•°~Happy Reading~°•
Alice menguap kecil di koridor Scorpius. Rambut yang tertata dengan rapi, begitu juga dengan seragamnya, dan jangan lupakan kantung mata terlihat hampir jelas di bawah matanya.
"Good morning, Alice. Wow, kau terlihat kelelahan!" Itu adalah ujaran Narasfa yang datang bersama Arasfa.
Ini sudah satu minggu, Scorpius kembali sekolah dengan perasaan was-was di hati. Tidak akan ada yang tau siapa yang menjadi korban selanjutnya, tidak sekolah adalah pilihan yang baik. Tapi, tidak semudah itu kawan.
"Hoam ... karena ada misi ini, aku menganggurkan semua tugas sekolah, dan semalam aku mengerjakan semua sekaligus. Aku tidur jam 3 tadi," kata Alice seraya menguap sambil menutup mulut dengan tangan sebelah kiri.
"Kau begadang maksudmu?" Arasfa menatap Alice dari depan. "Wah, kantung matamu hampir terlihat."
"Yah, dan ini menjengkelkan!"
Ketiga gadis-gadis itu berbincang ria hingga mereka sampai di loker masing.
"Oh ya, apa sudah ada kabar tentang Nix?" itu pertanyaan Arasfa.
"Apa ... dia benar-benar menghilang malam itu? Atau jangan-jangan..."
"Sssht! Itu tidak akan terjadi, jangan bicara yang tidak-tidak," potong Alice dengan keraguan di hatinya. "Ugh, di mana kunci lokerku?" kesal Alice yang mengobrak-abrik seluruh isi tasnya.
"Coba cari perlahan, mungkin terselip di antara buku-bukumu," ujar Narasfa sambil menaruh pakaian oleh raganya di loker.
"Hei," panggil Maecy tiba-tiba membuat mereka bertiga menoleh. "Bagaimana jika Nix bersembunyi di suatu tempat? Tapi sudah ditemukan oleh si pembunuh." Maecy menatap mereka bergantian.
"Dan kau yakin dengan itu?" balik tanya Alice yang telah mendapatkan kuncinya.
"Sebenarnya tidak, hanya asal bicara," kata Maecy acuh.
"Bisa..."
"Hus! Tidak usah bicara macam-macam lagi, berdoalah agar tidak terjadi bahaya pada Nix." Narasfa segera memotong perkataan sang adik, Arasfa.
"Hei, aku menemukan sebuah kotak di sini. Warna pink lagi, apa ada yang menyukaiku, Ya?" Di sana Alice tersenyum malu-malu.
"Oy-oy-oy, siapa orangnya? Ayo cepat buka!"
Ketiga gadis itu mendekat spontan, menjulurkan kepala untuk mengintip isi kotak pink itu.
"Apa itu coklat? Tapi hari Valentine sudah lewat," ujar Arasfa yang memandang penasaran.
"Tidak-tidak, mungkin isinya surat? Surat cinta dengan kata-kata romantis?" celetuk Maecy sambil tersenyum menggoda seraya mencolek bahu Alice.
"Atau keduanya? Coklat dan surat cinta? Ayo Alice, jangan buat kami penasaran dengan isinya!"
Alice terkekeh dengan coletehan ketiga temannya. Seakan membuat mereka penasaran Alice membuka tutup kotak yang berpita itu dengan perlahan.
"Oh ayolah Alice!" erang Narasfa kesal.
"Xixixi ... baik-baik, aku buka."
Maecy, Narasfa, dan Arasfa mematap penasaran apa yang ada di dalam sana.
"Tiga! Kyaaa...!"
Kotak pink itu terlempar begitu saja ke lantai hingga isinya berhamburan di lantai. Keempat gadis itu menatap shock, tak terkecuali orang-orang yang ada di sana.
Bukan. Isinya bukan coklat atau surat cinta dengan kata-kata romantis di dalamnya. Tapi ... potongan-potongan jari-jari tangan yang masih berdarah yang ada di sana.
Jari-jari yang berada di dalam kotak berhambur di lantai, tak jauh dari kotak pink itu ternyata terlempar juga sebuah surat penuh darah dari jari-jari yang masih baru.
Dengan tangan bergetar Maecy hendak meraih surat itu, namun sebuah tangan besar lebih dulu menahan tangannya.
Maecy menoleh dengan pandangan kaget. "Biar aku saja," ujarnya yanga ternyata adalah Alfeith.
"Yang lain segera menjauh dari sini, kalau perlu tidak usah berada di sini," ujar Ryder yang juga ada di sana. Orang-orang yang ada di sana segera bubar dengan ketakutan.
Alfeith meraih surat penuh darah itu dengan tangan dibalut sarung tangan. Sebenarnya tadi dia dan Ryder tengah bertugas mengumpulkan sampah -karena jadwal kebersihan- di dekat loker dan mendengar suara yang sangat dikenali mereka.
Kebetulan Alfeith mengenakan sarung tangan, dia mencegah Maecy memegang langsung surat, agar nanti jika adanya penyelidikan tidak terdapat sidik jadi Maecy dan hanya Alice, karena kotak itu ditujukan untuk Alice.
"Kita hanya akan ambil gambar, karena selama ini kita telah menghambat semua penyelidikan polisi," ujar Ryder di sana. Laki-laki itu sadar jika semua bukti ada pada Scorpion. Mungkin karena itu pula pembunuhnya tidak pernah ketahuan karena bukan polisi yang menyelidiki?
Alfeith membuka surat itu dan membacanya sekilas. Tak ambil pusing dia segera mengambil gambar menggunakan handphonenya, setelahnya laki-laki meletakkan ke tempat dalam posisi semula.
"Setiap kita mendapatkan bukti kita akan melakukan itu saja, sisanya serahkan pada polisi. Ha~ aku sudah capek dengan permainannya."
"Kalian berempat tidak apa-apa?" tanya Alfeith di sana. Sontak keempat gadis itu menggeleng cepat.
"Syukurlah. Maecy kau tau apa yang harus kau lakukan," tutur Ryder dan langsung dapat anggukan Maecy.
"Bersiap kalian berempat, kalian akan diwawancarai setelah ini."
Ryder menatap datar surat di lantai. Tidak mengambil surat seperti biasanya dengan alibi agar para polisi menyelidiki, hanyalah pengalihannya.
Laki-laki menyuruh keempat gadis itu pergi ke UKS untuk menenangkan diri, bisa dilihatnya tangan Arasfa sedikit bergetar.
"Alfeith, lakukan dengan sama persis," kata Ryder sambil menepuk bahu Alfeith.
•°~TBC~°•
Rab, 26 April 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Scorpion Missions
Mystery / ThrillerOrganisasi Scorpion harus beralih tugas mencari dalang dibalik kematian seorang siswi Scorpius High School dan berlanjut pada pembunuhan berantai. "Tidak ada pembunuh yang sengaja meletakkan petunjuk, apalagi sampai memberitahukan siapa dirinya." Ke...