[ BAB - 32 ]

19.4K 1.7K 547
                                    

Bantu koreksi typo, ya❤

BAB 32 DEEP











Dalam rangka menjernihkan pikiran—spot area yang dipilih Alam adalah supermarket yang buka 24 jam. Ia mendorong troli, sembari memikirkan Navella pula mengintrospeksi diri dari kesalahan yang ia perbuat.

Pria itu memasukan belasan bungkus nugget tanpa melihat merek, yang terpenting menambah stok makanan kesukaan istrinya. Ia juga mencari bahan makanan dengan mempertimbangkan situasi serta kondisi gizi fisik Navella. Tidak peduli bahan yang ia pilih merupakan makanan yang tak ia konsumsi, selama sang istri membutuhkannya, ia memasukan seluruh bahan ke troli.

Pulang nanti, dirinya akan memasak menu yang disukai Navella. Demi, menebus rasa bersalahnya. Sungguh, ia memaklumi kedua belah pihak, baik kedua orangtuanya yang terbiasa atas kehadiran Anjanina, maupun ketidaknyamanan istrinya.

Sebenarnya, benar yang dikatakan Navella, orang tuanya tidak semestinya membiarkan Anjanina menginap lagi. Terlepas dari apa yang menjadi alasan gadis tersebut menginap. Wajar memang, papi dan mami menyayangi Anjanina sebegitunya. Tetapi, mengingat Anam telah bercerai, hubungan Alam dan Anjanina sudah asing.

Masa kedua orangtuanya membiarkan gadis lain menginap, sedangkan istrinya tidak ditawari?

“Eh?”

Alam refleks mengeluarkan ponsel, ketika melihat foto istrinya muncul di banner produk skincare. Ia menangkap gambar, nampak begitu bangga akan pencapaian Navella.

Setelah mengambil beberapa foto, ia memindahkan foto barusan ke album yang berjudul; ‘Istriku’.

Terhitung sejak pernikahan mereka berdua, Alam telah mengoleksi dengan total 987 foto. Foto selfie, screenshoot artikel mengenai Navella, iklan produk istrinya. Pokoknya, di manapun Alam melangkah setiap kali ia menemukan gambar Navella, ia pasti mengabadikan gambarnya.

Belasan tahun memegang ponsel, Alam tak pernah begitu terobsesi hingga menyimpan ribuan foto— ia memang sering mengambil gambar makanan atau foto dokumentasi bersama rekan kerja dan keluarga, tetapi jumlahnya bahkan tak menyentuh dua ratusan foto dalam setahun.

Dahulu, Alam senantiasa mengejek Aldy, kala sang pemuda menimbun foto Navella, katanya sangat tidak penting—toh buang-buang memori, sekarang ia menjilat ludah sendiri.

Alam memang memiliki cara tersendiri, mendukung kegiatan Navella.

Jika enggan menanyakan langsung, ia memakai jalur khusus, yakni bertanya kepada Sandiana.

“Mas! Mas suaminya Nave, 'kan? Omg!”

Si gadis berambut pendak di depan Alam melompat  ria, memandangi sang bapak dokter lamat-lamat; seolah apa yang ia saksikan kini adalah keajaiban dunia.

“Iya, benar,” pungkas Alam, lugas.

“Boleh minta foto enggak, Mas?”

“Ah ..., maaf saya enggak bisa,” tolak Alam, “Saya bukan artis, Mbak. Tapi ....”

Alam meraih dompet, ia mengeluarkan photocard yang bertanda-tangan real Navella. Menyerahkan foto saat istrinya berpose V-sign kepada si gadis.

Yaahh!”

“Kamu fansnya Nave?” tanyanya.

“Iya! Ih! Gue ngefans dia, cakep banget!” jawab si gadis, hendak meraih foto, Alam mencegahnya.

MY SOFTLY HUBBY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang