8. Seal The Deal With The String

38 11 0
                                        

Suara pelan televisi yang menayangkan film P.S. I love You, kembali menemani sesi curhat kedua perempuan yang kini telah berbeda status. 

Semenjak menikah dengan pengusaha ternak, status Carissa bisa dikategorikan sebagai ibu rumah tangga yang beruntung. Selain mengurus anak, dirinya juga bisa melakukan perawatan, pilates, hingga golf, dan fasilitas seperti dua orang asisten rumah tangga serta sopir pribadi yang siap mengantarnya kemana pun. 

Perempuan berdarah Arab itu hanya bisa menggelengkan kepala dan sesekali berdecak kagum setiap mendengar kisah hidup dari sahabat karibnya yang masih sibuk meniti karir. Kisah-kisah random seperti ini lah yang Carissa butuhkan untuk hiburan selingan, daripada sekedar gosip artis yang tidak jelas. 

"Apa gue bilang, jodoh lo, kali" Sebagai teman, seharusnya Carissa memberikan wejangan bagi Liyan. Sayangnya ibu beranak satu itu justru sibuk menertawakan kisah hidup sahabatnya yang terlampau abstrak.

"Ogah, Atlas aneh!" timpal Liyan sambil melempar bola snack keju ke arah Carissa.

Dirinya saat ini sedang lari dari realita, ingin sekali Liyan kabur sejauh-jauhnya ke tempat dimana tak ada satu pun yang mengenalnya dan memulai hidup baru dari nol. Tentang orang yang tega menjahatinya, tentang tawaran Atlas, dan tentang masa depan yang semakin tak karuan arah jalannya. Pikiran Liyan kalut, ingin sekali rasanya kembali menjadi anak kecil yang tak harus memikirkan beban hidup.

"Eh, tapi siapa ya, yang kira-kira nyebar berita jahat kayak gitu? Gue bisa bantu kalau lo mau, mungkin sewa detektif swasta," timpal Carissa sambil memasukkan bola keju yang sempat mengenai kaosnya ke dalam mulut. 

"Ada ya, begituan? Gue kira cuma di film-film aja" 

"Zaman sekarang apa yang gak ada, Li?" 

"Mommy, Alden mau pipip" Arden, putra semata wayang Carissa yang baru berusia tiga tahun terbangun dari tidurnya dan menginterupsi obrolan mereka.

Carissa beranjak untuk mengantar anaknya ke kamar mandi dan tinggallah Liyan sendiri di ruang tengah dengan TV menyala. Tubuhnya kian merosot di atas karpet berbulu yang Liyan taksir harganya bisa membiayai tagihan listriknya selama satu tahun. Tangannya merogoh ponsel yang sejak tadi ia matikan dan kini ia nyalakan kembali.

Sebenarnya Liyan sudah tidak kaget melihat banyaknya pesan masuk dari sang ibu, tapi ada nama lain yang menelpon dan mengiriminya pesan tak kalah banyaknya. Astaga berapa banyak pria itu menekan tombol hijau? Batin Liyan.

Ponselnya kembali berdering, nama Atlas terpatri pada layar.

"Halo"

"Kemana aja sih, Tante Rania panik nyari kamu," sembur Atlas dari seberang.

Liyan hanya menggaruk telinganya, sebab agak tidak mungkin ibunya kebingungan mencari keberadaannya. "Ada perlu apa?"

"Aku di depan."

"Aku gak di rumah, eh apart maksudnya" 

Ting tong!

"Di depan rumah temanmu, Aliyana"

Mendengar suara bel ditekan, kontan beranjaklah Liyan dan langsung menyambar kaca untuk melihat penampilannya yang amat berantakan. 

Bibi ART yang bekerja di apartemen Carissa hendak membuka pintu dan berhasil dicegatnya, "Bi, tunggu, biar saya aja yang buka!" seru Liyan sambil menguncir rambutnya tinggi dan memperbaiki letak rok spannya yang sempat tersingkap.

"Siapa yang dateng? Lo pesen makanan?" tanya Carissa yang baru saja keluar dari kamar mandi dan menggendong sang putra.

"Lo kasih tahu Mama kalau gue di sini?"

The String Between UsWhere stories live. Discover now