BAB 4

76 12 0
                                    

Jasmine tidak paham apa maksudnya. Namun, yang pasti pria itu tidak seperti james. Dari ekspresi richard dan cara dia memilih kata-katanya dengan hati-hati, bahwa apa yang akan dikatakannya bukanlah tipe romantis yang dia inginkan.

"Pertama-tama hal ini berlaku pada pembahasan yang penting. Mungkin karena aku tidak memadai dan pria yang buruk. Tapi, demi kehormatan Nona Liovanni, kupikir sudah sepantasnya aku mengatakannya padamu tanpa mengelak dan penuh tanggung jawab."

Jasmine mengerjap, sedikit tercengang. Sebelum ia menyadarinya, tangannya yang terjatuh dan tersembunyi di bawah meja, gemetar.

Dia sering mengutuk dirinya sendiri bahwa dia adalah seorang idiot tapi sebenarnya tidak. Dia tahu apa yang akan terjadi setelah percakapan yang terburu-buru ini.

Dia sudah ditolak dua kali, tidak, beberapa kali malah.

Selama 7 tahun terakhir, hatinya telah diabaikan ratusan kali melalui tatapan dan tindakan pasifnya.

Beberapa hari yang lalu ia diinjak-injak oleh kaki tak kasat mata seperti buket bunga yang tidak berharga. Tapi sekali lagi, dengan secara terang-terangan dan tegas sehingga tidak ada cara untuk menghadapinya.

Hanya ketika dia memperbaiki gaun dan riasannya untuk tampil di pertemuan ini. Jasmine sempat berpikir untuk menyerah, tetapi di sinilah dia, siap untuk menerima 'konsekuensi' dengan caranya sendiri.

Hal itu tidak perlu terjadi.

Karena dia sudah memahami topiknya dengan cukup baik.

Pria sombong ini memiliki bakat untuk membuat jasmine frustasi dengan topik yang bahkan tidak disadarinya.

"Yang ingin kukatakan adalah--"

jangan katakan.

"--Tentang pernikahan antar keluarga."

Tolonglah. Aku sudah tahu.

"Aku sudah memberitahumu lewat surat, tapi kupikir akan lebih sopan jika memberitahumu secara langsung--"

Tidak perlu sopan atau kasar. Hentikan. Aku tidak ingin mendengarnya.

Dia menutup telinganya dan mengumpat. Tetapi pada kenyataannya, Jasmine sekaku es dan tidak dapat berbuat apa-apa.

Jadi, aku tidak bisa menolak penolakan yang dilontarkan padaku dengan keanggunan dan pertimbangan, sesuai dengan sopan santun yang telah diasah melalui usahanya.

Kini dia marah. Bukan hanya pada dirinya sendiri, tapi juga pada pria di depannya.

"--Jadi, aku merasa kita tidak cocok untuk menjalin sebuah hubungan. Semua ini salahku. Maafkan aku, Nona"

Ini semua salahmu?

Itu adalah hal yang menyenangkan untuk didengar.

"Hahaha."

Sebuah tawa kecil keluar dari mulutnya. Alis Richard terangkat saat Jasmine mulai terkikik dengan penuh emosi. Ejekan semacam ini berbatasan dengan perilaku nakal, jadi tentu saja ini bukan reaksi dari seorang wanita bangsawan.

Tetapi Jasmine tidak mau.

Alih-alih mengaguminya untuk pertama kali. Ia justru kesal.. dan jengkel padanya.

"Duke Aion, katanya dia seorang pria sejati. Tapi jujur, bukankah menurutmu dia membuat frustrasi dan sedikit brengsek?"

Dulu, aku marah dan memihaknya, tapi sekarang aku paham.

"Sungguh- Duke Aion sangat sopan."

Dasar bajingan.

Emosi yang sudah terpendam selama tujuh tahun, muncul. Aku mengertakkan gigi dan menumpahkannya dengan semburan api yang cepat.

Please Look at JasmineWhere stories live. Discover now