Takdir Di Ujung Jalan

350 170 304
                                    

Assalamualaikum..
Enjoy..

Enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

*

*

*


"Waalaikumsalam, kenapa, Lam? hal apa yang ingin lo omongin?" jawab Haris, dengan nada penuh penasaran.

Alam menarik napas dalam-dalam. "Selamat malam, Haris. Maaf jika gue mengganggu waktu lo," katanya pelan. "Sebenernya gue pengen ngomongin soal berita di televisi ... yang tentang peledakan di Pelabuhan Jakarta Utara semalam," kata Alam dengan suara pelan, tapi menegangkan.

"Oh yang itu rupanya," gumam Haris. "Gue udah tahu dari siang tadi, ada rumor jika pelakunya itu berasal dari perusahaan besar, emang kenapa? Perusahaan lo dituduh? Alam ID dituduh jadi tersangka?" tanya Haris penuh khawatir.

Alam menghela napas panjang. "Ya, Itu sudah pasti, perusahaan gue dituduh habis-habisan, sama kepolisian Jakarta Utara, terus katanya malam ini kepolisian bakal menjemput gue, buat dimintai keterangan lebih lanjut."

"Tunggu ... lo beneran ada sangkut pautnya sama itu?"

"Tentu engga!" suara Alam naik satu oktaf, menandakan frustasi. "Gue difitnah, ada yang menjebak gue. Gue benar-benar ga nyangka."

Alam menjelaskan lebih dalam, mengenai hal apa yang membuat perusahaannya tertuduh: seperti logo Alam ID di badan truk, yang diduga menjadi penyebab utama ledakan itu.

Namun, Alam bisa menyangkal hal itu, karena dirinya tak mengirim truk ke Pelabuhan Jakarta Utara malam itu, tpi tentu saja polisi engga percaya dan tetap menangkapnya nanti.

Jadi, siapa pemilik truk itu sebenarnya?

"Yang sabar ya... gue tau lo kuat buat ngadepin ini semua," kata Haris dengan suara pelan mencoba menenangkan.

Lalu telepon itu berakhir, Alam menatap lama ponselnya itu, memandang wajahnya yang penuh frustasi. Dengan langkah berat, ia menaruh ponselnya di meja.

Alam memegang kepalanya yang terasa berat, penuh beban.

Siapa sebenarnya orang yang menjebaknya?

Kenapa dia begitu tega?

Apa motifnya?

Alam yang sudah muak, mulai mengepalkan tangannya kuat. Dengan raut wajah yang makin mengeras.

"Awan...," suaranya serak, memanggil asistennya yang tak jauh darinya.

Awan menoleh, menghampiri Alam dengan cemas. "Ada apa, Pak?"

Alam menatap tajam. "Ayo kita pergi dari sini. Engga lama lagi polisi bakal dateng."

Nusantara BajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang