Sebelum aku menjawab, Mami datang dan berkata. "Nggak perlu repot-repot. Terimakasih."

Mami menyuguhkan teh manis hangat diatas meja dan mempesilahkan Tante Shae meminumya.

"Terimakasiih." kata Tante Shae lalu ia meneguk teh buatan Mami.

"Tehnya enak sekali," puji Tante Shae. "Terimakasih sekali lagi."

"Itu teh chamomile, kesukaan saya."

Tante Shae tersenyum lagi. "Sebelumnya saya mau meminta maaf karena datang kesini diwaktu yang nggak tepat. Saya Shae, sekretaris Bapak Rudi."

"Ya, ada perlu apa? Bukannya suami saya ada kerjaan di kantor?"

Tante Shae melirikku. "Bisa saya bicara empat mata dengan Mbak Harum?"

Mami menyuruhku naik ke atas kamar. Let me remind you, aku bukan ada penurut dan sedang ingin tahu banyak hal pada saat itu, jadi aku tidak naik keatas melainkan bersembunyi dibalik tembok pemisah antara ruang tamu dan ruang keluarga.

Tante Shae mulai bicara, tapi pelan sekali. Aku harus menempelkan telingaku ketembok agar mendengar percakapan mereka. Suasana hening setelah Tante Shae berkata bahwa ia sedang mengandung anak dari Bapak Rudi yang mana adalah Papiku. Jadi, perutnya buncit karena sedang hamil ya? Tante Shae sedang mengandung adik bayi dari Papiku, itu artinya aku akan punya adik? Mami pernah menjelaskan bagaimana adik bayi bisa lahir dan hidup pada saat aku umur 5 tahun dan saat itu aku merengek ingin punya adik karena beberapa temanku memilikinya dan Mami berjanji akan memberiku adik disaat yang tepat. Apakah itu saat yang tepat? Tapi kenapa malah Tante Shae yang hamil dan bukan Mami? Itulah pikiran anak 7 tahun yang menguping obrolan orang dewasa saat itu.

Keadaan masih hening untuk beberapa saar kemudian minggu pintu rumahku dibuka dan suara Papi terdengar memanggil namaku. Aku ingin sekali berlari menghampiri Papi dan memeluknya tapi aku kan sedang bersembunyi. Kalau Mami tahu aku tidak naik ke atas kamar, bagaimana?

"Shae, kamu sedang apa disini?" suara Papi terdengar berbeda, seperti orang ketakutan.

Yang selanjutnya terjadi sungguh diluar dugaanku. Mami berteriak meminta kejelasan sambil menangis, diikuti suara tamparan keras beberapa kali. Aku gemetar. Siapa yang ditampar? Papi? Atau Mami? Aku ingin sekali keluar dan memeluk Mami, aku ingin membantu Mami! Tapi aku takut! Sangat takut.

Aku mengintip dari balik tembok, Papi sedang memegang kedua lengan Mami dan mencoba menenagkannya tapi Mami terus memberontak dan berteriak kencang sambil memukul dada Papi berkali-kali. Aku langsung bersembunyi lagi, aku takut.. aku belum perah melihat Mami semarah itu.

Seluruh tubuhku gemetar. Aku takut sekali.. Mami terus berteriak memaki Papi dan Tante Shae. Papi hanya diam dan meminta maaf kepada Mami tapi Mami terus berteriak diikuti bunyi tamparan keras. Aku menghapus air mataku yang tanpa sadar telah jatuh membasahi pipi, lalu bergegas menaiki tangga. Aku masuk kedalam kamar dan menenggelamkan tubuhku dibawah selimut hello kitty milikku.

Aku pernah beberapa kali mendengar kedua orangtuaku bertengkar namu tidak pernah sehebat saat itu. Bahkan dari dalam kamarku dilantai dua, suara teriakan Mami masih nyaring terdengar. Papi mulai ikut membentak Mami. Lalu mereka saling berteriak satu sama lain. Lima menit... sepuluh menit.. isakan tangis Mami semakin menjadi. Aku ingi membantu Mami.. aku ingin membantu Mami.. aku ingin memeluknya..

Aku terbangun karena seseorang menarik selimutku. Ketika aku membuka mata, Mars sudah ada disampingku. Kulihat jendela kamarku, langit sudah gelap. Aku ketiduran hingga malam hari dan hasilnya kepalaku jadi sakit sekali. Mars tersenyum lebar seakan tidak terjadi apa-apa pada keluargaku pagi tadi. Ia memberiku sekotak hadiah berisi music box dengan figure ballerina didalamnya. Aku hanya tersenyum. Untuk bicara saja rasanya berat sekali.

Mars cerita tadi pagi ia dan Mamanya, Tante Garin, mendengar keributan dari rumahku dan Tante Garin berinisiatif mendatangi rumahku dan terkejut dengan peperangan yang terjadi antara Mami dan Papi yang disebabkan oleh Tante Shae. Tate Garin lalu menelfon Pak RT dan beberapa tetanggaku untuk membantu karena pertengkaran kedua orangtuaku sangat mengkhawatirkan. Aku tidak tahu apa lagi yang terjadi karena Mars hanya bercerita sampai situ saja.

Pesta ulangtahunku yang ke-7 dibatalkan. Tante Garin membantu Mami menghubungi orangtua teman-temanku dan memberitahu mereka bahwa pesta sore itu dibatalkan karena aku tiba-tiba sakit. Bingkisan makanan yang telah disediakan dikirim oleh Tante Garin menggunakan ojek ke alamat rumah temanku masing-masing.

Sejak saat itu, semua berubah. Mami dan Papi bercerai 1 bulan kemudian dan hak asuhku jatuh ditangan Mami. Aku dan Mami tinggal disalah satu villa milik Mars yang berada didaerah Puncak. For your information, my mom was an orphan. Her parents abandoned her when she was 5 months old. She has nobody. Literary nobody. See, how pathetic my mom's life right? Meskipun tinggal dipanti asuhan, Mamiku sangat rajin dan pandai. Mami selalu dapat beasiswa disekolah bagus dan bergengsi.

Saat melanjutkan pendidikan tinggi dibidang keperawatan, disanalah Mami bertemu dengan Tante Garin dan bersahabat dengannya hingga maut memisahkan. Tante Garin yang membantu kami melewati segalanya sejak Papi pergi meninggalkan kami demi Tante Shae. Mami dan Tante Garin sahabat yang tidak terpisahkan. Itulah sebabnya aku dan Mars jadi berteman bahkan bisa dibilang bersahabat.

Mami depresi. Dan tepat 1 tahun kemudian, terjadilah sesuatu yang sangat membuatku trauma.. sebuah mimpi buruk yang hingga detik ini tidak pernah usai.

Sentuhan hangat dipipi menarikku kembali dari kenangan pahir yang terjadi bebeerapa tahun yang lalu. Sepasang bola mata cokelat kini menatapku teduh. Lengkungan dibibir munggilnya menggugah diriku untuk ikut tersenyum juga.

Diego.. my little brother.. despite what his mother did to me and mt family, I still love him, and always be. Karena Diego tidak tahu apa yang terjadi dimasa lalu. Dan aku tidak punya niat sedikitpun untuk mebeberkan apa yang telah dilakukan oleh Bundanya sendiri terhadapku. Diego tidak salah apa-apa. Yang salah adalah perbuatan Tante Shae dan Papi. Aku sudah menganggap Diego seperti adik kandungku sendiri, yang lahir dari rahim Mami.

Sebuah ketukan terdengar dari pintu kamarku, diikuti oleh suara Tante Shae. She's looking for Diego, of course. Aku menyuruh Diego bangun dan mengantarnya sampai ke depan pintu kamarku. Disanalah ia berdiri, masih menggunakan gaun tidurnya dengan senyum yang tidak lepas dari wajah pucatnya.

"Tante sudah buatkan Queen sarapan. Habis mandi, makan bareng dibawah ya.."

"Nggak perlu," jawabku ketus. "Aku makan disekolah."

Tante Shae menghela napas menerima penolakkanku yang entah keberapa ribu kali. "Kalau gitu, makanannya dibawa kesekolah saja ya?"

"Nggak perlu."

Tanpa menunggu jawabannya, aku menutup pintu dengan sedikit membantingnya. Harusnya ia tahu aku tidak akan pernah menyicipi makanan buatannya. Sampai kapanpu. Kenapa ia tidak pernah lelah berusaha padahal sudah tahu akan mendapat penolakan dariku?

Mungkin sebagian dari kalian berpikir, kalau aku membenci semua orang dirumah ini-kecuali Diego- mengapa aku tidak pergi saja dari tempat yang penuh kenangan pahit ini? Well, I will. But, not now. Usiaku belum genap 17 tahun dan statusku saat ini masih pelajar. Akan lebih mudah apabila aku meninggalkan rumah ini ketika aku sudah bukan anak SMA lagi. Aku sedang mempersiapkan segalanya. Segala hal yang kuperlu untuk rencana kaburku suatu hari nanti.

RetakWhere stories live. Discover now