[ BAB - 44 ]

20.3K 2K 1.3K
                                    

Bantu koreksi typo, ya❤

BAB 44 — ONE STEP TO HEAL











Bunyi ujung pulpen yang menggesek kertas adalah backsounds ruang kerja seseorang. Thonio tidak melakukan aktivitas apa-apa, selain mengawasi si Tuan Besar yang tengah menandatangani berkas dokumen pengajuan izin pembangunan rumah sakit.

“Thonio.”

Thonio menoleh, ia bangkit dari posisi. Tidak banyak yang tahu kepribadian asli yang tersembunyi di balik tampang datar dan irit berbicara atasannya. Jujur— di beberapa momen, Pangestu memang pemimpin yang keras, dan tidak segan menyirami bawahannya dengan kata-kata pedas jika berbuat salah. Semua agar bisnis berjalan sebagaimana semestinya. Sebab, dalam struktur tata laksana perusahaan, selalu ada 'dalang' yang mencoba merebut kuasa yang dimiliki petinggi, tidak jarang juga antar mereka bersaing secara tidak sehat untuk saling menjatuhkan satu sama lain.

“Kamu lebih pilih artis atau Putri Indonesia?”

Tanpa keterangan terperinci, Thonio menangkap inti pembicaraan Pangestu.

“Kurang tahu, Pak.”

Belum tertarik menjalin hubungan, Thonio memilih menjawab sesuai kata yang terlintas di kepalanya.

“Jawab, aja, saya butuh saran.”

“Saya pilih Navella, terlepas dari skandal beliau, istri dr. Alam, sangat peduli pada Anda, Pak.”

Pangestu menaruh pulpen ke meja, mengusap wajah, pria paruh baya yang bagian depan rambutnya mulai berubah itu mendesah berat.

“Ada apa, Pak?”

“Enggak apa, saya salah ngomong ke mantu saya. Alhasil, saya kepikiran.”

“Selama Bapak tidak membandingkan istri dr. Alam dengan perempuan lain, saya rasa masih aman, Pak. Dr. Alam pasti akan memaafkan.”

“That's the problem, saya membandingkan Navella dengan Sasmaya.”

Sasmaya? Ah ..., mantan kekasih dr. Alam lima tahun yang lalu. Di mana, masa tersebut Pangestu bertemu Sasmaya dan memaksa si puan berpisah dari putra sulungnya, akibat merasa pekerjaan si puan begitu melanggar tradisi keluarga.

Fase Alam mengalami penurunan peforma kinerja, fase ketika Alam rapuh dan bahkan tergelincir ke dunia malam.

Thonio tahu, seberapa besar rasa bersalah Pangestu, tetapi—sebagai orang tua yang ego-nya tinggi. Kasus itu terkubur, dengan Alam yang berpura-pura tidak tahu, serta Pangestu yang apatis, bahkan bersikap abai terhadap penderitaan yang dialami sang putra sulung.

“Sudah ketemu alamat rumah asli Navella?”

“Sudah, Pak—alamatnya di Jakarta.”

Pangestu mengangguk, dirinya sengaja mencari tahu kehidupan masa kecil Navella yang dirahasiakan. Ia ingin mencoba mengenal menantunya dengan cara tersendiri, sebagaimana yang selalu ia lakukan.

Pintu yang diketuk menginterupsi obrolan mereka—tanpa komando, Thonio beranjak membuka pintu. Ia menaikan alis, melihat senyum canggung perempuan yang bertamu.

“Silahkan masuk,” ujar Pangestu, ia mendaratkan bokong ke sofa single.

Tadinya, Thonio ingin menunjukkan arah jalan. Si mbak manajer salah kaprah dan malah menjabat telapak tangannya, yang membuat efek keterkejutan bagi Thonio.

MY SOFTLY HUBBY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang