Bantu koreksi typo, ya❤
【BAB 31 — ARGUMENT】
Dinamika hidup manusia itu selayaknya roda yang berputar. Navella sendiri telah membuktikannya-ia berjuang terus merangkak, meniti karir hingga dapat mempertahankankan ketenarannya selama satu dekade. Namun, untuk beberapa orang yang Navella temui, roda mereka ibarat roda pesawat yang tengah terbang di ketinggian. Meskipun roda tersebut berputar; posisinya masih tetap di atas.
Contohnya, gadis yang mengobrol hangat bersama papi mertuanya di seberang meja.
Anjanina kehilangan papa dan kekasihnya, tetapi ia senantiasa dikelilingi orang-orang yang peduli—sewaktu Navella kehilangan ibunya, ia menangis seorang diri di kamar; entah menangis akibat sakit karena kepergian ibunya, atau menangis perkara kelaparan. Terlalu campur-aduk, di usia dirinya yang belia, ia sangsi memvalidasi perasaan.
“Iya, Pi, emang direkturnya Kelana corp, nyebelin—Nina gedek banget pas ketemu. Tapi, mama nyuruh Nina ngebangun relasi sama beliau.”
“Nah, iya, 'kan?” Pangestu terkekeh. “Papi terpaksa harus sabar ngehadepin sifat sombongnya.”
Dentingan sendok yang beradu dengan piring pun meramaikan backsound perbincangan Pangestu dan Anjanina. Rumi berpamitan sebelum mereka makan malam; harus menemui seseorang. Alhasil, Navella, Pangestu dan Anjanina berakhir di meja makan, bertiga.
Navella menyuruh Sandiana pulang, agar tidak kecapekan menunggu dirinya yang mengadakan sesi dinner dadakan. Sejujurnya, ia menyesal.
Mendingan, ia berpamitan. Sikonnya kini, jauh dari kata normal.
Situasi Navella melampaui nyamuk-nya kawula muda yang berpacaran, ia benar-benar tidak memahami konteks percakapan Anjanina dan Pangestu keduanya membahas mengenai bisnis yang begitu membingungkan. Ia merasa diasingkan, sebab bisnis bukan ranahnya.
Navella mendengarkan obrolan mereka dengan seksama; ia turut mengamati detail aksi Anjanina yang teramat terstruktur.
Cara menyendok, mengganti sendok, menggunakan pisau—semuanya teramat berbeda dari dirinya.
Even tadi, sewaktu memeras jeruk lemon ke piring, Navella sebatas memeras tanpa babibu, sedangkan Anjanina, menusuk lemon dahulu memakai garpu, lalu memerasnya.
Navella menyadari ketimpangan manner antara mereka berdua. Meskipun tidak terlihat feminin, Anjanina tipikal perempuan mewah yang anggun.
Wajar, keluarga Rajarendra mengincarnya, serta sudah sepatutnya orang sekitar Alam bergunjing mengenai landasan mengapa Alam tak menikahi Anjanina saja.It's a simple reason; Anjanina dan Alam setara—baik pendidikan maupun bibit bobotnya, mereka di tingkat yang sejajar.
Tidak.
Navella tidak insecure, ia sebatas berpikir rasional. Jika ia sahabat terdekat Alam, pastinya ia bingung pula turut bertanya-tanya; "Mengapa memilih artis yang asal-usulnya tidak jelas? Oke, image Anjanina di luar cukup tercoreng, tetapi tidak berlaku pada realitanya.
Masuk akal semisal Navella tidak direstui. Aduh— Anjanina bukan saingan dirinya sama sekali; ia tak merendahkan value sendiri, namun bagaimana bisa secuil emas disandingkan dengan bongkahan berlian? Not apple to apple.
“Eh, Nave ..., Nave kenal sama anak bungsunya,” tutur Anjanina, kepada Navella.
Si nona artis yang mengacak-acak sayuran, lantas mendongkak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SOFTLY HUBBY [END]
Romance[ 🔞🔞 Tidak sehat bagi jantung jomblo ] Prinsip hidup Alam sederhana, tidak mencari masalah dan enggan menikah. Sementara prinsip hidup Navella kompleks, si biang onar yang ingin cepat menikah. Pertemuan mereka bermula dari status dokter-pasien, b...