"Jadi lo takut kecewa?"

"Kayanya sih gitu." Alpha menatap kegelapan yang menyelimuti seluruh kawasan rumah Arnita.

"Di satu sisi gue takut kejadian yang sama ke ulang lagi. Di satu sisi gue ngerasa ga yakin kalau harus Nerima Mentari, dan disisi lainnya gue ngerasa bersalah sama Nabila," terang Alpha dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Lo tau Al. Gue sama Tari itu sepupu. Papa sama Om Mario itu kakak beradik. Waktu kecil gue selalu iri ngeliat Mentari yang bebas kemana aja. Gue iri dia bisa kesana kemari tanpa harus izin sama orang tuanya."

"Gue pikir dia adalah anak paling bahagia, sampai gue tahu kebenaran kalau Mentari sebegitu ga di pedulikan. Kalau setiap tanah yang gue pijak selalu dalam pengawasan mama papa, enggak buat Mentari Al. Kak Jovian satu-satunya orang yang peduli sama Mentari selama ini." Arnita menunduk. Ia tidak kuasa membayangkan jerit tangis Mentari kala itu.

Sementara di sebelahnya, Alpha memandang Arnita dengan ekspresi terkejut. "Lo sama Tari sepupu? Kok gue ga pernah liat Tari datang ke Serang?"

"Om Mario terlalu sibuk, dia ga punya cukup waktu buat berkunjung ke rumah gue dulu. Jadi setiap ada pertemuan keluarga selalu di rumah om Mario," terang Arnita akan kebingungan Alpha.

"Kalau gue boleh minta, tolong jaga Mentari dengan baik. Ga harus sekarang lo terima dia, cukup ada aja gue udah makasih banget." Arnita menatap Alpha dengan pandangan teduh dan tulus.

"Kenapa lo malah temenan sama musuh nya Tari? Kenapa ga sama si Tari nya aja?" Tanya Alpha penuh selidik.

"Gue ga anggap mereka teman. Gue cuma males aja di ikutin sama Debby kemana pun gue pergi. Dan untuk Tari, lingkungan Tari ga cocok buat gue. Terlalu berisik dan itu bikin gue pusing," jawab Arnita dengan wajah yang berubah masam seketika.

"Gue sama Tari ga sedekat itu. Sebelum pindah ke sini, kita cuma ketemu kalau ada acara keluarga. Dan setelah kak Jovian meninggal, mama mutusin pindah ke sini untuk pantau Mentari lebih dekat. Tapi gue di pindahin ke SMP yang beda sama Mentari." Panjang lebar Arnita menjelaskan pada Alpha. Sangat bukan tipenya berbicara banyak seperti ini. Namun demi meluruskan pandangan Alpha, ya mau tidak mau.

"Gue masih bingung. Kenapa lo bisa di lingkungan Debby tapi enggak di lingkungan Tari. Bukannya sama-sama berisik?" Tanya Alpha lagi. susah nangkap ya.

"Oke gue jelasin ke lo dari awal," putus Arnita dengan wajah jengkelnya.

"Dengerin baik-baik, jarang nih gue begini," tambahnya lagi, sambil berbalik menghadap Alpha.

"Tepatnya setahun lalu, gue sama Mentari dan yang lainnya masuk sebagai siswa/i baru di Dharma Bakti. Selama MOS, gue sama Mentari ga pernah pisah, bahkan Mentari lebih milih main bareng gue ketimbang temannya yang lain." Arnita menjeda ucapannya.

"Dan tiba saatnya MOS selesai, kita masuk ke kelas sesuai jurusan masing-masing. Disitu gue ga kenal siapapun, karena gue sama Tari beda jurusan. Singkat cerita si Debby dan babunya si Cica itu nyamperin gue. Mereka ngajak temanan, tapi gue nolak. Kayanya lo udah tau alasannya," terang Arnita dengan santai.

"Tapi ya mereka ga sampe situ. Dua makhluk astral itu ngekor kemana pun gue pergi. Dan seiring berjalannya waktu gue jadi kebiasaan dan ya temanan ga temenan lah. Awalnya gue biasa aja sama semua itu, gue juga ga pernah tahu kalau Debby musuhnya Tari. Tapi di satu hari, Debby nanya segala hal tentang Mentari, dari apa yang dia suka ga suka, alergi apa, dan banyak lagi.  Gue dengan santainya kasih tau aja. Gue pikir ya dia cuma pengen tahu aja soal Tari, secara si Mentari udah populer di sekolah dari awal masuk," jelasnya lagi panjang lebar.

"Kenapa bisa populer?" Tanya Alpha penasaran.

"Kak Jovian itu siswa berprestasi pada masanya. Dan datangnya Mentari yang orang tau sebagai adek kak Jovian, itu bikin dia populer. Di tambah keberanian dia nendang Abang tingkat satu tahun lalu. Dia nendang Abang tingkat itu karena mau kurang ajar ke gue di kantin," jawab Arnita atas kekepoan Alpha sekarang ini.

"Next. Dan tiba di hari Minggu. Saat itu, gue main ke rumah Tari, karena di suruh mana buat nemenin dia. Tapi Tari malah ga ada di rumah. Gue nungguin dia deh di ruang tamu. Ga berselang lama Debby datang bawa bingkisan, dia nitip katanya buat Tari. Yaudah gue dengan baik hatinya letak aja di meja ruang tamu, terus ngasih deh pas Tari datang. Ya Mentari dengan kerakusannya itu, langsung makan aja tanpa liat dulu. Ternyata itu kue isian kacang dan alergi Mentari kambuh saat itu juga. Gue ga berani kasih tahu, takut Mentari makin benci sama Debby. Tapi dari situ gue jaga jarak sama si Debby, walau kadang dia masih berlaku seenaknya ke gue." Di akhir kalimatnya, Arnita berdiri lalu jalan masuk ke dalam rumahnya.

Sedangkan Alpha masih termangu dengan segala penuturan Arnita tadi, ia merasa aneh saja. Apa alasan mereka bermusuhan? Apakah karena laki-laki? Namun, kemarin Mentari membawa nama kakaknya, yang artinya ini adalah masalah keluarga? Lalu, kenapa sekarang ia jadi kepo sekali? Ah sudah lah, ia pusing sendiri jadinya.

 Apa alasan mereka bermusuhan? Apakah karena laki-laki? Namun, kemarin Mentari membawa nama kakaknya, yang artinya ini adalah masalah keluarga? Lalu, kenapa sekarang ia jadi kepo sekali? Ah sudah lah, ia pusing sendiri jadinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MENTARIWhere stories live. Discover now