6. Ego

120 8 2
                                        

Bell pulang sekolah sudah berbunyi, para murid berhamburan keluar kelas, tidak terkecuali Singto dan Krist.

"Krist, mau pulang bersama?" Tawar Mix pada Krist.

"Tidak, aku bawa motor sendiri" Ucap Krist menolak tawaran dari Mix.

"Ohh, baiklah. Kalau begitu aku duluan ya"

"Emh" Krist mengangguk, Mix berlari meninggalkan Krist yang tengah berjalan santai menuju parkiran.

"Ini, gunakan helm mu" Krist dari jarak yang tidak terlalu jauh melihat pemandangan dimana Singto sedang memakaikan helm untuk Sarun.

"Ayolah Sing, jarak dari sini ke rumah tidaklah terlalu jauh" Ucap Sarun, atau gadis yang berada di depan Singto.

"Keselamatan nomor 1 Sarun" Ucap Singto, Krist seakan tidak mendengarkan percakapan antara Sarun dan Singto itu. Dia terus berjalan hingga berada di samping Singto dan juga Sarun.

"Singto, bukankah itu Krist?" Ucap Sarun sambil melihat ke arah Krist.

"Hai Krist" Panggil Sarun pada Krist, Krist yang dipanggil pun melihat ke arah Sarun.

"Ya" Jawab Krist Singkat.

"Singto, berbicaralah. Kau mengatakan jika kau rindu dengan Krist kan" Singto terbelalak mendengar penuturan dari Sarun. Dia lupa bahwa sepupunya itu adalah orang yang tidak akan segan dan sedikit frontal.

Krist setidaknya merasa sedikit lega mendengar ucapan Sarun.

Sarun pun mendekati Krist.

"Krist, apa kau tahu? Singto bahkan hampir menangis, dia bercerita tentang kalian berdua dan dia mengatakan kalau dia merindukanmu" Ucap Sarun, Krist hanya tersenyum saja menanggapi ucapan Sarun. Ingin rasanya dia berbicara dan memeluk Singto saat ini, karena dia merindukan Singto juga. Tapi egonya itu sangat tinggi, tanpa mempedulikan ucapan Sarun, Krist menyalakan motornya dan melenggang pergi meninggalkan Singto dan Sarun.

"Sudah aku bilang, dia tidak akan mau berbaikan denganku" Ucap Singto, mereka berdua pun naik ke atas motor.

"Itu menurutmu, kau tidak tahu saja bagaimana wajahnya berekspresi, dari sorot matanya pun aku tahu bahwa dia merindukanmu juga" Jawab Sarun.

"Kau tahu Sing? Kadang kita tahu perasaan seseorang bukan dari perkataannya saja, tapi juga dari raut wajah dan sorot mata. Dari dua hal itu pun kita akan mengetahui perasaan seseorang"

"Apa kau seorang cenayang?"

"Bukan, tapi aku mengetahuinya. Dia juga merindukanmu Sing, cobalah berbicara dengannya"

"Bagaimana aku bisa berbicara dengannya, sedangkan kau sendiri melihat sikapnya"

Singto diam saja, mengabaikan apa yang setelah itu Sarun ucapkan, dia lebih memilih untuk melajukan motornya daripada mendengar ocehan Sarun yang tidak akan berujung.

Pulang sekolah, kini Sarun dan Singto tengah duduk saja di Sofa dekat Televisi.

"Kapan kau akan berbaikan dengan Krist?" Lihat? Dia tidak akan berhenti jika belum mendengarkan jawaban yang pasti.

"Ini masalahku dengan Krist, kenapa kau ikut campur? Kau juga tidak tahu apa yang terjadi" Ucap Singto karena sedikit kesal dengan Sarun yang terus saja mendesaknya untuk berbicara dengan Krist.

"Memangnya apa yang terjadi hingga kau tidak mau berbaikan dengan Krist?" Tanya Sarun makin penasaran entah apa yang terjadi di antara mereka berdua. Pasalnya, Singto hanya mengatakan jika mereka ada masalah, tapi Singto tidak kunjung memberitahu apa masalah yang terjadi di antara mereka berdua hingga membuat Sarun sangatlah penasaran.

"Huhhh" Singto menghela nafasnya panjang. Mungkin, dia harus menceritakan masalahnya agar Sarun tidak selalu mendesaknya untuk terus berbaikan dengan Krist.

"Aku kemarin berlibur dengan Krist..." Dan Singto menceritakan apa yang terjadi setelahnya dan juga menceritakan jika Krist adalah seorang Homophobia.

"Tunggu, apa yang menjadikan Krist seorang Homophobia?" Sarun bertanya tentang hal yang bahkan Singto pun tidak tahu.

