SM | Dix-Neuf

525 46 3
                                    

•°~Happy Reading~°•

"Haaa~ matilah kita Nara!"

Narasfa meneguk ludah kasar, dia menatap sekitarnya awas dengan Flora yang memeluk lengannya erat, hal yang sama dilakukannya pada Alfeith. Bagaimana keduanya bisa bersama? Aku juga tidak tau.

"Hiks ... tolong, tolong aku..."

"Kyaaa! Suara apa itu?!" Flora terlonjak dan semakin mengeratkan pelukannya pada Narasfa.

"Tolong aku, siapapun tolong aku..."

Narasfa menyeritkan dahi kala suara tangis perempuan itu terdengar lebih jelas. Dan itu bukan suara untuk menakut-nakuti.

"Itu hantu! Itu hantu, Nara! Itu hantu!"

Narasfa berdecak. "Diamlah sebentar, Flora." Flora mengatupkan mulutnya rapat-rapat, Narasfa seram jika kesal.

"Siapa pun tolong aku!"

Benar! Itu bukan suara untuk menakut-nakiti, melainkan benar-benar meminta tolong. Saat akan menuju asal suara, gerakan Narasfa terhenti, gadis itu menoleh dan mendapati Flora yang memelas padanya.

"Itu orang yang meminta tolong Flora," ujar Narasfa, menahan untuk tidak mendesis.

"Bagaimana kalau kita dijebak oleh mereka?" cicit Flora.

"Kau jelas bisa membedakan mana yang main-main mana yang tidak."

Mau tidak mau Flora mengikuti Narasfa di belakang gadis itu, sesekali dirinya menengok ke belakang takut tiba-tiba ada yang mengagetkan dari belakang.

"Astaga!"

Flora tertoleh kala mendengar suara pekikkan Narasfa. Di sana terlihat seorang gadis duduk meringkuk di sudut ruangan dengan Narasfa yang telah menenangkannya.

"Apa yang terjadi?" Seketika ketakutan Flora menguap di sana.

Tangan gadis yang sedang menangis itu terangkat dan menunjuk dua sosok di sana. "Mereka ... mati!" katanya dengan nada bergetar.

Flora dan Narasfa dengan menoleh pada arah yang ditunjuk oleh gadis itu.

"Aku pikir itu adalah manekin untuk menakut-nakuti," ujar Narasfa.

Saat dia masuk ke dalam sini, pandangannya langsung tertuju pada objek di pinggir sana. Yang satu adalah sesosok gadis yang tergantung di atas dan satunya lagi adalah sesosok laki-laki karena rambutnya yang pendek, terlihat duduk dengan dua potong kaki di sebelah kanannya. Dalam ruangan yang cukup gelap ini, Narasfa bisa melihat genangan darah dari laki-laki itu dan darah yang menetes dari gadis yang tergantung.

"Flora, bawa dia keluar," kata Narasfa pada Flora.

Flora langsung menoleh pada Narasfa dengan melotot. "Lalu bagaimana denganmu? Kau mau apa dengan dua mayat itu, hah? Sebaiknya kita tunggu yang lain ke sini," saran Flora seraya mendengus.

"Tidak bisa, rumah hantu ini sangat besar, kita tidak bisa menjamin Ryder dan yang lain ke sini. Jika kau keluar mungkin saja kau bertemu dengan mereka dan segera memberitahukan keadaan di sini."

Flora terlihat ragu, namun tatapan meyakinkan Narasfa membuatnya menghela napas pasrah. "Baik, aku akan membawa keluar. Jangan matikan handphone mu dan segera menelponlah jika terjadi apa-apa." Flora mewanti-wanti pada Narasfa.

Narasfa mengangguk kemudian beralih pada gadis yang mulai tenang itu. "Bagaimana keadaanmu? Masih kuat untuk berjalan?" tanyanya.

"Ak-aku masih kuat ... sedikit."

Flora mengangguk. "Ayo, aku bantu memapahmu keluar dari sini," kata Flora seraya mengaitkan lengan gadis itu ke bahu kecilnya.

Selepas Flora keluar dari sana, Natasfa memberanikan dirinya mendekat dengan senter handphone yang menyala, seketika Narasfa bisa melihat dengan jelas kedua sosok mayat tersebut.

"Sialan!" umpat Narasfa kala laki-laki itu terlihat begitu jelas. Bagaimana tubuh bagian atas dan tubuh bagaian terpisahkan dan darah tergenang di mana-mana.

Namun sebuah surat terlihat mencuat dari celah kedua kaki laki-laki yang telah menjadi mayat. Dengan tangan bergetar Narasfa meraih dan membukanya di sana.

S'il vous plaît, trouvez-moi rapidement.¹

Tulisan dengan bahasa yang sangat dikenalnya terlihat di sana, Prancis.

"Maksudnya apa ini?" ujar Narasfa tercengang. Gadis itu yakin bahwa surat itu sengaja dituliskan untuk mereka.

. . .

Kini surat itu telah berpindah tangan pada Ryder. Ryder memandang tanpa ekspresi surat itu. "Reska, bagaimana dengan pencarianmu?"

Reska berdecih. "Sebenarnya selama ini apa yang ku cari? Mencari ini dan mencari itu, aku tidak paham!" Reska menyerahkan sebuah berkas pada Ryder dengan tidak santai.

Ditemukannya dua mayat di malam festival itu, semua orang dibubarkan dan sekolah Scorpius diliburkan selama satu minggu.

Ryder tak menjawab perkataan Reska, dia sibuk membaca kalimat yang ada di berkas itu.

"Apa informasinya hanya ini?"

Reska menoleh dengan kesal. "Ya, hanya itu yang aku dapatkan, informasi dirinya begitu disembunyikan, aku juga heran," jawabnya.

"Aha? Dia lagi yang kau curigai? Selepas..."

"Sebenarnya bukanya hanya sekadar curiga, aku sudah punya bukti kuat kalau dia sebenarnya pembunuh itu," ujar Ryder. "Lihat surat yang didapatkan Narasfa? Aku tau kau kenal tulisan itu milik siapa."

"Ohoy, itu tidak mungkin, dia tidak akan melakukan itu..."

Ryder senyum samar dan dilihat dengan jelas oleh Reska.

"Oh God, jadi ... itu benar dia?" kata Reska tak percaya.

"Oh ya Ry, selama ini aku bertanya-tanya, apa maksud angka-angka yang ditulis dalam surat sebelumnya?" tanya Reska sambil menggaruk belakang lehernya.

"Hanya nomor bangku dan jumlah murid di kelasnya. Kau pasti tau tentang sistem tempat duduk di kelas," jawab Ryder. Reska mengangguk mengerti.

"Ngomong-ngomong soal angka-angka itu, kau membaca cerita karangan 'MAN' di aplikasi novel online yang diberitahukan Alice?"

Ryder mangangguk. "Aku sampai membacanya berulang kali, dan tadi pagi dia up satu bab lagi."

"Angka-angka di novel dan di surat itu sama persis, namun jika di novel menunjukkan jam saat korban terbunuh, sedangkan di sini menunjukkan tempat duduk dan jumlah siswa dalam kelas itu. Ini ... berhubungan kan?"

. . .

________________
¹𝐓𝐨𝐥𝐨𝐧𝐠, 𝐭𝐞𝐦𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐤𝐮 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭

•°~TBC~°•

Kam, 29 Juni 2023

Scorpion MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang