VC 2 || CENDALA

7K 671 12
                                        

ㅤㅤ
Follow & vote terlebih dahulu sebelum membaca!
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
"ARRGGHHH! Gue ga bisa kayak gini terus!" gadis berambut coklat yang di kenal sebagai Shenan itu terus mengeluh frustasi kepada tiga teman yang lainnya. Sudah 1 jam berlalu setelah mereka selesai di interogasi oleh polisi, jam pelajaran mereka di kosongkan karna guru-guru sedang rapat tentang kejadian pembunuhan yang menimpa sahabat sekaligus teman sekelas mereka.

"Tadi kalian di tanyain apa aja sama polisi?" tanya Arkas kepada tiga temannya.

Jaccy yang mendengar perkataan Arkas, langsung menengok ke arahnya. "Ga penting polisi nanyain apa ke kita, selagi kita semua tutup mulut polisi juga ga akan bisa ngapa-ngapain." ucap Jaccy.

Jaccy benar. polisi tidak akan bisa melakukan apapun, jika mereka tidak buka suara tentang Zena. Bukti-bukti yang di temukan polisi juga belum di nyatakan benar sepenuhnya.

"Tapi kan setidak nya kita harus waspada. Kita ga tau bukti apa yang di dapetin sama polisi, bahkan kalian aja ga tau kan? kenapa kita jadi tersangka utama dari pembunuhan Zena." Shenan terus berucap dengan pikiran negatif nya.

Jaccy menghela nafas nya dengan kasar. "Lo bisa tenang dikit ga sih?! Berisik banget anjing." Mendengar Shenan yang terus panik dan merengek, Jaccy semakin kesal.

Shenan tercengang saat mendengar perkataan gadis yang kini berada di hadapan nya. "Apa? Tenang? Kalau karir gue sampai hancur gara-gara rumor pembunuhan ga jelas itu, emang lo mau tanggung jawab?!"

Jaccy tersenyum miring "Karir apaan? Jadi model online shop lo bilang karir?! So' so' an." ekspresi Jaccy seakan-akan meremehkan gadis yang ada di depan nya.

"Anjing lo-" Shenan langsung menjambak rambut Jaccy dengan kuat sehingga kedua nya saling membalas satu sama lain, dengan amarah Arkas yang melihat kedua teman perempuannya beradu fisik ia mencoba melerai kedua gadis itu.
ㅤㅤ
ㅤㅤ
BRAK
ㅤㅤ
ㅤㅤ
Seseorang baru saja menggebrak meja dengan sangat kencang sehingga mereka bertiga menegok ke arah sumber suara, tepat di belakang mereka. Tiga sejoli itu menyadari bahwa salah satu anggota dari mereka sedang melihat ke arah mereka dengan tatapan mengerikan.

"Kalian bisa tenang sedikit ga? Gue ga bisa mikir kalau kalian berisik." pemuda yang tengah duduk santai di kursi itu wajah nya tidak terlihat panik sama sekali dengan keadaan saat ini, bahkan bisa di bilang ia sangat terlihat santai, seperti tidak ada yang terjadi.

dari cara pemuda itu duduk dengan kaki yang ia naikkan ke atas meja sambil melipat kedua tangan nya di dada saja sudah terlihat bahwa ia baik -baik saja. berbeda dengan ketiga temannya yang lain.

Shenan yang paling terlihat panik dan gelisah pun sedikit kesal dengan respon pemuda itu yang terlihat tidak peduli.

"Algo, lakuin sesuatu dong! Bokap lo kan paling kaya di kota kita. Lo juga ketua Cendala, lo ga kan ngebiarin kita terus-terusan di curigain polisi kan?" kata Shenan, sambil mendekati Algo dengan nada memohon.

"Iya Al, lo pasti ga akan diem aja kan? Setidak nya lo harus bantu kita, karna bokap lo paling berpengaruh." tambah Arkas pada teman yang kini berada di hadapan nya.

"Gue juga tersangka disini. Tersangka utama. Ga mungkin gue diem aja kan?" Algo menaikkan sebelah alis nya sambil menatap ketiga temannya secara bergantian. "Kalian tenang aja, gue yang bakal urus ini." jelas nya.
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

--------
ㅤㅤ


"Kanila ayo makan dulu sayang, aaa...." wanita paruh baya itu tidak menyerah membujuk putri semata wayang yang ada di hadapannya saat ini untuk makan.

Sudah berhari-hari gadis kesayangan nya tidak mau makan, sampai wajah nya sudah pucat, matanya menghitam, pandangan nya ksosong, menatap kedepan, penampilan nya sangat acak-acakan.

