Raga keluar dari mobilnya dan berjalan ke arah bagasi. Bajunya basah karena AC mobil butut tua yang dipakainya sudah tidak berfungsi lagi. Kalau diperhatikan, mobil sedan tahun 2000 itu harusnya lebih layak untuk dipajang di museum dibanding mondar mandir di jalanan Ibu Kota.
"Hhh, bersyukur masih bisa punya mobil, gak kena panas, gak kena ujan, cuma gerah doang. Bersyukur masih bisa ngangkut barang-barang belanjaan gak pakai repot karena naik mobil." Raga menggumam dalam hati ketika baru saja disadarinya Ia sedari tadi mengeluh kepanasan di dalam mobil. Sambil menggumam dan mengikat plastik-plastik belanjaan itu, salah satu security datang menghampirinya.
"Halo, Mas Raga," sapa security tersebut.
Raga yang sedang membungkuk, mendadak loncat karena suara berat itu.
"Eh, elu Mas, kirain siape," Raga mengelus dadanya dan kembali membungkuk. Mas Ucup memegang tutup kap bagasinya sambil berkacak pinggang.
"Weedeeehh, abis belanje nih bos kite," ledek Mas Ucup.
"Yoii dong," Raga menjawab tanpa menoleh.
"Pacar lo mau dateng ye?" Tanya Mas Ucup. "Atau lo mau merit?"
Raga sontak berdiri dan mengaduh kesakitan ketika kepalanya menabrak kap bagasi. Ia mengelus-ngelus kepalanya sambil mencubit perut Mas Ucup yang buncit.
"Ah, elu Mas, ngawur banget. Pacar aja nggak ada gimana gue mau merit," kata Raga, kembali membungkuk membereskan plastik belanjaannya.
Mas Ucup terkekeh sambil mengelus-ngelus perutnya. Baju seragamnya sudah tampak sangat kekecilan karena dibalik kancingnya, semua orang bisa melihat kaus kutang tipisnya.
"Merendah banget lo, Ga. Yang demen ama lo mah banyak pasti. Lo nya aja yang denial..."
Raga mencibir. "Cih. Tau-taun denial lo ah. Sok gaul looo," Raga balas meledek.
"Lah, gue mah kagak boong, Ga. Lo keren, ganteng, cool, punya kerjaan jelas, body oke, lulusan universitas ternama, duit ada, apalagi coba yang dicari sama cewek dari seorang elu?"
Raga dengan hati-hati memindahkan barang belanjaanya ke lantai basement. Di dalam plastik itu, ada banyak sekali makanan dan minuman kesukaan Raga. Mulai dari telur ayam, sosis, susu rendah lemak, sirup markisa, beras, sampai ke frozen food seperti nugget dengan gambar-gambar huruf yang jadi makanan kesukaan Raga dari kecil setelah telur.
Ia akhirnya meregangkan pinggangnya dan menutup kap bagasinya dengan hati-hati. "Lo kenape sih, Mas, muji-muji gua gini," katanya sambil membenarkan kacamata hitamnya.
Mas Ucup menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ga, anak ane belom bayar uang sekolahan..."
Raga membeku di tempatnya. "Oh iya? Berapa emang uang sekolahnya?"
Mas Ucup mengusap wajahnya, tampak seperti tidak nyaman. "Gak banyak sih Ga...Cuma gue udah sering nunggak. Maklum ya Ga, bini gue lagi hamil tua, sekolah anak ada aje perintilannya. Belom lagi bini gue kan lagi gue larang masak nih karena hamil. Gue juga jadi boros banget di makan."
Raga menyimak penuturan Mas Ucup dengan tenang. Ia menunggu Mas Ucup selesai menceritakan masalahnya.
"Nggg, anu, Ga. Kalo bisa nih, gue bisa gak pinjem barang 2 juta, Ga? Anak gue SPP nya sebulan 500 ribu, belum bayar 4 bulan..."
Kini gantian Raga yang menggaruk tengkuknya.
Waduh...Tabungan gue sebelum akhir bulan bisa ludes kalau gue pinjemin semua. Belum lagi gue bulan ini bakal mulai nge-backup kehidupan Rey. Gimana ya...
YOU ARE READING
APARTEMEN 4 PINTU
Teen FictionDi setiap keluarga, anak pertama harus jadi anak yang paling diandalkan, yang bisa melindungi adik-adiknya, yang bisa jadi pemimpin, yang kelak harus bisa menjadi wali dan wakil jika adik-adiknya terluka atau disakiti. Tapi, anak pertama tidak bisa...
