23. Married?

14K 751 48
                                    

Sudah tamat di aplikasi KARYAKARSA dengan nama pena [AYUTARIGAN] tidak pakai spasi dan tersedia di GOOGLE PLAY BOOKS. Thank you 💚


Gween merasakan napasnya mulai sesak, kakinya lemas dan matanya semakin berkunang-kunang. Di tempat kosong dan gelap ini, Gween kembali ingat tentang kejahatan Geisya dulu yang seringkali mengurung dirinya di dalam gudang dan meninggalkan dirinya seharian di sana yang hampir mati kelaparan.

Namun, saat dirinya ditemukan oleh papa atau mamanya, maka adiknya itu akan berkilah dan tidak mengakui kesalahannya bahkan menangis keras karena merasa Gween telah menuduhnya dengan begitu jahat.

Hal itu tentu langsung membuat sang mama marah besar dan menghajar Gween habis-habisan dan mengatakan Gween begitu ceroboh hingga bisa terkunci sendiri di dalam sana.

Semua itu masih terekam jelas di kepala wanita itu sehingga membuatnya menangis dan meraung karena rasa sakit di masa lalu dan masa kini yang bercampur aduk jadi satu.

Nggak ngerti deh kenapa dulu bisa-bisanya Mama memilih untuk ngelahirin kamu!

Aku tuh nggak mau punya Kakak kayak dia, aneh banget orangnya kayak alien.

Kamu jangan duduk di sini dong, Gween. Biar Geisya aja yang duduk sama aku.

Aku tuh sukanya sama adik kamu, baik sama kamu tuh cuma supaya bisa narik perhatian Geisya!

Nggak usah mimpi deh kalau bisa bareng sama geng kita, Lo itu bukan Geisya!

Jero itu mau balas dendam sama lo!

Bukan elo, tapi adik Lo!

Gween ketakutan. Kalimat-kalimat itu kembali terngiang di telinganya. Semua orang memilih Geisya yang cantik jelita dan begitu ceria. Tidak seperti dirinya yang tak pandai mengurus badan dan begitu pendiam.

Semua itu ada alasannya, dan yang paling utama adalah orang tua. Talia yang amat sangat pilih kasih kepada keduanya membuat Gween menjadi anak yang berkepribadian amat sangat tertutup. Dia tak percaya pada dunia, karena orang yang telah memberi dunia itu untuknya telah menciptakan sebuah lubang hitam di hati perempuan itu.

Lalu, kali ini apa Jero juga akan sam seperti orang-orang di masa lalunya? Apa sebenarnya rahasia pria itu?

Gween merasa kepalanya begitu sakit dan dirinya tak tahan lagi untuk menahan semuanya. Wanita itu jatuh terduduk dengan airmata berlinang, napasnya kian sesak dan dia mulai kehilangan kesadaran. Namun, samar-samar dia masih bisa mendengar suara pintu yang didobrak keras dan teriakan dari seseorang yang memanggil namanya begitu kencang.

Orang itu adalah Jero Axford yang berlari seperti orang kesehatan, ia meraih tubuh wanita itu yang tergeletak di atas lantai dan langsung saja memindahkan Gween ke dalam gendongan dan membawanya ke kamar dengan gerakan tergesa.

Jero meminta Red untuk menghubungi dokter pribadinya dengan segera. Tak lupa ia memberi perintah untuk menemukan keberadaan Salia secepatnya. Pria itu tidak sedang bermain-main dengan ancaman yang tadi.

Beberapa hari ini Jero memang sangat disibukkan dengan pekerjaan kantor yang sangat menguras tenaga dan pikirannya hingga terkadang ia jarang pulang dan menginap di sana. Tapi, bukan berarti pria itu melepaskan pengawasan terhadap Gween yang dua puluh empat jam terlacak keberadaannya.

Pagi ini ia merasa tidak tenang dan kurang fokus mengerjakan pekerjaannya, bahkan salah satu berkas sampai tertinggal di apartemen sehingga ia kembali untuk mengambil benda tersebut.

Biasanya ia akan meminta Red untuk mengurus hal itu, tapi kali ini entah kenapa ia ingin melakukan hal itu sendiri.

Jero mulai merasa aneh ketika tidak mendapati
Gween di manapun sementara titik lokasi wanita itu masih berada di sekitaran apartemen.

Ia menelpon Red untuk mengawasi bagian lobby dan beberapa bodyguard lain menyebar di sekeliling bangunan itu. Tapi tak satupun yang melihat keberadaan Gween sehingga Jero mulai mencurigai gerak-gerik Salia. Terbukti, ulah wanita itu hampir saja membuat Gween celaka.

Beruntungnya Jero datang dan tidak terlambat untuk menyelamatkan wanita itu yang kini sedang diperiksa oleh dokter.

Tak ada masalah serius, wanita berjas putih itu sudah meresepkan obat untuk Gween sebelum dia pamit undur diri.

Suara erangan Gween begitu menyita perhatian Jero yang langsung menggenggam tangan perempuan itu dan meremasnya pelan.

"Kamu butuh sesuatu?" tanyanya memastikan.

Gween menggeleng pelan sembari memijat dahi. "Kamu ... kenapa di sini?" tanyanya heran.

"Lalu aku dimana?" sahut pria itu tenang.

Wanita itu melirik pintu yang terbuka karena kemunculan Red yang membawa obat untuk Gween dan meletakkannya di atas nakas.

"Obatmu," ujar Jero singkat.

"Terima kasih, Red."

"Tak perlu berterima kasih, aku yang menyuruhnya," tukas Jero datar.

Gween ingin menyahut, tapi tubuhnya masih terasa lemas sehingga ia tak memiliki tenaga lebih untuk mendebat pria itu. Padahal siapapun tahu, Red memang bekerja di bawah perintahnya.

"Kenapa kamu tidak menelponku?" tanya pria itu dengan serius.

Gween menoleh setelah menelan obatnya. "Kamu memangnya sudah tahu aku kenapa?" tanya wanita itu balik untuk memastikan.

Jero terlihat mengeraskan rahang. "I know," sahutnya dingin.

Gween menghela napas panjang dan mengusap pelan tangan Jero yang mengepal dengan erat.

"Aku terlalu panik dan tidak sadar tasku terjatuh saat di dapur," ucapnya pelan.

Jero menatap genggaman tangannya yang perlahan terbuka dan diisi dengan jemari mungil wanita yang kian hari semakin membuatnya hilang kewarasan.

"Aku akan membuat perhitungan dengan iblis betina itu!" Jero meremas tangan Gween yang terlihat begitu kontras dengan tangannya yang besar.

"Dia menyukaimu," ucap Gween memberitahu.

"Aku tidak peduli," sahut Jero cepat.

"Tapi, kamu memberi harapan," sambung wanita itu.

Jero menaikkan sebuah alis dengan wajah tidak suka. "Apa ini tentang kejadian malam itu?"

Gween membuang pandangan sembari merapatkan selimutnya.

"Dia datang dengan dalih ingin mengantarkan kopi. For your information, aku tidak memintanya sama sekali," kata pria itu menjelaskan.

"Tak terjadi apapun di sana selain dirinya yang berusaha untuk menggoda," tutup pria itu.

Gween tetap merasa ada yang salah. Kenapa Jero tidak langsung mengusir Salia saat itu juga? Kenapa malah menikmati pemandangan itu di dalam diam?

Seolah dapat membaca pikiran Gween, Jero lalu berucap, "aku hanya ingin memberi pembuktian pada perempuan tidak tahu diri itu bahwa gairahku sama sekali tak tergugah saat melihatnya meliukkan badan tanpa busana."

Gween mendelik tajam karena bahasa frontal pria itu. "Mana mungkin itu terjadi," gerutunya yang tahu bahwa itu hanya akal-akalan Jero saja untuk mengelabui Gween.

Jero menggeleng kencang. "I'm not lying," ujarnya. "He gets an erection just with you," lanjutnya frontal.

"Jero Axford!" pekik Gween geram.

"Yes, Babe."

"Keluar! Kamu malah membuatku semakin sakit kepala!" desisnya jengkel.

"Me too," sahutnya enteng. "Beberapa hari tidak menyentuhmu membuatku sering sakit kepala tiba-tiba," adunya.

Gween menaikkan jari tengahnya kesal. "Nikah sana!" gerutunya.

"Ayo! Minggu depan? Deal?"

Sial! Gween merasa kepalanya kembali berdenyut karena tingkah laku pria itu.

TO BE CONTINUED

I Order You [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang