Prolog

203K 6K 68
                                    

Republish (Update tiap hari)

• • •


Keputusan untuk menikah adalah hal yang serius. Kita tak bisa begitu saja main-main dengan keputusan menikah tersebut. Hanya saja terkadang kita harus rela mengorbankan perasaan kita sendiri untuk mendapatkan semua yang terbaik...

Menikah dengan pria yang sangat di cintai memang sudah pasti akan terasa sangat indah dan membahagiakan...

Calon suami ku adalah orang terbaik yang pernah aku kenal. Hah, bodoh! Tentu semua calon pangantin pasti akan mengatakan bahwa pasangannya adalah orang terbaik dalam hidupnya.

Akan tetapi, aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku. Dia adalah pria paling baik yang pernah aku temui. Aku akui ia sedikit dingin dan acuh tak acuh pada awalnya. Tapi, itu tak bertahan lama. Karena setelah kami mulai dekat beberapa lama, sikap dingin dan acuh tak acuhnya hanya berlaku untuk wanita lain...

Menurutnya hanya ada dua wanita yang dia cinta. Aku dan ibunya tapi, tentu saja cintanya yang ia berikan padaku sangatlah berbeda dengan cinta yang ia beri pada ibunya...

"Apa kau mencintaiku?" kataku melemparkan batu di tanganku dengan keras, hingga batu itu terlempar jauh ke tengah laut.

"Kau membuang-buang tenagamu jika kau menanyakan sesuatu yang kau sudah tahu jawabannya," jawabnya memelukku dari belakang dengan lembut. Membuatku nyaman. Sangat nyaman.

"Apa salah aku menanyakan hal itu?" Menggeser kepalaku pada dada bidangnya. Aku menatap wajahnya yang bertopang di bahuku.

Dia tersenyum. Menatap lurus pada lautan yang terbentang di hadapan kami. "Tidak. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Jika diibaratkan. Kau adalah bintang di dalam kehidupanku."

Aku melepaskan pelukannya dan melangkah maju satu langkah. "Aku tidak ingin menjadi bintang. Bintang bisa kapan saja menghilang. Mengapa kau tidak menjadikanku bulan? Bulan takkan pernah menghilang."

Mataku menatap ke bawah, pada kakinya saat ia berdiri di sampingku. "Bintang tak pernah menghilang. Meski kadang ia tak terlihat. Tetapi, sebenarnya dia tetap berada disana."

"Tetap saja aku ingin menjadi bulan."

"Kau takkan pernah menjadi bulan dalam kehidupanku, sayang."

"Kenapa?" seruku menatapnya curiga. "Apa ada wanita lain yang menempati posisi itu?"

Menoleh ke arahku, ia menyunggingkan senyum manisnya. Lalu, mengangguk. Membuatku tersentak. Aku hendak mengatakan sesuatu, tetapi tertahan saat ia berbalik menghadap ke arahku dan menyimpan jari telunjuknya di bibirku. "Wanita itu adalah Ibuku. Beliau adalah bulan dalam kehidupanku."

"Apa? Tapi, kau tak bisa membandingkan cintamu untukku dan untuk Ibumu."

"Kalian berdua adalah wanita yang paling aku cintai di dalam dunia ini. Aku mencintaimu, sangat. Dan aku mencintai Ibuku lebih dari apapun. Tapi, kau tak perlu khawatir. Kau akan merasakan cinta yang sama besarnya dengan cintaku yang aku berikan pada Ibuku. Kau akan menjadi bulan dalam kehidupannya. Kelak, dari anak-anak yang kau lahirkan." Aku tersenyum mendengar ucapannya. Entah kenapa aku selalu merasa nyaman hanya dengan mendengar kata-katanya.

Bayangkan saja jika aku menikah dengannya, semuanya akan sempurna. Kebahagiaan akan selalu mengisi hari-hariku. Aku mencintainya dan dia mencintaiku...

***

Hari itu tiba, dimana aku berada disuatu tempat yang aku dekor sendiri. Menggunakan gaun putih yang indah yang di buat khusus untukku. Semua tampak sempurna, percis seperti apa yang aku inginkan dan aku bayangkan.

Dengan perasaan gugup dan sedih aku duduk di pelaminan menunggu seseorang mengucapkan ijab qobul di hadapan semua orang. Menunggu seseorang itu menyematkan cincin pada jari manisku, dan aku akan menyematkannya pada jarinya.

Sempurna. Itu betul. Dekorasi tempat, gaun yang indah, cincin yang aku inginkan, tapi tidak dengan sang mempelai prianya. Pria yang sedang mengucapkan ijab qobul itu bukanlah pria yang ku cintai, bukan pria yang seharusnya ada dihadapnku dan mencium keningku saat ini.

Akankah pernikahanku akan menjadi pernikahan yang aku impikan selama ini? Atau hanya akan menjadi pernikahan yang buruk? Akankah aku bisa mencintai pria yang sudah menjadi suamiku sekarang? Dan bisakah aku melupakan semua kenanganku bersama pria yang seharusnya menjadi suamiku sekarang, yang ternyata lebih memilih meninggalkanku untuk selamanya?

• • •

05 Juni 2015,-

The Second Time (Aliza Bad Marriage) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang