18. above the clouds

Start from the beginning
                                    

Reuni yang menyenangkan bagi Mingyu sore ini sepertinya tidak berlaku bagi Seungcheol. Bukannya tidak senang, ia hanya merasa semakin bersalah. Bagaimana bisa ia lupa dan sempat berpikir betapa baiknya seorang Mingyu hanya karena seseorang yang dikenal laki-laki ini beberapa tahun lalu. Seseorang yang mungkin Mingyu juga tak lagi mengenalnya, dan jelas Mingyu tak tahu menahu apa yang dialami Jeonghan sebab Mingyu sudah pergi keluar negeri beberapa bulan sebelumnya.

Seungcheol melirik Jeonghan melalui bahu Mingyu. Pria itu sedang mengalihkan wajah, mengulum senyum menyadari apa yang dipikirkannya. Ia lupa, bahwa Jeonghan cukup ahli membaca pikirannya hanya dari raut wajah.

"Gyu, bagaimana kabarmu?" tanya Seungcheol, bukan hanya sekadar basa-basi meski itu ia tujukan agar Mingyu segera melepaskan pelukannya.

"Ah, kalau ini lain kali kita bicarakan sambil minum. Kau juga berhutang banyak cerita padaku." Mingyu kembali melirik Jeonghan yang sedang menyentuh perutnya dan berdeham pelan.

Seungcheol tersenyum, lalu berkata, "Kau benar." Ia melihat Mingyu yang kembali melirik Jeonghan, bermaksud mengajak. "Tidak dengan Jeonghan," tambah Seungcheol, membuat Mingyu terkekeh.

"Aku tahu. Masih saja posesif," canda Mingyu.

Jeonghan melotot. "Itu karena aku sedang hamil," ucap Jeonghan cepat-cepat, padahal seharusnya tidak perlu. Apa sebenarnya yang hendak ia jelaskan padahal Mingyu tidak pernah tahu hubungan seperti apa antara ia dengan Seungcheol.

Tawa Mingyu kini terdengar sedikit keras. "Aku tahu, Kak Han. Aku tidak segila itu. Kalian berdua tegang sekali, sih?"

Jeonghan mencebik, lalu melangkah dan berdiri di sebelah Seungcheol, memegangi sikunya. "Ayo, kita pulang."

Seungcheol mencoba menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimanapun sejak semua kekacauan yang mereka hadapi, Jeonghan yang menyentuhnya terlebih dahulu masih saja membuatnya terkejut. Ia kemudian berpamitan pada Mingyu dan membiarkan Jeonghan menempel di sebelahnya.

"Kabari aku kalau kau ada waktu!" teriak Mingyu yang kemudian berjalan ke arah lift untuk ke parkiran basemen.

Semula, Seungcheol mengira Jeonghan memegangnya karena mereka di depan Mingyu. Tapi sampai mereka tiba di depan mobil, Jeonghan belum juga melepaskan pegangan pada sikunya. "Kau baik-baik saja?" tanya Seungcheol, baru menyadari kerut-kerut gelisah di wajah Jeonghan.

"Dia begitu aktif hari ini. Nyaris seharian, bukannya aku tidak nyaman ...," kata Jeonghan pelan.

Seungcheol mengikuti arah pandang Jeonghan ke perut, lalu memandang Jeonghan yang sedang menggigit bibir. Ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Kau ingin makan sesuatu?"

Jeonghan menggeleng. "Bukan." Ia memandang Seungcheol takut-takut sebelum melanjutkan, "Aku ingin kau menyentuhnya. Kupikir ... kupikir ia hanya ingin diusap olehmu."

Seungcheol bisa saja bersorak jika mereka tidak sedang di depan kantor. Tapi meskipun tidak di depan kantor, ia juga tidak akan berani bersorak berlebihan di depan Jeonghan betapapun bahagianya ia sekarang. Ia mendekat dan menyentuh perut Jeonghan, mengusap-usap pelan sementara Jeonghan memejamkan mata menikmati hal itu.

"Kita pulang?" tanya Seungcheol, setelah dua menit mengusap Jeonghan yang tak menyadari beberapa karyawan yang melintas memperhatikan mereka. Seungcheol bukan malu, ia justru takut Jeonghan yang malu jika menyadari kalau mereka sedang diperhatikan.

Jeonghan membuka mata dan berkedip dua kali, hampir lupa kalau mereka masih berdiri di depan kantor. "Mmm ... ya, terima kasih."

Seungcheol membukakan pintu untuknya, lalu masuk sendiri dan membantunya memasang seatbelt.

FlowerWhere stories live. Discover now