya biasa saja, berubah menjadi nikmat, padahal hanya secuil toping serta sedikit saos yang ia curi dari bibir Alana. Didapatkan oleh jarinya tanpa persetujuan dari gadis yang kini mematung dengan mata bulatnya yang sedikit melotot menatap dirinya. Marsel berusaha menahan pandangannya agar tidak melirik terus-menerus ke bibir mungil Alana yang kini sedikit terbuka sangking terkejutnya.

Demi Daren dan pacar bawelnya, sudah banyak sekali beragam pizza yang pernah Marsel coba, mulai dari yang mahal dan yang paling mahal. Menurut pria tampan itu semuanya sama, biasa saja, tidak ada yang spesial dari makanan bernama pizza tersebut.

Namun, tidak pernah Marsel rasakan sensasi seperti ini, maksudnya suatu rasa di makanan yang membuat cowok itu ingin merasakannya lagi dan lagi. Persis seperti seseorang yang tengah kecanduan kandungan nikotin di dalam rokok.

Marsel ingin lebih. Lebih dari sekadar mengulum jarinya sendiri. Ia ingin merasakan langsung dari sumbernya, tepatnya pada sesuatu yang ia usap beberapa waktu lalu. Pada objek yang tengah ditatap lapar oleh kedua mata kelamnya seperti hewan buas yang melihat seekor mangsa empuk.

Sampai satu tamparan keras sukses mendarat indah di pipi kanannya, membuyarkan segala fantasi gila yang sempat bersarang di kepala Marsel. Napas cowok itu berubah berat ketika panas perlahan mulai menjalar di sebelah wajahnya. Marsel tekan kuat bagian dalam pipinya menggunakan lidah lalu terkekeh rendah.

Kedua tangan Alana mengepal saat cowok itu menahan satu lengannya ketika ia akan berdiri. Mencengkeramnya erat sampai Alana menyimpulkan sendiri bahwa dirinya tidak akan Marsel biarkan lolos begitu saja usai melayangkan tamparan tadi.

Dengan berani ia tatap balik sorot tajam dari sepasang netra hitam yang Marsel miliki. Serta berjanji dalam hati kalau ia akan langsung meninju wajah tampan itu tanpa ragu kalau saja Marsel melakukan hal yang lebih gila dari menit sebelumnya.

Marsel menggeram rendah, keberanian diselimuti rasa takut yang terpancar dari sepasang iris cokelat terang Alana sedikit menggelitik dirinya, berhasil membuat sebelah bibir Marsel membentuk seringaian tipis.

"Belajar dari mana cara ngelewatin batas seperti tadi?" Marsel basahi bibir bawahnya lalu ia gigit sebentar ketika mengetahui kalau tangan yang sedang ia genggam erat mulai bergetar. "Sadar enggak dengan apa yang barusan lo lakuin ke gue?"

Napas Alana yang tadinya tenang berubah jadi tidak beraturan, dadanya naik turun dengan cepat, Marsel selalu berhasil mendominasi siapapun dengan caranya sendiri, menciptakan ketakutan besar dalam diri seseorang yang sudah mempunyai nyali untuk beradu tatap dengannya.

"Kamu yang ngelewatin batas."

Meskipun suara Alana samar-samar juga lirih, telinga Marsel masih bisa mendengarnya. Cowok itu memasang tampang meremehkan kemudian menghembuskan napas berat. "Gue? Hal apa yang gue lakuin sampai lo berani bilang kalau di sini, gue yang kelewat batas?"

Alana mengalihkan pandangannya ke televisi yang kini menampilkan iklan sabun cuci piring, takut terserang penyakit ayan bila harus terus-menerus bersitatap dengan Marsel. Namun tak lama setelahnya, satu tangan besar menangkup kedua pipinya. Pupil matanya melebar mendapati wajah Marsel menjadi lebih dekat ketimbang tadi.

MARSELANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang