8. Seal The Deal With The String

Start from the beginning
                                        

"Eh, iya. Lagian lo juga gak kabar-kabar"

Liyan memutar matanya malas sebelum membuka pintu. Liyan hanya diam melihat ke arah Atlas yang berdiri di depan pintu apartemen. Anggap saja ia memang masih marah dan mogok bicara dengan pria itu.

Sosok Atlas berdiri dengan setelan santainya, harum lavender yang samar menggelitik penciuman Liyan. "Pulang Li, besok masih kerja," bujuknya dengan nada lembut.

Hampir saja Liyan luluh melihat tatapan teduh dari sepasang obsidian yang biasanya lebih sering memancarkan aura 'jangan cari masalah'. Namun ia menggeleng, "Udah biasa nginep di sini"

"Ya udah, kita bicara lagi besok. Ini ada titipan baju dari Tante Rania buat besok kamu kerja" Atlas menyerahkan tas kertas berisi baju bersih untuk Liyan.

"Makasih, hati-hati," ucap Liyan sebelum menutup pintunya.

Ternyata sejak tadi Carissa asyik menunggu di belakang sambil menguping pembicaraan keduanya. 

"Lo nguping?" dengkus Liyan kesal.

"Ya, gitu deh, lagian lo ah, ajak masuk dulu kek," cengir Carissa yang masih sesekali mengintip dari pintu.

"Lah ngapain, orang bukan rumah gue juga"

Carissa memukul pelan lengan Liyan. "Ish, udah disamperin malem-malem juga masa lo nggak peka, sih?"

"Cuma anterin baju dari Mama"

"Cuma? Aliyana sayang, denger ya, anak gue yang masih piyik ini aja udah tahu ada aplikasi buat kirim barang dengan mudah, dan lagi, rumah gue ini di ujung, satu jam dari apart lo aja udah untung-untung nyampe. Lo yakin doi cuma anterin baju doang?"

"Iya? Terus ngapain lagi?"

Brot!

Baik Liyan dan Carissa sama-sama menutup hidung. Sepertinya kali ini Arden mengeluarkan isi perutnya di dalam popok.

"Dia pingin lihat keadaan lo! Lo selamat enggak, lo baik-baik aja apa enggak, udah ah, gue mau ganti popok" 

Liyan melihat ke arah tas yang ia bawa seperti orang bodoh. Dipikir-pikir, jadi kepikiran. Sebenarnya tawaran Atlas tidak merugikan juga, keduanya hanya akan saling terikat status namun menjalani hidup masing-masing layaknya sekarang.

Manfaat lain? Liyan terbebas dengan mudahnya dari skandal yang menimpanya dan Atlas juga tidak menjadi incaran para konglomerat untuk dijadikan menantu. 

Plus Liyan juga bisa mendapat banyak relasi untuk mengembangkan bisnis kecil impiannya yaitu membuka café miliknya sendiri. 

Langsung diletakkannya tas berisi pakaian itu dengan asal dan disambarnya ponsel serta dompet. Bukannya ada maksud lain, Liyan hanya merasa sungkan dan tidak enak karena Atlas rela datang malam-malam begini. Setidaknya mereka memang butuh mengobrol lebih lama—di luar jam kantor untuk meluruskan maksud dan tujuan masing-masing.

Liyan mencoba untuk mendial nomor Atlas namun terus gagal.

"Bi, saya keluar dulu, ya," pamit Liyan pada Bibi ART sebelum meninggalkan kediaman Carissa dan suaminya yang kebetulan sedang dinas ke luar kota.

Ah, ternyata Atlas masih ada di luar dengan posisi menyandar pada dinding dan mengobrol dengan seseorang lewat sambungan telpon. Sejenak pendangan Atlas teralih ke arahnya.

Sebenarnya Liyan juga lupa menyemprotkan parfum kembali karena ia belum mandi. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam sedangkan Atlas sudah rapi dan wangi terlepas dari setelan kerjanya.

Mata Liyan menangkap sekelibat pergerakan aneh pada raut wajah Atlas. Pria itu tersenyum? Tidak-tidak, bukan karena sambungan telpon tapi saat Liyan keluar dari balik pintu.

The String Between UsWhere stories live. Discover now