CH 6

277 45 0
                                    

Doyoung mengikuti pria kurus itu di belakang dan melihat ke bawah pada peta di tangannya. Dia merasa perlu tahu kemana dia akan membawanya.

[Ruang Tamu Sayap Timur: Parlor 1]

Tempat yang dituju adalah ruang tunggu atau ruang penerimaan tamu yang berada di sebelah Arena.

Ruang itu tampak seperti lounge bandara. Di salah satu dinding terdapat barisan meja katering yang panjang untuk menikmati teh, minuman, dan makanan ringan. Sofa-sofa yang terlihat empuk di dalam ruangan terbagi menjadi beberapa kelompok.

Saat mereka memasuki ruang yang didekorasi sangat mewah itu, para tentara dan anggota staf yang duduk di sana pun melompat.

"Letnan Kolonel-nim, halo!"

"Semoga hari Anda menyenangkan, Letnan Kolonel-nim."

Para tentara mengangkat tangan mereka untuk memberi hormat seolah sudah menjadi kebiasaan dan menundukkan kepala sebagai salam. Setelah itu, mereka membersihkan tempat yang mereka duduki sebelumnya dengan rapi.

Doyoung merasakan perasaan aneh saat melihat mereka buru-buru meninggalkan ruangan. Keluarnya mereka yang tergesa-gesa terlihat lebih seperti sedang melarikan diri daripada menyerahkan ruangan itu.

Di sisi lain, Kangjun berjalan ke sofa tanpa ragu-ragu seakan tingkah laku mereka suatu hal yang wajar.

Dia mengenakan seragam yang rapi tanpa kesalahan dan sarung tangan kulit berwarna hitam di tangannya. Ada tanda pangkat perak di bahu seragam biru tua itu, serta aksen putih di beberapa tempat yang tampak teratur dan bersih.

Suasananya begitu heterogen sehingga menimbulkan keraguan apakah dia benar-benar bersaudara dengan Sa Iijun yang baru saja mengenakan seragam tempur serba hitam berlumuran darah.

Kangjun mendekati sofa, mengeluarkan sapu tangan sutra dari sakunya dan menyeka kedua sandaran tangan sofa kulit di sana. Setelahnya, dia membuang sapu tangan itu ke tempat sampah.

Doyoung melebarkan mata. Saputangan itu tampaknya merupakan merek mewah jika dilihat dari logo di atasnya.

Sambil duduk, Kangjun menunjuk sofa yang berada di sudut sisi kanannya.

"Silahkan duduk."

Doyoung duduk di tempat yang ditunjukkan olehnya sementara pandangannya masih belum teralihkan dari tempat sampah. Dia terus menebak-nebak alasan kenapa dia memanggilnya.

Namun, sepertinya Kangjun tak berniat mengatakannya segera. Dia duduk dengan menyilangkan kaki, meletakkan ipad yang dia pegang ke pangkuannya, dan dengan santai menunduk.

Doyoung diam-diam mengamati pria tampan itu yang berpenampilan baik dengan mata hitam pekat miliknya.

Fitur wajahnya sangat indah. Garis-garis halus di bawah rambut pomade yang disisir rapi menampakkan kulit dahinya yang cerah.

Wajahnya yang tabah tampak tak memperlihatkan keserakahan seakan patung yang dipahat dengan hati-hati. Meski begitu, dia terasa seperti sebuah eksistensi yang jauh.

Bahunya membentang lebar di bawah wajah yang tidak realistis itu. Tidak sulit untuk menebak bahwa ada tubuh terlatih di balik seragam yang dikenakannya.

Doyoung yang mengagumi bayangan kabur dari otot paha yang sedang bersilang itu pun kemudian menunduk menatap pada pahanya sendiri.

Tiba-tiba dia bertanya-tanya apakah ada fasilitas pelatihan fisik di sini. Pastinya itu ada. Dan gratis.

"Sa Kangjun."

Pada saat itu, Kangjun membisikkan namanya dengan suara pelan. Doyoung, yang tenggelam dalam pikiran lain, mendongak kaget.

[𝐵𝐿] ꜱɪᴇʀʀᴀ ᴛᴏ ᴊᴜʟɪᴇᴛWhere stories live. Discover now