"Benarkah?" Aku bergumam lirih. Masih mengkhawatirkan keadaan mereka.

Rasanya agak tidak masuk akal jika hanya aku yang terluka. Suara tembakan tadi malam terdengar begitu ramai. Seperti ada baku tembak antara beberapa orang. Jika banyak tembakan diarahkan ke arah kami, mengapa hanya aku yang terkena tembakannya? Itupun hanya satu peluru yang bersarang di tubuhku.

"Tak perlu memikirkan orang lain. Pikirkan keselamatanmu sendiri," ucap Darren, seolah tahu apa yang sedang kupikirkan.

Aku menatap Darren dengan tatapan tak yakin. Benarkah teman-temanku benar-benar baik-baik saja?

"Aku ingin melihat mereka," ucapku.

Darren mengangguk. "Tentu. Nanti siang selepas kelas mereka akan ke mari," jawabnya sambil bangkit. "Aku harus menyelesaikan sesuatu. Nanti siang aku kembali. Jangan lupa makan sarapanmu dan minum obatmu."

Setelah mengatakan itu, dia berlalu begitu saja keluar dari kamar. Ah, Darren sampai kapan pun memang akan selalu sama.

***

"Naomi ...."

Suara nyaring dari mulut Ainsley yang memanggil namaku mengiringi masuknya mereka ke ruang kamar rumah sakitku. Aku bahkan tak tau di ruang apa aku dirawat sekarang. Amber mengekor di belakang Ainsley sembari membawa parsel buah. Diletakkannya parsel itu di meja sebelum dia mengulurkan tangannya untuk memelukku.

"Oh, ya Tuhan, Naomi, maafkan aku. Karena aku kau jadi begini," Ainsley masih menceracau. Aku justru tertawa.

"Apa maksudmu? Ini kecelakaan. Bukan salahmu sama sekali."

Ainsley menggeleng. Sepertinya gadis itu masih bersikeras merasa bahwa dia yang menyebabkan ini semua. "Jika aku tak mengundangmu ke rumahku, mungkin ini semua tidak akan terjadi."

Air matanya tumpah. Dia memelukku sembari sesenggukan. Aku semakin tertawa. "Apa yang kau lakukan? Mengapa menangis?"

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" Amber yang sedari tadi diam mengamati tingkah Ainsley kini membuka percakapan.

"Aku baik. Bagaimana dengan kalian?" Aku balik bertanya. Kedua mataku memindai mereka satu per satu. Ingin memastikan bahwa kedua sahabatku ini benar-benar baik-baik saja.

"Kami baik. Tak ada luka apa pun yang kami dapatkan," jawab Amber.

"Ya, karena kita lari terburu-buru menyelamatkan diri sendiri dan meninggalkan Naomi sendiri di sana. Karena itulah hanya dia yang terluka, sementara kita tidak," sungut Ainsley sembari mengusap kedua pipi dan hidungnya yang basah dengan punggung tangan.

"Ya, kau benar. Maafkan kami, Naomi." Amber menunduk saat mengucapkan itu.

Aku menggeleng tak percaya. "Oh, yang benar saja! Aku baik-baik saja, kalian lihat, kan? Lagi pula ini kecelakaan. Pastinya kita semua memiliki insting untuk menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu. Sayangnya aku tak bisa berlari secepat kalian. Itu saja."

Ainsley terlihat ingin mendebat. Namun, dengan cepat aku menepuk bahunya sembari tersenyum untuk meyakinkan bahwa aku tak apa. Lalu, dia mengurungkan niatnya dan mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain.

"Oh, iya, di mana Darren?" Dia bertanya sembari celingukan, memutar mata memindai seluruh ruangan.

"Tadi pagi dia di sini, lalu saat aku bangun dia bilang ingin mengerjakan sesuatu dan pergi begitu saja," jawabku.

"Ah, kau tau, ada yang aneh dari Darren," ucap Ainsley antusian sambil menarik kursi lebih dekat ke arahku.

"Semalam aku menelepon 911 saat kau jatuh dan tak sadarkan diri. Setelah itu aku menghubungi Andrew untuk meminta nomor Darren dan mengabari bahwa kau terluka. Namun, belum sempat aku menghubungi Darren, lelaki itu sudah muncul di depan rumahku bersama ambulans."

Aku menatap Ainsley dengan tatapan bingung. Sementara kedua manik gadis berambut merah itu membelalak seolah berusaha meyakinkanku bahwa dia tidak bercanda. Aku mengalihkan pandangan ke arah Amber, dan gadis itu mengangguk. Memvalidasi kebenaran ucapan Ainsley.

"Bagaimana dia bisa tahu bahwa kau terluka di rumahku, padahal aku belum memberitahunya," tambahnya lagi. Dahinya semakin berkerut.

"Mungkin Andrew memberitahunya terlebih dahulu, dan dia bergegas ke sana," Amber mengungkapkan analisanya.

Namun, Ainsley menggeleng. "Tapi dia membawa ambulans. Tidak mungkin dia bisa membawa ambulans secepat itu bersamanya, kan?"

Amber mengangkat alisnya. Terlihat sedang memutar otak. "Mungkin saja saat dikabari oleh Andrew, dia langsung menghubungi ambulans saat hendak menuju rumahmu. Jadi, dia bisa tiba di rumahmu berbarengan dengan datangnya ambulans itu."

Ainsley terlihat berpikir. Tangannya menopang dagu sembari bola matanya menghadap ke atas. Setelah itu, dia mengangguk. "Cukup masuk akal. Meskipun aku tidak yakin apakah ambulans bisa datang secepat itu? Dan sedang di mana dia sampai bisa tiba di rumahku secepat itu?"

Mereka berdua kembali tenggelam dalam analisa masing-masing. Sementara aku hanya mendengarkan sembari menerka-nerka apa yang dilakukan Darren malam itu. Kafe Zach ada di lingkungan dekat rumah Ainsley. Apakah Darren sedang berada di sana saat penembakan itu terjadi? Tapi, untuk apa?

***

Mawar Merah Sang CEO Where stories live. Discover now