"Aku juga tidak tahu" Jawab Singto.

"Lagipula, kenapa kau bodoh sekali mencium bibir Krist, padahal kau sendiri tahu jika Krist adalah seorang Homophobia" Ucap Sarun, Singto merasa dihakimi dengan pernyataan Sarun.

"Naluri ku berjalan begitu saja, pikiranku entah kemana. Aku mencium bibir nya dengan sadar, dibilang aku sedang mabuk juga tidak. Aku dengan sadar menciumnya, bibirnya begitu lembut dan terasa manis" Jawab Singto jujur, Sarun diam dan seakan terbungkam dengan penuturan Singto.

"Apa kau menyukai Krist?"

"Ya, aku menyukainya. Aku sadar jika aku menyukainya, bukan bukan menyukainya, aku sudah mencintainya. Aku tidak suka saat melihat dia dekat dengan Mix, entah kenapa, hatiku rasanya panas melihat mereka berdua bersama" Singto kembali jujur lagi.

"Aku tidak bisa ikut campur dalam urusan perasaan seseorang, walaupun itu kau yang sepupuku. Sebaiknya kamu berusaha sendiri untuk berbaikan dengannya" Setelah mengucapkan itu, Sarun pun pergi. Jika sudah menyangkut tentang masalah hati, lebih baik dia tidak usah ikut campur, karena Singto lah yang merasakannya, bukan dia sendiri.

Keesokan harinya, di sekolah. Suasana masih saja sama, Krist dan Singto masih dalam suasana seolah sedang perang dingin. Tidak ada pembicaraan di antara keduanya, saling sapa pun tidak.

Jam istirahat pertama, Krist pergi ke kantin bersama teman sekelasnya yang lain, sedangkan Singto pergi dengan Sarun. Walaupun awalnya Sarun menolak untuk pergi ke kantin dengan Singto, karena setidaknya dia butuh teman yang lain, bukan Singto. Jika dia hanya bergaul dengan Singto, maka dengan siapa dia akan berteman di sekolah barunya ini?

Tapi jawaban dari Singto lain, dia mengatakan bahwa, dia tidak suka pergi ke kantin sendiri, dia juga tidak pergi ke kantin bersama dengan teman sekelasnya karena mereka sudah pergi dengan Krist, tidak mungkin juga dia pergi dengan mereka sedangkan Krist berada disana.

"Ayolah Singto, disini sebenarnya Krist yang membencimu, atau kamu yang membencinya" Ucap Sarun yang tidak habis pikir dengan apa yang Singto pikirkan.

"Aku hanya belum siap untuk berbicara dengan Krist" Jawab Singto, entah karena egonya atau karena memang begitu kenyataannya, Singto tidak kunjung menunjukkan sikap bahwa dia ingin mulai berbicara dengan Krist.

Sedangkan Krist sendiri, dia terjebak dengan egonya. Dia ingin berbicara dengan Singto, tapi egonya berkata jika dia ingin Singto lah yang lebih dulu berbicara dan mendekat padanya. Mereka terjebak dengan egonya masing-masing.

Di kantin, kembali Krist mendapat pemandangan yang tidak menyenangkan untuk dilihat. Apalagi jika bukan melihat Singto yang tengah berbicara dengan Sarun dan pembicaraan mereka tampak serius dengan Sarun yang sesekali menggelengkan kepalanya bahkan sampai menepuk dahinya.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Krist menyaksikan semua adegan itu sehingga membuat hati Krist memanas karena seakan ada api yang membakar hatinya itu.

Bell masuk pun berbunyi, di dalam kelas Krist tidak fokus dengan materi yang di sampaikan oleh gurunya, dia hanya terus menghela nafas gusar karena terus terbayang dengan kedekatan antara Singto dan juga Sarun. Siapa gadis itu dan apa hubungan mereka?

Hingga guru pun keluar dan Bell istirahat kedua pun berbunyi. Hati Krist sudah tidak tahan lagi, dengan cepat pergi ke bangku Singto dan menarik tangan Singto secara tiba-tiba. Singto terkejut dengan Krist yang secara tiba-tiba menarik tangannya, apalagi dengan wajah Krist yang seakan kesal.

Singto diam saja melihat tangannya ditarik oleh Krist hingga ke sebuah kelas kosong dimana tempat dirinya dan Krist berdua untuk merokok.

"Krist" Ucap Singto setelah Krist melepaskan tangannya. Krist tidak menjawab, dia langsung saja berbalik badan menghadap Singto dan tanpa Singto duga, Krist mencium bibirnya.

Mata Singto terbelalak karena terkejut.

TBC

This Is Love? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang