SM | Vingt-Deux

520 42 1
                                    

•°~Happy Reading~°•

Fille

Alice meremas pinggiran kertas itu dengan kuar, bibirnya bergetar menahan agar tak berteriak kencang.

Hanya satu kata dalam bahasa Prancis dapat memporak-porandakan Alice. Kata yang berarti 'Anak Perempuan'.

Tanpa bisa dicegah air mata Alice mengalir di pipi merahnya. Suara pintu yang dibuka tanpa persetujuan masuk ke gendang telinganya, buru-buru Alice menyeka air matanya.

"Alice? Apa yang sedang kamu lakukan, sayang?"

Itu suara mamanya. Alice berbalik dan menatap seorang wanita cantik yang tengah tersenyum teduh.

"Tidak ada," jawabnya sambil menyembunyikan surat di tangannya. Namun terlambat, mata jeli Mama Alice dapat melihatnya.

"Hei, apa itu sayang? Surat? Surat cinta?" kata Mama Alice dengan nada menggoda.

Alice di sana hanya bisa tersenyum masam. Surat cinta? Yah, lebih baik dia mendapatkan surat cinta dengan kata-kata romantis panjang lebar yang pada akhirnya akan membuat muntah, dari pada hanya satu kata yang bisa membuatnya down seketika.

"Bukan Ma, mana ada yang suka sama Alice?" ujarnya yang berusaha agar suara tak terdengar bergetar.

"Anak Mama ngomong apa sih? Orang cantik gini, pasti banyak yang suka." Mama Alice mengusap kepala gadis itu. "Tapi Mama lebih seneng kamu laki-laki, Alice..."

Alice terpaku, bibirnya seakan terkunci dengan gembok yang tak bisa dibuka. Dia hanya bisa tersenyum tipis melihat senyum lebar Mamanya.

"Ha~ apa boleh buat? Kamu udah jadi perempuan, Mama gak bisa buat apa-apa lagi. Yaudah, ayo turun makan, Mama udah buatin makanan kesukaan kamu." Mama Alice tersenyum lalu beranjak.

Alice menatap punggung Mamanya yang hilang dibalik tembok. Rasa sesak semakin menjadi di dadanya.

'Tapi Mama lebih seneng kamu laki-laki, Alice...'

"Seandainya aku bisa milih, aku gak mau jadi perempuan Ma ... aku lebih memilih menjadi laki-laki yang akan bertarung mengorbankan nyawa demi pewaris keluarga Drarken."

"Daripada harus menjadi figuran indah di sudut ruangan, ada namun tak terlihat."

Sifat ceria, yang kadang dingin, atau bar-bar, hanyalah topeng yang dibuat Alice untuk menyembunyikan semua masalahnya.

Dia sangat berterima kasih pada Ryder dan Scorpion, yang telah menerimanya tanpa memandang siapa dirinya. Dia bukanlah gadis yang kuat, dia hanyalah gadis dengan luka.

. . .

Suasan makan malam ini sama saja dengan malam-malam sebelumnya. Semua mata setiap detik menatap tajam ke arahnya. Rasa canggung setiap dia duduk dan makan selalu merayap dalam hatinya. Sakit, kala melihat tatapan asing yang ditujukan untuknya.

Suara denting sendok yang dibanting keras membuat Alice sedikit tersentak.

"Saya sudah selesai, nafsu makan saya sudah hilang karena anak itu!"

Ini selalu terjadi setiap malam. Sesaat setelah kepala keluarga Drarken pergi semua orang juga angkat kaki dari sana. Hanya dia. Hanya dia yang diperlakukan seperti orang asing di keluarga Drarken, bahkan Papanya juga.

"Kamu gak usah dengerin apa kata Kakek kamu, kamu makan aja ya-"

"Dasar anak kurang ngajar, tidak tahu diri! Sudah berapa kali saya bilang, ha?! Jangan tunjukkan wajah itu di hadapan Ayah. Kamu Solana ... jangan buat saya main tangan sama anak kamu itu!"

Selepas itu, Papa Alice segera pergi meninggalkan anak dan istrinya. Di sana Solana -Mama Alice- masih menampilkan senyuman terbaiknya.

"Gak usah didengarin apa kata Papa kamu, dia hanya lagi lelah aja sama pekerjaannya."

Alice hanya bisa pura-pura percaya agar tidak terlalu sakit. Benar ... dia harus melakukan kepura-puraan ini sampai kapan?

. . .

Chester Roan Drarken, pria paruh baya yang lahir pada tahun 1938 itu adalah kepala keluarga Drarken.

Mengangkat derajat marga Drarken bersama sang istri -Gea Gardenia- membuat Drarken masuk di jajaran orang terkaya.

Dalam kamus Chester, tak ada yang namanya keturunan perempuan. Mereka dikaruniai lima anak laki-laki, di antaranya ada Papa Alice yang merupakan anak terakhir.

Chester begitu menitik beratkan semua keturunan harus laki-laki agar penerus Drarken tidak terhenti. Namun tak urung, dia juga begitu menyukai bagaimana para saudara saling menjatuhkan demi semua warisan. Chester mendapatkan Drarken juga setelan menjatuhkan semua saudaranya yang waktu itu masih belum ada apa-apanya.

Anak pertama Chester memiliki dua anak kembar laki-laki. Anak keduanya memiliki tiga anak laki-laki. Anak ketiga lima laki-laki. Anak keempat memiliki empat anak laki-laki, masing-masing kembar dua.

Chester begitu senang, tak ada satupun perempuan di antara cucu-cucunya. Kini menunggu giliran anak terakhirnya. Namun Chester dikecewakan oleh takdir, cucu terakhir adalah perempuan, yaitu Alice Aley Drarken.

Chester begitu benci, dia tidak menyukai, bahkan awalnya Chester dengan kejam menyuruh Ghez -Papa Alice- membuang Alice saja, tapi Solana membantah keras dan akan merawat Alice, bagaimanapun juga Alice anaknya. Anak yang dikandungnya selama sembilan bulan.

Ghez setuju dengan usulan Chester. Dia berusaha bernegosiasi dengan Solana, tapi ... di mulut Solana kata tidak tetaplah tidak.

Chester semakin benci, pria paruh baya itu terang-terangan menunjukkan rasa itu begitu jelas pada Alice kecil.

Semakin lama Solana juga mulai berubah, rasa sayangnya pada Alice berubah. Dia sedikit menyesal saat tak mengikuti apa kata mertuanya agar membuang Alice di panti asuhan.

Solana kadang mengharapkan Alice adalah anak laki-laki. Apalagi kecelakaan yang membuatnya tidak lagi bisa memiliki anak.

Alice menerima semua kebencian tak berdasar untuknya. Di dunia ini siapa yang mau terlahir sebagai anak? Apalagi anak tidak diharapkan.

Para orang tua yang menginginkannya, tapi setelah semua terwujud namun tidak sama dengan ekspetasi mereka seakan tak suka, benci. Jika bisa, disingkirkan saja.

Bahkan ada yang hanya menginginkan enaknya saja, setelah jadi malah di gugurkan.

Orang tua macam apa itu?

Alice benar-benar benci.

•°~TBC~°•

Min, 17 Mei 2023

Scorpion MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang