jadi sebelum itu kalian pernah ga? kehilangan ayah kalian? kalo pernah berarti kalian itu sama seperti remaja bernama Zain Hervelion, remaja 16 tahun yang ditinggal ayahnya saat usia 7 tahun, kematian ayah Zain itu masih jadi misteri hingga saat ini...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*
*
*
Jakarta Utara, 10 Januari 2016
Tutttutttutt ....
Lampu terang menerangi pelabuhan Jakarta Utara di malam yang gelap. Laut di kejauhan berkilauan di bawah rembulan, bergelombang pelan.
Malam itu menjadi malam yang tak pernah sepi. Deretan truk memasuki pelabuhan, lampu-lampu depan mereka menyala terang, yang bersiap mengantar beban berat menuju dermaga.
Suara klakson bergema. Tempat itu layak sebuah konser yang tak pernah berhenti.
Penjaga gerbang-Mukhlis, berdiri di tengah-tengah antrean. Mengenakan rompi, dengan tangannya menggenggam erat tongkat bewarna merah.
Mukhlis memberi aba-aba, kepada truk untuk memasuki pelabuhan itu. Wajahnya terlihat lelah, tapi matanya tetap waspada. Mengamati truk yang seiring dengan waktu semakin berdatangan antre.
"Ayo, silakan masuk, Pak," ujar Mukhlis melambaikan tangan ke salah satu truk yang masuk ke pelabuhan. Suaranya tegas, tapi tetap ramah.
"Iya, Pak. Terima kasih," balas pria dalam truk tersenyum ramah, lalu menginjak gas pedal, meninggalkan Mukhlis.
Satu per satu truk telah diizinkan masuk, lampu-lampu sorot pelabuhan memantulkan kilauan kuning di badan truk. Mukhlis terus melanjutkan pekerjaannya. Dengan sorot matanya, ia terus mengamati dan mengawasi tiap truk yang mengantre.
Hingga matanya menangkap suatu yang janggal.
Sebuah truk tua, mendekat-tampilannya berbeda dengan yang lain. Warnanya pudar, cat yang mulai mengelupas, serta yang paling mencolok: tidak ada pelat nomor yang terpajang di depan dan belakang truk itu.
Mukhlis hanya menyipitkan matanya dan mengernyit. Truk ini bukan hanya usang, tapi juga model lama, jenis yang sudah tak di produksi.
Sorot matanya melihat juga, ke sisi kendaraan. Terlihat sebuah logo yang familiar. Terpampang jelas logo Alam ID-salah satu perusahaan besar di Indonesia. Mukhlis, jelas tak asing dengan nama perusahaan itu. Ia hanya bisa menelan ludah.
Alam ID? Mana mungkin perusahaan besar seperti itu, memiliki truk yang sangat usang.
Pertanyaan itu menggumpal di kepalanya. Kini, jari-jarinya mulai mengencangkan tongkat yang dipegang.
Dengan gagah berani, Mukhlis mengetuk kaca truk secara perlahan. "Permisi, halo Pak. Kalau boleh tahu, truk ini mau ke mana ya? Kami biasanya mengidentifikasi truk melalui pelat nomor, sedangkan truk bapak tidak memilikinya," ucapnya berhati-hati, sorot matanya memastikan kondisi aman-aman saja.