7. Sick

6.4K 630 44
                                    

Saat ini di Mansion Archilos sedang melangsungkan makan malam. Seluruh anggota keluarga sudah duduk di tempat masing-masing. Di saat yang lain sibuk dengan makanannya, ada satu orang yang sejak tadi merasa gelisah.

"Kenapa, Bang?" Tanya Gerald ketika menyadari ekspresi gelisah Kakaknya itu.

Gempa menarik napas pelan untuk menenangkan kegelisahan hatinya, tetapi bukannya merasa lebih baik justru menjadi semakin gelisah.

"Perasaanku terasa tidak enak. Sepertinya ada sesuatu hal yang terjadi," ucap Gerald meraup wajahnya kasar.

"Apa mungkin terjadi sesuatu dengan Badai?" Tanya Ana khawatir.

Ikatan batin antara seorang orang tua dengan anak sangatlah kuat. Tak heran, jika suatu hal buruk terjadi dengan salah satunya pasti yang lain akan ikut merasakannya.

"Coba kamu telepon pengasuhnya Badai," saran Alena pada putranya.

Ketika Gempa hendak menelepon Bi Lilis, handphone nya telah lebih dahulu berdering. Pada layar handphone terpampang nama Bi Lilis. Dengan segera, Gempa mengangkatnya.

"Halo, Bi. Ada apa, ya?"

"APA?!" Gempa spontan berdiri dari duduknya.

"Baik, Saya akan segera datang ke sana. Terima kasih," ucap Gempa menutup sambungan telepon.

"Ada apa, Gempa?" Tanya Jonas penasaran begitu juga yang lain.

"Badai jatuh sakit, Yah. Aku harus ke sana," ucap Gempa dengan sorot mata khawatir.

Lantas seluruh anggota Keluarga Archilos berdiri dari duduknya terkejut hingga melupakan makan malam mereka yang belum usai.

"Kalau begitu tunggu apalagi, ayo kita segera berangkat," ucap Jonas tegas.

Mendengar titah sang kepala keluarga, mereka langsung tancap gas untuk melihat kondisi Badai.

***

Perjalanan yang memakan waktu 30 menit berhasil ditempuh dalam waktu 15 menit karena mengebut.

Saking khawatir dengan kondisi putranya, Gempa sampai meninggalkan keluarganya yang baru turun dari mobil.

"Tuan Gempa." Bi Lilis menghampiri Gempa dengan langkah tergesa-gesa.

"Dimana Badai?" Tanya Gempa sambil berjalan mengikuti Bi Lilis.

"Aden ada di kamarnya," jawab Bi Lilis.

"Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit?"

"Aden gak mau, Tuan. Aden tadi langsung nangis waktu Saya bujuk ke rumah sakit."

Ceklek.

Pintu kamar terbuka menampakkan seorang bocah yang terbaring lemah di kasur dengan selimut yang membungkus tubuhnya hingga ke leher.

Gempa menghampiri putranya yang sedang tertidur lelap. Ia mengecup kening putranya yang terasa panas saat bersentuhan dengan bibirnya. Dengan pelan, ia mengelus pipi bulat yang memerah itu.

Zevon maju ke depan untuk mengecek kondisi adiknya. "Panasnya tinggi banget," keluh Zevon saat termometer yang di pegang nya menunjukkan angka 39,3 derajat Celcius.

"Apa harus di bawa ke rumah sakit sekarang, Bang?" Tanya Gempa panik.

"Gak perlu, Pa. Kita bisa kompres Adek dulu. Kalau suhunya nanti gak turun dalam beberapa waktu ke depan, kita baru bawa Adek ke rumah sakit," jelas Zevon agar keluarganya tidak panik.

"Ah, iya Bi. Tolong siapkan air hangat sama handuk kecil ya," pinta Zevon yang langsung dilaksanakan Bi Lilis.

Tak lama kemudian, Bi Lilis datang dengan seorang dokter lelaki dan tangan membawa baskom berisi air hangat beserta handuk kecil seperti yang diminta Zevon.

BadaiWhere stories live. Discover now