Namun, upaya yang di lakukan Santia itu tidak berhasil karna gadis itu menolak makanan yang sudah hampir di suapkan ke mulut nya. Saat suapan sendok pertama, Kanila memalingkan wajah nya, tanda lagi-lagi ia tidak ingin perutnya terisi.

"Kanila! Mau sampai kapan kamu kayak gini terus?! Mama tau kamu syok gara-gara kejadian hari itu, tapi bukan berarti kamu juga harus mati!" sabar pun juga ada batas nya. Iya, santia sudah sabar selama beberapa hari melihat kondisi mental putri nya yang tidak kunjung membaik. Ia semakin mengkhawatirkan kondisi putri nya.

Belum lagi polisi sangat ingin minta keterangan dari putrinya. Tentu saja Santia tidak bisa menyetujui hal itu. Meskipun bisa saja kesaksian dari anak nya, menjadi bukti akurat, atau bisa saja polisi menemukan bukti konkret untuk menangkap sang pelaku dari kesaksian anak nya.

Namun, tetap saja Santia tidak mengizinkannya. melihat putrinya yang terus menolak untuk makan saja Santia sudah khawatir, apalagi jika putri nya kembali di ingatkan dengan kejadian yang membuatnya trauma. Santia benar-benar belum siap.

"Mah..."

Santia terkejut mendengar suara itu, lantaran ini adalah suara yang sangat ingin ia dengar. Yaitu suara dari putri nya sendiri.

"Iya sayang, iya ini Mama, kenapa kamu butuh sesuatu? Kamu mau makan?" tanya Santia bersemangat.

Kanila menggeleng kan kepala nya. "A-aku takut... aku takut, aku takut, tolong Mah, aku t-takut" gadis itu mendadak menangis histeris sambil terus mengulangi ucapan nya beberapa kali.

Kanila berontak sehingga Santia tidak sengaja menjatuhkan piring yang tadi ia bawa. Alhasil piring itu pecah berkeping-keping, sampai mengenai kaki Santia.

Kanila yang tadi nya terus berontak dan berteriak histeris seketika terdiam, saat ia melihat darah yang keluar dari kaki sang ibu.

"AARRGGHHH, DARAH, ADA DARAH, TOLONG ADA PEMBUNUH DISINI!!! TOLONG!" Lagi-lagi gadis itu berteriak histeris sambil memberontak, berkali-kali.

Santia hanya bisa menahan gadis itu, sambil menangis. Ia tidak punya siapa-siapa yang bisa di mintai pertolongan, hanya ia satu-satu nya keluarga Kanila, begitupun juga sebalik nya.

"Sadar nak, tolong sadar... Putri Mama yang cantik, disini ga ada pembunuh sayang, disini cuman ada Mama, kamu gausah takut, ada Mama disini." Santia tetap mencoba menenangkan putri nya, dengan perlahan ia mengelus pipi anak nya dan terus memeluk nya.

Kanila yang semula berteriak histeris, perlahan mulai tenang, saat mendengar perkataan ibu nya.

Air mata mereka sama-sama menetes, mereka menderita satu sama lain. Tetapi mereka pun tidak bisa saling meninggalkan.

"Mah..." Kanila kembali bersuara, namun kali ini dengan suara yang lebih kecil dan lembut.

"Iya nak, kenapa?"

"Mah... Apa aku ini gila ya?" tanya gadis itu.

Santia terkejut mendengar perkataan dari anak nya. "Engga kok, siapa yang bilang kamu gila? Kamu itu cuman sakit biasa, bukan gila. Anak Mama engga gila."

"Mama yang bilang, kalau aku gila."
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

- TBC -


ㅤㅤ
ㅤㅤ
SEGINI DULU YA GUYS, INI AKU UDAH NGANTUK BANGET JUJUR😭 JADI MAAF MAAF AJA NIH KALAU DI AKHIR-AKHIR ADA YANG GA NYAMBUNG, KARNA AKU NGETIK NYA SAMBIL TELER DIKIT WKWKWK. GAPAPA LAH YA NANTI KOREKSI LAGI KALAU ADA YANG GA NYAMBUNG.

LANJUT BESOK LAGI UPDATE, DI TUNGGU AJA OKAY

WISH ME, SEMOGA AKU BISA UPDATE 2 PART SEKALIGUS BESOK HEHE.

SEE U NEXT PART CINTAH🤑
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤ

VIP CLASS [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang