[ BAB - 10 ]

30.6K 1.8K 160
                                    

Bantu koreksi typo, ya❤

BAB 10 — BIANG GOSIP







Aha! Guys, aku udah ada ide!”

Pekikan kencang Navella membuat Sandiana yang berkutat dengan naskah skenario berjengit. Buset! Hening sekitar tiga menit karena melamun, sang artis tiba-tiba membuka suara di tengah heningnya ruangan rawat inap.

Sandiana celingak-celinguk ke penjuru ruangan. Ia hendak mencari orang selain mereka berdua. Nihil, mereka hanya berdua—tetapi mengapa Navella memakai sebutan kata panggil jamak? Merinding sebadan-badan dirinya, membayangkan Navella rupanya seorang indigo.

“K-Kita berdua, doang, Nave.”

Navella mengulum senyum lebar. “Aku, kan, ngajak makhluk yang enggak kasat mata sekalian, supaya pasukan aku nambah!”

Sandiana membeo, ia ingat—mantan manajer yang pernah bekerja dengan Navella menjuluki gadis ini S2 alias sarjana stres. Tentu bukan tanpa alasan—jelas siapapun yang mengobrol bersama Navella pasti stres, disebabkan cara Navella meneransfer 'ilmunya' yang acap kali menciptakan huru-hara.

Menambah pasukan katanya. Cih! Ia menduga sang artis berencana mengkomando pasukan tak kasat mata guna menghasut manusia menghujat dirinya.

Sandiana mengelus dada. “Ide kamu apa, Nave?”

“Aku semalem udah ngelamar bapak dokter. Tapi, dia nolak mentah-mentah, Guys.

“Kamu ..., apa? Ngelamar? Siapa? Di mana? Kapan? Kenapa?”

“Ceritanya gini ....” Netra Navella bergulir ke atas, ia serasa memperagakan orang yang berpikir keras.






“Jangan bercanda kayak gini, Nona Navella.”

Navella mendelik, bapak dokter tersebut bergerak menjauhi dirinya, seolah ia objek yang menjijikan. Ia menggaruk pinggiran perban yang gatal. Kemudian, mengembuskan napas panjang.

“Aku enggak bercanda, Pak Dokter. Aku ini ngebet pengen nikah. Sumpah! Kalau enggak percaya, coba nikahin aku? Omongan aku bakal kebukti!”

“Oke, tenang dulu, ya? Saya resepkan obat lain.”

“Heh! Aku gini bukan gegara efek samping obat yang diresepin Pak Dok! Dok, kita berdua sama-sama ciptaan Tuhan. Tuhan menciptakan kita sepasang. Tujuan aku lahir ke dunia, tuh, buat jadi jodohnya, Pak Dok! Makanya, selama ini hidup aku susah— luntang-lantung di Jakarta, faktor hidup berpisah dari jodohnya!”

Alam memiringkan kepala, ia menyentuh kening, tak lupa mengernyit. “Siapa yang mencetuskan kamu jodoh saya?”

Seiring detik terlampaui, semakin jauh pula spasi antar kedua insan tersebut.

“Feeling aku, dong! Pak Dok, kamu enggak rasain apa-apa? Tulang rusuk kamu juga enggak bergetar udah nemuin bagiannya yang hilang selama— wait a minute! Pak Dok, umurnya berapa biji?”

“Astagfirullah.” Alam mengatur deru napas supaya sirkulasinya normal. “Umur saya tiga puluh tujuh dan tulang rusuk manusia enggak bisa bergetar, ok?”

“Wow, gap umur kita berdua klop banget!”

“Klop dari Hongkong! Saya dan kamu beda belasan tahun, Nona Navella.”

Navella tergelak, ia memegang perut. “Asalkan aku nikah sama Pak Dok, gap ratusan tahun, aja, aku terobos. Palagi belasan tahun, doang—enggak usah malu-malu. Aku udah legal. Hubungan kita halal, penting kita akad. Kita satu spesies, mengembang biakkan spesies adalah tugas kita sebagai makhluk yang dikabarkan akan punah!”

MY SOFTLY HUBBY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang