Bantu koreksi typo, ya❤
【BAB 41 — PELURU】
Sepuluh menit lagi, adzan sholat isya akan segera berkumandang. Alam sudah membersihkan diri, selepas melakukan hal yang tidak elok di kamar mandi. Ini membuat pria itu flashback ke masa di mana dirinya masih remaja, untuk menuntaskan hajat yang tertampung, ia menggunakan tangan; demi mengurangi pening yang menyerang kepala.
Alam tak tahu, di usianya yang nyaris menginjak kepala empat akan melakukan hal tersebut. Asli, ia enggan menyalahkan Navella, tetapi istrinya yang sedang mengandung anak mereka tidak berhenti mengundang syahwat.
Sehari berlalu sejak Alam dan Navella berkunjung ke kediaman orangtuanya; sejak saat itu, Navella terus memakai baju dinas, bahkan dengan tidak senonoh-nya menjatuhkan tali baju, agar seluruh area leher ke perbatasan dada sang istri terbuka lebar.
Jika tidak hamil, Alam pastikan Navella terkurung di kamar sampai subuh, ia akan menjejali leher putih bersih itu, menandai wilahnya sepuas hati, jiwa dan raga. Sayang, apa yang pikirkan hanyalah sebuah angan belaka.
Lho?
Netra Alam mengedar, mencari pelaku penyiksaan dirinya di ruang kamar. Istrinya tidak ada, lantas ia melangkah keluar, usai menggantung handuk mini yang barusan ia gunakan untuk mengeringkan rambut.
Living room, nihil—Navella tidak ada di spot yang menjadi andalan si nona artis. Alam menuju dapur, ia mengeryit—tidak menemukan siapa-siapa.
Ruang tamu? Navella tidak ada.
Tidak ..., jangan sampai Navella kabur akibat tidak tahan akan sikap orangtuanya. Alam buru-buru ke kamar, ia menjangkau ponsel, mencoba menelepon pihak kepolisian.
Belum sempat men-dial nomer polisi kenalannya, ia mendengar suara berisik dari dapur. Tak sabar, Alam lekas melesat menuju dapur.
Oalah
Navella bersembunyi di balik kicthen counter, Alam sudah panik duluan, padahal belum sejam Navella menghilang dari jangkauannya. Alam panikan.
“Ngapain di sini, Nduk?”
Navella berjongkok, sembari meratapi dua bungkus nugget yang ia ambil dari kulkas. Mengelus plastik nugget, ia mengitari bentuk makanan itu memakai jari telunjuk.
“Aku sedih ...,” lirih Navella. “Ada jutaan masakan di dunia kita, kenapa Nugget enggak mau makan nugget? Lihat, Pak De ..., nugget-nya nangis, gegara sakit hati enggak aku makan.”
Alam memejamkan mata, ia serasa ingin tertawa—tetapi menahan diri. Wong, apa yang menimpa si nona artis adalah hasil perbuatannya sendiri. Ya, ia turut andil membuat Navella merana begini.
“Ayo, berdiri—” ajak Alam. “Enggak baik jongkok lama, Nduk.”
“Semesta udah enggak berpihak sama aku, ya, Pak De?”
“S-Semesta?”
“Ng—aku letih, lesu, loyo, insomnia, amnesia juga, gegara enggak makan nugget.”
Hiperbola sekali istrinya. Entah mengapa, Alam justru gemas di situasi yang tidak tepat. Dirinya berpindah posisi ke belakang Navella, menuntun si nona artis berdiri.
Begitu dramatis, Navella menjulurkan tangan, ia berusaha meraih nugget.
“Udah, ya? Besok saya coba buatin nugget tahu— siapa tahu kamu ngerasa eneg, karena nugget dari bahan daging?”
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SOFTLY HUBBY [END]
Romance[ 🔞🔞 Tidak sehat bagi jantung jomblo ] Prinsip hidup Alam sederhana, tidak mencari masalah dan enggan menikah. Sementara prinsip hidup Navella kompleks, si biang onar yang ingin cepat menikah. Pertemuan mereka bermula dari status dokter-pasien, b...