FORGET ME NOT | 8. TAK TERDUGA
*****
Dengan tampang datarnya Delvin mendahului Ayra masuk ke dalam rumah. Seakan perkataan yang dilontarkannya beberapa puluh menit yang lalu dianggap tidak penting bagi Delvin. Namun, tidak untuk Ayra. Kalimat Delvin terus terngiang di kepalanya.
Memang, mereka baru bertemu dan mengenal satu sama lain. Tetapi apakah semudah itu bagi Delvin mengucapkan kalimat ambigu kepada perempuan? Yaa, walaupun Ayra jelas tau mereka bersaudara, tetapi tetap saja itu mengartikan bahwa ia dan Delvin kedepannya kemungkinan akan terus bersama seperti ini?
Persetan dengan itu!
Ayra meruntuk kesal melihat tingkah Delvin yang seakan berubah ke setelan awal saat pertama kali mereka bertemu. Dingin dan datar!
Begitu langkah Ayra menyentuh ambang pintu, bertambah satu kejadian lagi yang membuat batin Ayra semakin kebingungan sebab melihat Delvin yang menggandeng Riska keluar rumah tanpa menanggapi kehadirannya di sini. Semakin kesal Ayra dibuatnya. Tidak, ya! Bukan karena Ayra cemburu, melainkan dua manusia tidak tahu diri itu sengaja mengabaikan dirinya yang jelas-jelas mereka lewati saat di depan pintu tadi!
Ayra lantas masuk ke dalam rumah mencari keberadaan mamanya. Berniat beralasan untuk mencari cara agar bisa meninggalkan rumah ini. Toh, buat apa juga dirinya di sini? Lagian sudah banyak sanak saudara yang membantu mempersiapkan makanan dan keperluan untuk acara tahlilan malam nanti.
"Ma, Ayra mau pulang, ya?" ucap Ayra di sisi Paramitha yang sibuk menggoreng tahu tempe.
"Hah?" Paramitha menghentikan aktivitasnya. "Kenapa Ayra mau pulang?"
Ayra berlagak memasang tampang lelahnya. "Ayra capek, Ma. Mana besok Ayra shift pagi," keluhnya berharap Mamanya tertipu akting dadakannya.
"Loh, kenapa pulang, Ay?" Bukannya Paramitha yang menyahut, melainkan Amel yang baru saja kembali dari pasar.
Ayra menghela napas frustasi, tetapi tetap pada mode aktingnya. "Ayra besok shift pagi, Tante." Tak lupa ia merendahkan nada bicaranya---lesu---agar menunjang aksi berbohongnya.
Amel menaruh beberapa plastik belanjaan di atas meja makan diikuti Destin di belakangnya. "Kalau gitu, Ayra istirahat dulu di kamar Abang Delvin. Nanti kalau acaranya sudah selesai dan Mama Ayra mau pulang, biar Tante bangunin."
"Iya, Ay. Ada Aisyah sama Ameera juga, tuh, di kamar Delvin," sambung Destin yang mendekati Ayra. "Istirahat, yuk, biar Kakak anter."
Ayra menggerutu dalam hati. Bagaimana ini? Sepertinya alasannya tadi kurang tepat. Harusnya ia lebih cepat beberapa menit sebelum kedatangan Tante Amel. Kalau begini ceritanya malah tambah rumit.
Ayra menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gak papa, Tante, Kak. Ayra mau istirahat di rumah aja," kekeuhnya berharap disetujui oleh mereka.
"Kenapa, kamar Delvin berantakan, ya? Makanya Ayra risih istirahat di sana?" ceplos Destin bersamaan dengan kedatangan Delvin di dapur belakang.
Delvin yang merasa dirinya disebut menoleh pada Destin. Dengan ekspresi datar dan sebelah alis terangkat.
Kenapa juga manusia ini harus muncul sekarang?! Rasanya hampir mustahil untuk Ayra melancarkan aksinya.
"Gimana gak berantakan? Yang nyuruh anak-anak main di kamar Delvin juga siapa?" Delvin berkata tenang namun berhasil menyentil kakaknya perempuannya itu.
Terdengar kekehan ringan Destin. Ia lalu berlagak mengelus punggung adiknya. "Sabar, keponakan-keponakan kamu kan masih kecil semua, Vin. Yang penting mereka ngumpulnya di kamarmu aja, gak keliaran kemana-mana," ujar Destin yang mengundang tawa kecil Paramitha dan Amel.
Mengacuhkan candaan Destin, Delvin beralih pada Ayra. "Tunggu di sini. Biar dirapikan dulu kamarnya."
"Loh, gak usah, Bang," tolak Ayra halus. "Biar Ayra pulang aja sekalian istirahat di rumah." Berkali-kali sudah Ayra berkata ingin pulang saja, tetapi begitu susahnya menembus persetujuan keluarganya ini.
Tanpa di duga, Delvin malah memegang lengan Ayra agar mengikutinya. Sebelum langkah keduanya keluar dari dapur, Amel berkata pada Delvin, "Oh, iya, Vin, Riska kemana, ya?"
"Sudah pulang," balas Delvin.
"Loh, kenapa?" tanya Amel lagi.
"Delvin usir." Delvin menjawab dengan tenang namun berhasil menarik perhatian sanak keluarganya yang berada di dapur ini. Mereka mendadak terdiam dengan ekspresi terkejut.
Berbanding terbalik dengan yang lain, Destin malah kembali terkekeh. "Dasar Delvin. Kelakuannya ketahuan banget kalau sudah gak suka sama orang, walaupun itu mantannya sendiri," gumamnya yang membuat Amel tersenyum tipis dalam diamnya.
*****
Begitu langkahnya berhenti di depan pintu kamarnya, ia melepaskan genggamannya dari lengan Ayra. Ia pun membuka pintu dan refleks mengecek kondisi kamar sebelum melangkah masuk. Delvin akhirnya bisa bernapas lega karena kamarnya aman terkendali. Ternyata Aisyah dan Ameera sudah tertidur pulas di atas karpet. Untungnya kondisi kamarnya tidak separah yang Delvin bayangkan. Hanya ada beberapa mainan lego dan boneka yang tergeletak di antar kedua keponakannya itu.
Menyadari Ayra tak mengikutinya, Delvin berhenti, menoleh ke belakang. "Kenapa diam?" Sebab tak kunjung direspon Ayra, Delvin memutuskan kembali mengandeng Ayra untuk masuk ke dalam kamar.
Setelahnya Delvin beralih mengangkat Aisyah ke tempat tidur, kemudian Ameera. Mereka berdua tertidur sangat pulas sampai tak terusik sedikit pun ketika Delvin memindahkannya.
Selesai memposisikan Aisyah dan Ameera di ujung kepala kasur, tak lupa Delvin menambahkan bantal dan guling sebagai pembatas agar keduanya tidak menganggu tidur Ayra nantinya. Ahhh, Ayra akui, Delvin terlihat sangat telaten mengurus anak-anak.
"Sudah. Ayra istirahat dulu. Abang mau ke depan lagi." Tanpa menunggu jawaban Ayra, Delvin langsung meninggalkan kamar dan menutup pintunya kembali.
Ayra yang hanya bisa bernapas pasrah mendudukkan diri di kasur Delvin. Kasur ini lumayan besar untuknya dan dua keponakannya ini. Aisyah dan Ameera terlihat sangat cantik bahkan saat tertidur pulas. Ayra pun membaringkan tubuhnya di samping mereka. Akhirnya, meski awalnya terpaksa menurut, Ayra ternyata bisa tertidur nyaman di kamar Delvin ini.
*****
"Mumpung keluarga pada ngumpul di sini, sekalian ada yang mau di omongkan ini sama kamu, Mit." Ujar Amel sesuai acara tahlilan saatnya para keluarga ngumpul bersama sembari makan, minum dan menyantap cemilan.
Paramitha lantas menghentikan kunyahan kue bolunya, menatap iparnya penasaran. "Ada apa, Mba?"
Amel tersenyum canggung. "Sebelum Mas Alfian meninggal, kami sekeluarga inti sempat ngebahas soal Delvin dan Ayra. Ya, walaupun kami tau sebelumnya keluarga kita kurang akrab tapi kami berniat buat ngedekatkan Delvin sama Ayra. Ya, mudahan ada jodohnya sampai menikah, insyaallah."
.....

KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
Teen FictionSemuanya berawal sejak Ayra menghadiri perkumpulan keluarga sewaktu kepergian Ayah Delvin. Ayra mengira ini adalah awal keakraban keluarga intinya dengan keluarga besar Papanya. Namun, ada niatan tersembunyi keluarganya yang malah hendak menjodohka...