⚠️Lestarikan vote di setiap bab yang kalian baca. Dilarang keras menjadi siders pada lapak ini⚠️
Jadilah pembaca bijak yang tahu cara menghargai karya orang lain setelah menikmatinya.
Happy reading
14. GARIS INTERAKSI
Culas ketika kamu tidak terima disakiti, sementara dirimu sendiri, gemar menyakiti orang lain.
***
Derap langkah kaki dua orang tersebut terdengar menggema di sepanjang koridor yang mereka lalui. Terkesan sangat buru-buru, padahal tempat yang hendak dituju saja belum ditentukan.Atensi para murid dalam pelajaran terpecah ketika dua insan itu melewati lokal mereka. Mata penasaran siswa siswi memandang dua manusia tadi melalui jendela kelas yang memang tembus pandang. Berakhir sang guru menggebrak meja sebab leher semua pelajar kompak berputar 120 derajat.
Sepasang sepatu salah satu dari mereka yang warnanya mulai pudar terseok mengimbangi langkah lebar sepatu baru asal brand Amerika Serikat yang bila dirupiahkan harganya mencapai angka jutaan.
"Sel, tunggu dulu, ini kita mau ke mana?"
Alana menoleh sebentar ke belakang. "Kita udah terlalu jauh Sel, kamu mau ngoreksi buku-buku ini memangnya di mana?"
Pertanyaan Alana lagi dan lagi tidak Marsel hiraukan, berkali-kali meringis kesakitan karena lengannya dicengkeram kuat oleh tangan besar cowok ini dari tadi.
Masih mencoba membebaskan satu lengannya."Sssh sakit Sel. Aku bisa jalan sendiri, enggak perlu kamu seret kaya begini."
"Jangan ngelawan, yang ada lo malah makin sakit."
"Itu poinnya Sel. Kenapa aku harus selalu ngerasa sakit? Padahal aku enggak ngelakuin salah sama sekali."
"Jalan lo lelet. Salah lo di situ."
"Memangnya kenapa sih? Enggak semua orang bisa jalan cepat seperti kamu. Apalagi bagi mereka yang punya kaki pendek."
"Lo tuh ya." Marsel berhenti melangkah, otomatis jalan Alana juga ikut terjeda. Beberapa helai rambut Alana yang diurai berada di wajah, menempel bersama dengan keringat yang baru Marsel sadari terbentuk di keningnya. Ia lepas lengan Alana lalu menyekanya dengan jari tanpa rasa jijik, setelah kering dicekalnya lagi lengan cewek itu.
"Lo aslinya memang sedongo ini? Sadar enggak kalau dari tadi kita berdua jadi pusat perhatian?"
Alana menghela napas, kepalanya mendongak memandang wajah tampan Marsel yang juga sedang menunduk, kedua netra cowok itu menatap kedua bola matanya silih berganti. Sementara lengannya masih berusaha untuk lepas dari genggam tangan Marsel yang mulai mengendur.
Alana menghela napas sekali lagi, kali ini lebih berat, letih berjalan cepat dan juga lelah dengan sikap kasar Marsel. "Makanya aku bilang tadi, 'biar aku aja Sel, yang ngoreksi tugasnya sendiri,' karena aku tahu kamu paling enggak suka jadi tontonan, dengan kamu jalan berdua sama aku, itu sama aja mancing perhatian yang lain," ucapan Alana terjeda kala cengkeraman Marsel kembali mengerat.
"Gue nggak masalah kalau jadi pusat perhatian. Gue sengaja buru-buru begini, itu karena lo. Gue tahu lo enggak suka jadi bahan gosip. Maka dari itu stop bicara, ikutin aja ke mana gue pergi, urusan ini bisa lebih cepat kelarnya sebelum bel istirahat bunyi."
Alana menggeleng, menolak keras perkataan Marsel. "Kamu balik lagi aja ke kelas, minta maaf sama Pak Bondang, guru galak itu enggak akan sampai hati nolak permintaan maaf muridnya. Aku bisa kerjain ini sendiri." Alana mencoba meraih buku di tangan Marsel menggunakan satu tangannya yang bebas, namun cowok itu dengan cepat menjauhkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSELANA
Teen FictionTinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan bajingan yang Marsel miliki. Laki-laki problematik yang berusia satu tahun di atasnya itu adalah soso...