FEM

50.6K 3.1K 44
                                    

Sudah dua tahun Fritdjof tinggal di negara ini. Minggu lalu dia pindah ke apartemen ini. Juga pindah dari tempat kerjanya yang lama. Keputusan yang tepat. Kehidupannya akan semakin menarik mulai dari sini. Fritdjof tersenyum samar.

Ada beberapa alasan kenapa dia menyukai negara ini. Alasan pertama, tidak ada seorang pun yang mengetahui masa lalunya. Dia terbebas dari pertanyaan orang-orang tentang masa lalunya. Hal ini membantunya untuk cepat bangkit dan melupakan semua kejadian buruk itu. Negara ini sangat hangat, seperti yang dia inginkan. Cuaca di Denmark benar-benar mengerikan dan tidak masuk akal. Fritdjof lega akhirnya dia terbebas dari udara dingin sepanjang tahun di sana.

Tidak hanya cuacanya yang hangat, orang Indonesia pun bersikap hangat kepadanya. Mereka mengucapkan kata maaf ketika tidak sengaja menabrak orang, atau mengatakan permisi ketika lewat dan ingin minta jalan. Tidak masalah mengajak ngobrol siapa saja—orang di warung kopi, di pinggir jalan, sopir taksi atau siapa saja—dan semua akan menjawab dengan ramah.

Tidak seperti di negara asalnya, mereka merasa tidak perlu mengatakan maaf atau permisi. Tidak suka beramah-tamah dengan orang lain. Hanya menanggapi orang dengan seperlunya saja. Orang-orang sangat tertutup dan tidak suka akrab dengan orang lain. Jika ada orang yang bertanya kabar, orang Denmark dengan tidak acuh akan menjawab 'baik'. Tidak benar-benar ingin orang tahu bagaimana kabar mereka. Kalau orang sedang bernasib baik, Danes akan bersikap sopan—mereka tidak mengenal kata ramah.

Fritdjof, as same as other Danes, is very cold and take a long time to warm up to people. Bukan maksudnya ingin bersikap dingin kepada orang-orang yang baru dikenalnya di sini. Tetapi itu adalah kebiasaannya, dia terlahir dan tumbuh besar bersama dengan kebiasaan itu. Dan itu sulit sekali dihilangkan.

Tidak mudah bagi Fritdjof untuk memulai percakapan dengan Kana. Demi Tuhan, Fritdjof sudah berusaha membuat suaranya terdengar ramah. Tapi suara yang keluar dari mulutnya tetaplah dingin dan datar. Suaranya terdengar lebih seperti seorang polisi yang sedang menginterogasi pencuri. Hal itu sepertinya meninggalkan kesan buruk mengenai dirinya pada Kana. Kana bukan wanita pendiam, tapi dia enggan berbicara dengan Fritdjof.

"What is the algorithm* for approaching a woman? Looks like there is a bug** in my social life that I must solve," gumamnya dalam hati.

***

Kana mengembuskan napas lega ketika Fritdjof pamit pulang. Sedari tadi dia memasang wajah lelah ketika duduk di depan televisi, dengan Fritdjof duduk di sebelahnya. Berharap Fritdjof paham bahwa dia ingin sendirian. Di antara mereka, tidak ada yang berbicara selama duduk satu jam ditemani televisi yang sedang menyiarkan berita. Kana sibuk menenangkan dirinya. Aroma parfum dari laki-laki di sebelahnya tadi menguar begitu kuat sehingga membuat otaknya kehilangan fungsi. Memikirkan dirinya sedang duduk berdekatan dengan Fritdjof, berdua saja, membuat jantungnya bekerja tidak seperti biasanya. Sebelumnya Kana tidak pernah merasa canggung dan gugup meng­hadapi laki-laki. Bahkan bisa membuat mereka tergila-gila kepadanya, hanya dengan satu senyuman saja.

Tapi saat ini, dia sedang tidak mau melakukannya. Tidak ingin tersenyum pada Fritdjof. Kana menilai Fritdjof bukan tipe laki-laki yang menjalin hubungan untuk bersenang-senang. Pembawaannya jauh dari kesan laki-laki berengsek yang suka tebar pesona. Itu yang membedakan Fritdjof dengan semua teman kencannya selama ini.

Menurut pengalaman Kana selama ini, dia bisa membuat sebuah teori. Lelaki tampan biasanya berengsek. Kalau ada lelaki tampan dan baik di dunia ini, mereka semua sudah menikah. Tampan, baik, dan belum menikah? Mungkin dia lelaki tidak mapan. Sementara laki-laki tampan, baik, belum menikah, dan mapan tidak tahan menghadapi Kana. Jika ada yang tampan, baik, belum menikah, dan mapan, yang mau dekat dengannya, dipastikan laki-laki itu player. Lebih mengenaskan lagi, setiap laki-laki tampan, baik, belum menikah, mapan, tahan dekat denganya dan setia, dia homoseksual. Kalau Kana sampai menemukan lelaki yang tertarik padanya, yang tampan, baik, lajang, kaya, setia, straight, dan akan selalu mencintainya, laki-laki itu pasti bermasalah dengan otaknya. Kana belum bisa menggolongkan Fritdjof dalam kategori mana.

***

Kana mengeluh dalam hati ketika harus berada satu lift dengan Fritdjof pagi ini. Sebagai pihak yang masuk lebih dulu, akan lucu kalau dia keluar lagi hanya karena melihat bosnya masuk lift yang sama. Dengan sangat terpaksa Kana menahan napas, saat mencium aroma menyenangkan yang menguar dari tubuh tinggi besar di sampingnya. Atau dia akan gila.

And he is good looking. Kana mengakui dalam hati.

"Morning, Sir." Ya, seharusnya Kana melakukan ini, mengingat laki-laki ini adalah atasannya.

"Morning." Fritdjof menjawab tanpa ada intonasi dalam suaranya.

Kana berpikir mungkin orang ini harus ikut les vokal, untuk belajar mengatur suaranya agar sedikit lebih bernada. Agar mengenal intonasi dan dinamika.

Yang begini ini yang diidolakan teman-temannya? Laki­laki yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan benar, tampak dingin, dan misterius. Tapi sesuatu yang misterius biasanya lebih menarik perhatian. Sudah kodratnya. Kana mengangkat bahu, urusan ini tidak ada hubungan dengannya.

"Al!" Kana berteriak riang ketika melihat Alen begitu pintu lift terbuka. Dua hari kemarin Alen tidak masuk kerja.

Kakinya berjalan cepat menghampiri Alen dan tangannya langsung melingkar di leher Alen. Kana tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya ketika melihat Alen. Sepasang mata dengan tajam menatap dari balik tubuh Kana. Kana bisa merasakannya.

"Oi ... oi...." Alen berusaha melepaskan pelukan Kana.

"Congratulations!" Kana menepuk pipi Alen.

"Kita tiap hari ketemu kok kamu nggak cerita?" tanya Kana sambil mengekori ke mana saja Alen melangkah. Alen duduk di kursinya, dan Kana mendekat, berdiri menyandar di meja Alen.

"Cerita apa?" Alen tidak mengerti.

"Soal kamu dan Kakak." Kana tersenyum lebar.

"Itu ... aku masih terlalu bahagia jadi aku rasanya kehilangan kata-kata." Alen menjawab dengan dramatis.

"Aku kayaknya bakat jadi mak comblang. Apa aku buka jasa biro jodoh aja, ya?" Kana menggumam. Sepertinya itu bisnis yang cukup menjanjikan.

"Cari jodoh untuk diri sendiri sana." Teguran Alen membuat Kana langsung mengurungkan niatnya membuka biro jodoh.

Sepertinya cinta memang bisa membuat orang bahagia. Tadi pagi saja Kira terus tersenyum ketika memasak sarapan sambil menelepon Alen. Sudah lama Kana tidak melihat Kira tersenyum sesering itu. Kana sudah tidak sabar menunggu saat Alen ­benar-benar menjadi keluarganya dan membuat kakaknya setiap hari bahagia. Seperti apa anak Alen dan Kira kelak. Apa dia akan geeky juga seperti ayahnya?

***

Fritdjof duduk diam di kursinya, bertanya-tanya mengenai hubungan macam apa yang dimiliki oleh kedua anggota timnya itu. Kana tanpa merasa sungkan langsung memeluk Alen begitu melihatnya. Apakah memang seperti itu budaya di sini? For them, Danes, pelukan dan ciuman hanya dilakukan jika dua orang benar-benar sangat dekat, dan hubungan rekan kerja tidak bisa dikategorikan dekat.

Urusan asmara bawahannya memang bukan urusannya. Tapi dia tidak suka melihat Kana nyaman dekat dengan laki-laki lain. Dia ingin menjadi laki-laki itu. Satu-satunya laki­laki yang berada di dekat Kana. Setelah dua tahun hatinya mampu mengabaikan pesona wanita yang jelas-jelas ingin mendekatinya, kali ini hatinya malah bereaksi dengan wanita yang jelas-jelas tampak tidak ingin berada di dekatnya.

_____

*Urutan langkah logis untuk menyelesaikan masalah dalam permograman.

**Cacat pada kode program yang menyebabkan program tidak berjalan.

***

THE DANISH BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang