[ BAB - 28 ]

22.1K 1.7K 566
                                    

Bantu koreksi typo, ya❤

BAB 28 CATCHING FEELING













“Udah selesai penanganannya, Dy?”

Aldy mengangguk lemas, Alam memprediksi alasan mengapa dokter bedah umum muda tersebut pucat pasi. Dahulu, reaksinya serupa—disertai dengan kepala yang berdenyut nyeri, ia berusaha supaya dapat terlihat tegar di depan pasien.

Mereka kedatangan seorang pria yang berusia 49 tahun. Mulanya, Aldy mengira si bapak mengantar pasien, dugaannya meleset. Si bapak yang nampak bugar itu adalah pasien gawat darurat mereka.

Pada kuku jari jempol si pasien, tertancap mata kail pancing yang berukuran besar. Aldy tidak sanggup membayangkan bagaimana ngilu yang dirasakan pasien. Ia merinding disko sebadan-badan sampai ingin menangis.

Sepanjang menangani pasien, dirinya tak berhenti meringis.

Good job, Dy, kamu makin jago skill-nya,” puji Alam, menepuk pundak Aldy. “Saya ke bangsal anak dulu. Mau bagi-bagi permen.”

“Aku enggak dikasih, Dok?”

“Kamu udah gede, enggak ada jatah.”

Aldy mendengkus. “Buat jeng San, Dok, dia suka makanan manis.”

Alam mengernyit, “Kamu manggil mbak Sandiana jeng?”

“Iya,” pungkas Aldy. “Nave-ku yang suruh panggil, gitu, aja—biar imut-imut, Dok.”

Navella usil sekali, parahnya si Aldy mengabulkan kemauan istrinya. Ia manggut-manggut, mengiba ke Aldy, tetapi pria itu nampak menikmati.

Mungkin, dirinya saja yang merasa aneh jika pihak laki-laki memanggil Jeng ke kaum Hawa. Konteks anehnya tak bertujuan bernegatif thinking. Sebatas pemikiran sepintas yang terlanjur terbersit di benak.

“Yaudah, saya kasih.” Alam mengambil permen di saku celana seragam OK-nya. “Tahu, 'kan? Permen saya spesial, bahan dan pengolahannya terjamin.”

Aldy menerima enam buah permen yang diberikan Alam dengan kedua telapak tangan. Senyum lebar terlukis di bibirnya. Alam memperhatikan kumis tipis sang lawan bicara, ia terkekeh—baru sadar; Aldy terlalu sibuk, makanya lupa mencukur kumis.

Namun, Aldy cocok dengan penampilannya yang sekarang, sesuai usia. Menutupi paras baby-face yang terkadang membuat pekerjaan sang dokter terkendala, perkara dikira anak sekolahan yang menyamar menjadi dokter.

Thankyou, dr. Alam.”

“Dy, saya mau nanya.” Alam menunda niat yang mau berkunjung ke bangsal anak. “Tentang Nave saya.”

“Boleh, Nave-ku kenapa, Dok?”

“Nave ....” Alam menggantung kata, sejujurnya agak miris menanyakan perihal istrinya kepada orang lain, walaupun Aldy fans garis keras Navella, tetap saja—Alam terasa begitu tak mengenal sang istri, ia menghela. “Boros, ya?”

“Boros! Boros banget—dia hedon akut, Dok. Dari pertama aku ngikutin dia, beuh! Terus selalu flexing, di IG, di semua sosmed. Keknya, fans Nave-ku tahu, yang bikin Nave-ku dijuluki okb, karena pamerin barang branded mulu. Seakan, tiap dia shopping— seluruh fans dia mesti mantau. Perhatiin postingan Nave-ku di IG, Dok. Postingannya gucci, prada, dan merek beken laen. Aku akumulasiin, ya—seminggu ada kali sepuluh biji tas branded dia beli. Kenapa, Dok? Tapi, kalau aku jadi suaminya, sih, enggak apa. Aku bukan cuma banting tulang, jualin tulang pun aku jabanin.”

MY SOFTLY HUBBY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang