2

59 13 8
                                    

🌸 Mohon maaf untuk kesamaan nama dan sebagainya. Cerita ini hanya fiksi! 🌸

***🌻***

Bantu rekomendasikan, Komen dan Vote, ya? Follow juga akun ini, yuk?

Terima kasih

🍓🍓🍓

🥑 Minggu, 15 Oktober 2023 🥑

🍅🍅🍅

Hari berikutnya, Ajayandi Ibrahim Artunia kembali ke tempat yang sama tepat siang itu, matahari benar-benar ada tepat di atasnya. Namun laki-laki itu tetap duduk dengan tenang di kursi itu bersama beberapa gelas es jeruk peras yang dirinya beli sebelumnya.

Seperti janji Bunga yang akan memberikan teh pucuk harum kepada Jay. Perempuan itu datang dengan dua botol minuman teh pucuk harum yang terlihat dingin itu.

"Lo dateng juga, gue nggak nyangka lo ada cuma buat teh pucuk?" ujar perempuan itu.

Jay tentunya mengeleng, bukan untuk teh pucuk, namun untuk sesuatu yang lainnya.

"Ini buat lo. Minum pas panas-panasnya emang seger pol!" ujar Bunga. Perempuan itu memberikan itu ke Jay dan laki-laki itu menerimanya.

Mata Bunga tidak bisa di tipu, perempuan itu melihat ada beberapa minuman di samping Jay.

"Lo beli es jeruk sebanyak itu buat apaan?" tanya perempuan itu.

Jay mengambil es jeruk yang di masukan kedalam plastik besar itu, laki-laki itu memberikan itu ke Bunga.

"Buat lo sama temen-temen lo." ujarnya.

Bunga tentunya tertegun tidak percaya.

"Lo yakin?"

Jay mengangguk.

Perempuan itu tersenyum lebar. "Terima kasih. Gue bagiin dulu, ya? Jangan kemana-mana, gue pengen ngobrol-ngobrol sama lo!" ucap perempuan itu.

Jay mengangguk, laki-laki itu juga baru tiba, tidak mungkin langsung pergi.

Sedangkan Bunga dengan cepat berlarian meski kantong plastik berisikan beberapa es jeruk itu cukup berat. Namun, perempuan itu tetap berlari.

Bagaimana Jay yang melihat itu tersenyum dan bahkan terkekeh dengan sendirinya.

"Lucu." Kata laki-laki itu.

Setelah beberapa menit terlihat Bunga berlarian kembali untuk menemui Jay.

"Jay!!" Bunga adalah definisi perempuan yang sangat-sangat semangat dengan hal apapun.

Perempuan itu bahkan memanggil Jay yang masih duduk itu. Bagaimana laki-laki itu mencoba untuk merekam Bunga yang berlarian dengan membawa satu kantong plastik berwarna hitam kecil itu.

Segera Jay menyimpan ponsel setelah di rasa Bunga Melati semakin dekat.

Bagaimana perempuan itu berdiri tepat di depan Jay.

Napas perempuan itu benar-benar memburu hebat.

"Aduh. Gue capek lari mulu." ucapnya.

Jay mengeleng-geleng. Laki-laki itu benar-benar sudah tidak habis pikir dengan perempuan berparas manis tanpa make up itu.

"Lo suka gorengan, nggak? Mau gorengan, nggak? Masih panas ini." ucap Bunga. Perempuan itu menunjukkan plastik hitam itu tepat di depan wajah Jay.

Jay mengangguk. "Lo bisa duduk dulu, nanti lo bisa kena serangan jantung kalo nggak napas." ucap Jay.

Bunga mengerti. Perempuan itu duduk di samping Jay dan bagaimana dirinya membuat kedua kakinya serileks mungkin.

"Huft..."

"Lo nggak perlu lari-larian, apalagi cuacanya lagi panas-panasnya." tutur laki-laki itu.

"Gue nggak mau lo tiba-tiba ngilang gitu aja, lagian lari itu bikin sehat!" jawabnya.

Bunga Melati membuka plastik itu dan menunjukkan berbagai macam gorengan kepada laki-laki itu.

"Lo suka apa?" tanya Bunga.

"Tempe mendoan ada?"

Bunga meminta Jay untuk mengambilnya sendiri dan laki-laki itu segera memakan tempe mendoan yang dirinya ambil dan Bunga yang memakan tahu isi.

Keduanya benar-benar nampak menikmati gorengan di siang itu, bagaimana rasa panas udara yang begitu kuat dan bahkan suara berisik kendaraan yang melewati pandangan mereka, tidak membuat keduanya merasa terganggu.

"Enak, nggak?"

Jay mengangguk.

"Lo bener-bener manis banget kalo senyum dan kelihatan bahagia begitu." Kalimat tiba-tiba yang Bunga ucapkan itu berhasil membuat Ajayandi hampir tersedak.

Bagaimana tidak, bahkan perempuan itu mengucapkan sambil melihat Jay dengan lekat.

"A... Apa?"

"Lo kelihatan manis! Manis banget!" Bunga mengeraskan suaranya. Perempuan itu mengulang kembali kalimatnya. Bunga pikir Jay tidak mendengar karena baru saja truk tronton trailer lewat.

Jay merasa salah tingkah. Dirinya sudah mendengar apa yang di katakan Bunga.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya ada perempuan yang memujinya, untuk udah banyak kali. Namun, entah kenapa rasanya berbeda.

"Boleh bagi nomor lo, nggak?" Belum selesai Jay menetralkan dirinya.

Laki-laki itu di buat tak habis pikir dengan Bunga.

"Nomor? Buat apa? Lo suka gue, ya?" Jay benar-benar menjawabnya dengan gugup.

Namun, Bunga malah terkekeh keras dengan mulut penuh gorengan itu.

"Buat semakin deket, nah kalo makin deket dan nyaman. Mungkin gue bisa beneran suka ke elo!"

Jay mengangguk kecil. Laki-laki itu memberikan ponselnya yang berada di saku jaketnya kepada Bunga.

Tangan laki-laki itu bergetar karena gugup.

"Kayaknya lo yang bakal suka ke gue duluan, deh. Iya, nggak?"

"Nggak! Gue baru kenal lo kemarin! Orang normal itu butuh waktu buat jatuh cinta." jelas laki-laki itu.

Bunga mengangguk paham. Perempuan itu memasukkan nomornya di ponsel laki-laki itu dan langsung memanggil ponselnya agar masuk.

"Oke, gue save, ya? Ini juga nomor buat wa, kan?"

Jay mengangguk.

"Kalo gitu udahan dulu, ya? Kita lanjut di chat. Gue harus kerja, cari uang yang banyak biar bisa makan enak!" terang perempuan itu.

"Semangat kerjanya kalo gitu!" Kalimat itu membuat Bunga tersenyum.

"Jantung gue aman nggak, ya?" Perempuan itu memegang dadanya.

"Lo nggak apa-apa?" Jay panik laki-laki itu berdiri dari duduknya.

"Kayaknya cuma salting, deh. Hahahaha..."

Jay tertawa oleh tingkah Bunga.

"Hati-hati, nanti gue chat duluan. Bye, Jay!"

****


14 Days With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang