5. Besok Bareng Ke Kantor

1.4K 190 8
                                    

"Ayo buruan," ajaknya tanpa peduli dengan perubahan wajahku. Perutku memang terasa lapar tapi melihat wajah menyebalkan lelaki ini, rasa laparku kontan lenyap.

"Perjalanan kita masih cukup jauh," katanya lagi seolah sedang membujukku. Aku menarik napas panjang dan tak lama kemudian beranjak dari dudukku. Kenapa tidak mengajak makan saat kami masih di Bogor? Padahal di sana banyak pilihan makanan yang enak.

"Aku sudah memesan makanan tadi," katanya saat aku telah keluar dari mobil. Keningku berkerut dan menatapnya dengan wajah tidak percaya, bagaimana jika tadi aku menolak makan bersamanya, bukankah makanan yang telah dipesannya akan sia-sia? 

Dengan memesan makanan terlebih dahulu, Damar benar-benar ingin menunjukkan jika dia yang memegang kendali atas semua hal, hingga memesan dan memilih makanan pun harus dia yang melakukannya. Menyebalkan. Aku kesal tapi lapar, jadi tidak ada bisa kulakukan selain mengikuti langkahnya.

Damar membawaku ke salah satu tempat makan yang terdapat di rest area. Sebuah tempat makan dengan makanan bercita rasa oriental. Aroma makanan yang tercium jelas saat pintu terbuka membuatku menahan napas. Menyebalkan. Lelaki ini tahu saja caranya membuatku tidak akan menolak tawarannya.

Sebenarnya aku ingin sekali bertanya kenapa dia mesti memesan makanan terlebih dahulu, tidak langsung mengajakku ke tempat ini. Tapi sudahlah, bukan hal yang penting untuk ditanyakan karena aku begitu lapar dan yang kuinginkan saat ini hanya makan.

Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul tiga sore. Waktu yang telat untuk memulai makan siang. 

Saat aku sudah duduk di tempat duduk yang ditunjukkan oleh Damar, tak lama makanan pun diantar ke meja kami. Aku mengernyit karena merasa aneh dengan banyaknya makanan yang dipesan oleh Damar. Dia mau menghabiskan semua makanan yang dipesannya?

Mataku masih menatapnya dengan tatapan tidak percaya sementara Damar terlihat tidak peduli dan akan memulai makannya. 

"Ini terlalu banyak." Akhirnya aku tidak tahan untuk berkomentar.

"Kamu melewatkan acara semalam, jadi anggap saja ini sebagai gantinya," balasnya. Sebagai gantinya? Aku memang kelaparan saat ini, tapi mana mampu menghabiskan makanan sebanyak ini.

Karena tidak ingin berbicara lagi padanya, akhirnya aku diam dan memulai makanku. Rasa lapar membuatku tidak ingin berdebat dengannya lagi.

"Masih terasa nggak nyaman?" tanya Damar beberapa saat setelah aku memulai makanku.

"Apanya yang nggak nyaman?" tanyaku bingung. Jika dia tanya apa perasaanku masih tidak nyaman setelah dia mendapatkan promosi, tentu saja aku akan mengiakannya.

"Perutmu," jawabnya. 

"Masih," jawabku singkat karena hal itu yang masih kurasakan saat ini. 

"Jangan khawatir, setelah ini aku masih mampu melanjutkan pekerjaan," sambungku saat sadar ke mana arah pembicaraan Damar. Aku berdehem pelan setelah selesai berbicara dan kembali melanjutkan makanku. 

Aku dan Damar menikmati makan dalam diam. Nyatanya makanan yang dipesan memang tidak habis dimakan dan membuatku. Sayang banget, makanan sebanyak ini berakhir dengan dibuang.

"Pak Damar terlalu berlebih memesan makanannya," sindirku setelah kami menyelesaikan makan.

"Mau dibungkus? Bisa buat makan malam nanti," balasnya.

"Nggak," sahutku tegas. Aku masih bisa memesan makanan sendiri untuk makan malamku. Kalau sudah tahu akan tersisa banyak, buat apa di memesan makanan dalam jumlah banyak. 

Oh sial! Ternyata ucapanku tidak sejalan dengan perbuatanku. Nyatanya saat Damar akan membayar makanan kami dan meninggalkan banyak makanan yang tersisa, dalam hatiku malah berontak dan tidak sadar sudah meminta pelayan untuk membungkus makanan yang sama sekali belum tersentuh. Walaupun Damar yang membayar makanan kami, tetap saja aku tidak rela jika makanan itu dibuang begitu saja.

Setelah melakukannya, aku malah memaki diriku sendiri. Aku benci dengan sikapku yang plin-plan ini. Sudah pasti Damar menertawakanku saat ini.

Agar terlihat tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang aku lakukan tadi, aku masuk ke mobil dengan tenang dan menyimpan kantong berisi makanan tadi di kursi belakang. Semakin aku bersikap tenang, semakin kecil kemungkinan Damar untuk mengejekku.

"Minggu depan kita mesti bertemu dengan Mr. Fujita lagi untuk menyerahkan kontrak kerjasama kita," ucap Damar bersamaan dengan mobilnya yang melaju perlahan meninggalkan rest area.

"Bapak bisa membawa Rien atau Vera, rencananya saya mau ambil cuti minggu depan," balasku. Aku sudah tahu kemana arah pembicaraan Damar, karena itu lebih baik aku membuat rencana untuk diriku. Capek banget harus menemaninya tiap minggu ke luar kota.

"Nanti akan aku siapkan draft kontrak kerja samanya," sambungku.

"Nggak bisa dimundurkan cutinya? Lagi pula minggu depan itu akhir bulan," katanya mengingatkan. 

"Sepertinya nggak bisa, Pak. Saya harus pulang ke Semarang karena ada sedikit keperluan," balasku. Keperluan apaan? Beli tiket pesawat saja belum. Biarin, aku tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Damar saat ini. Biasanya aku paling jarang mengambil cuti jika tidak ada hal yang penting, tapi saat ini aku bahkan ingin mendapatkan jatah cuti lebih banyak dari biasanya.

Damar diam dan tidak melanjutkan pembicaraan. Mungkin dia sedang berpikir dengan keras siapa yang bisa menggantikanku untuk menemaninya ke Bogor minggu depan atau bisa jadi dia malah sedang memikirkan cara bagaimana agar aku bisa membatalkan cutiku.

"Sepenting apa keperluannya?" tanyanya tiba-tiba di saat aku sudah hampir bernapas lega karena berpikir dia tidak akan membahas hal itu lagi. Mataku mengerling sambil berpikir dengan cepat alasan apa yang bisa menyakinkan bos menyebalkan ini.

Jika aku mengatakan ada salah seorang keluargaku yang akan menikah, apa dia masih akan melarangku mengambil cuti? Tapi bagaimana jika nanti dia meminta bukti berupa undangan? Duh. Melihat menyebalkannya dia, sepertinya bisa saja hal itu akan dilakukannya. Orang tua sakit? Nggak deh, aku kayaknya jahat banget sampai berharap orang tuaku sakit. Lalu apa?

"Ah itu ..., hal yang sangat pribadi, Pak. Sebenarnya tidak bisa dikatakan sekarang karena akan menimbulkan gosip tidak baik," jelasku berusaha memperpanjang waktu sambil kepalaku sedang memikirkan alasan yang tepat. Apaan sih yang aku bicarakan ini, buat kepalaku pusing saja.

"Pernikahan?" tanyanya.

"Nggak ..., bukan pernikahan. Tapi yang agak mirip dengan itu," jawabku. Lagi-lagi aku memaki diriku di dalam hati karena kembali mengarang kebohongan baru.

Cukup sudah, aku tidak mau mempersulit diriku dengan kebohongan yang aku katakan tadi.

Diamnya Damar tidak membuatku lega. Dia pasti sedang memikirkan cara agar cutiku dibatalkan. Sementara Damar sedang diam, aku harus memikirkan jawaban-jawaban untuk pertanyaan yang mungkin akan diajukannya padaku.

Sepertinya aku bisa bernapas lega karena lelaki di sebelahku ini tidak berbicara lagi hingga memasuki Jakarta. 

"Kita kembali ke kantor lagi, Pak?" tanyaku berbasa-basi karena saat ini jam sudah menunjukkan jam pulang kantor.

"Langsung pulang saja, besok kita bahas lagi di kantor," balasnya.

"Kalau begitu, aku turun di halte terdekat aja," pintaku karena aku harus kembali ke kantor untuk mengambil mobilku.

"Buat apa?" tanyanya yang entah kenapa terdengar begitu ketus.

"Mobilku masih di kantor," kataku.

"Besok saja," balasnya. 

"Besok bagaimana?" tanyaku bingung.

"Besok baru ambilnya," jawabnya. Mataku masih sempat melirik ke arahnya, wajahnya terlihat tegang dan serius. Dia pasti kelelahan setelah sepanjang hari menyetir, salahnya sendiri yang tidak mau membawa sopir kantor.

"Kalau nggak diambil sekarang, besok repot ke kantornya, Pak," kataku memberi alasan. Lagian dia tinggal menurunkanku di halte terdekat, sama sekali tidak ada hal yang akan menyulitkannya. Tapi dari raut wajahnya terlihat seperti dia akan melakukan hal yang teramat sulit.

"Aku antar kamu pulang sekarang, besok kita bareng ke kantor," ucapnya dan kemudian membesarkan volume suara pemutar musik di mobilnya, seperti pertanda jika dia tidak mau mendengar sanggahan apa pun dariku lagi.(*)

Silahkan mampir ke KaryaKarsa buat yang mau baca lebih cepat, di sana barusan update bab 23 dan 24. Link ada di profil ya ❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulan yang KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang