SATU

26 1 0
                                    

Hujan deras melanda sejak semalam, aku memandangi jalanan yang di guyur deras dari jendela, membiarkan embun dingin mengenai kulit ku. Aku tertegun saat melihat dua anak SD tengah berjalan menembus hujan dengan baju sekolah yang basah kuyup, si anak perempuan memainkan rok nya sedangkan si anak laki-laki menggandeng tas perempuan itu.

Aku tersenyum, hal ini membuat ku teringat seseorang di masa lalu. Dimana aku memiliki seorang teman masa kecil yang dulu kerap bermain dengan ku, dan bermain hujan adalah kegiatan favorit kami berdua. Ponsel ku berdering berkali-kali, sebenarnya aku enggan untuk merespon namun sepertinya itu panggilan yang penting.

"Ada apa El?"

"Kak Feli kapan pulang" suara berat dari sebrang telpon sana menyadarkan ku sesuatu, "kata papa kak Feli pulang besok kan?"

"Ahh iya, ini Kakak lagi packing"

"Besok yang jemput El sama bang Dion ya"

"Emm gabisa El atau Papa aja?"

"Engga hahaha" suara tawa renyahnya membuat kepalaku kembali berfikir, apa aku harus menolak?

"Yauda kakak matiin dulu ya, see you"

Aku melemparkan ponsel itu kembali ke atas kasur, mengambil koper di pojok ruangan dan mulai menyusun pakaian ku. Aku lupa akan janji pulang ku tahun ini, terlalu menghindari sesuatu ternyata juga tidak bagus.

Hujan perlahan mereda, aku berniat pergi ke salah satu mini market untuk membeli cemilan malam ini. Tepat saat di depan rak buah, mataku melihat seorang pria yang mirip dengan nya. Aku mengedipkan mataku berkali-kali, dengan kepala yang sedikit miring aku berhasil melihat wajahnya. Mirip, namun tak terlihat begitu sama saat aku melihat untuk kedua kalinya.

Apa ini karena aku terlalu gugup jika bertemu nya nanti? Atau aku terlalu memikirkannya? Ah, aku menaruh kembali jeruk yang sedari tadi ku pegang, mengambil salah satu kotak berisi apel yang sudah terpotong-potong dan beralih ke rak lainnya.

Semenjak memutuskan untuk bersekolah di luar kota, sesuatu di dalam diri ku selalu terasa kosong. Mungkin aku rindu suasana rumah yang hangat, atau aku merindukan dia yang selalu mengisi keseharian ku selama belasan tahun? Aku mendengus, memukul pelan kepala ku. Dia, ahh aku tak tahu mengapa akhir-akhir ini lebih sering memikirkannya. Jika di ingat, ini sudah tahun ke 2 aku jauh darinya. Tapi, aku akui aku merindukannya.

Setelah membersihkan tubuh, aku mengambil ponsel dan mulai melahap apel ku sambil menonton beberapa video yang ada di beranda youtube. Kembali keheningan melanda, yang terdengar hanya bunyi dari ponsel ku. Aku menatap apel yang ada di pangkuan ku, biasanya aku akan menyuapi nya saat kami menonton bersama.
Aku menggeleng, mencoba menghapus pikiran itu sebelum aku memutar ulang lagi memori ku dengan nya.

Bosan, hanya itu kata yang menggambarkan keseharian ku saat ini. Tidak ada yang menarik di kota ini, walaupun sering di juluki kota wisata semua hal terasa biasa saja. Aku sering membohongi perasaan ku sendiri, tanpa nya aku memang tidak berwarna. Jika di ibaratkan canvas, dia adalah warna yang menghiasi polosnya permukaan ku. Aku keliru, aku kira tanpa dia aku akan baik-baik saja, namun hal itu kini terasa berbanding terbalik.

Dentingan ponsel membuat aku tersadar, sebuah notifikasi yang sering ku dapati setiap malam membuat senyum ku sedikit terlihat. Dia masih sering menanyakan hal spele pada ku, walaupun ia tahu aku tak pernah meresponnya ia tetap mengirimi ku pesan. Aku merasa jahat padanya, namun dia juga jahat pada ku. Apa benar jahat? Terkadang pikirian ku membelanya, padahal aku seharusnya membela diriku sendiri. Aku merebahkan tubuh ku, bersiap untuk beristirahat karena besok pagi aku harus bergegas pergi ke bandara.

RelifeWhere stories live. Discover now