"Aku bener-bener gak nyangka. Akhirnya perjuangan selama lima bulanku berakhir bahagia."

Mata Sheila memanas. Melihat adiknya yang begitu bahagia entah kenapa malah membuatnya terluka, tapi sebisa mungkin dia menunjukkan raut bahagia juga.

"Selamat ya, akhirnya kamu jadian juga sama Sena." Ucap Sheila pada akhirnya.

Sarah tersenyum, "Ini semua juga berkat Kakak. Kakak yang bikin kami bisa deket."

"Kalau gitu Kakak ke kamar dulu ya." Sheila buru-buru naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya.

Di kamar dia langsung menumpahkan tangisnya. Bukankah ini yang dia mau? Sena berpacaran dengan Sarah. Tapi kenapa hatinya sakit sekali? Hatinya bagai ditusuk pisau hingga merobek hatinya. Rasanya sakit sekali melihat orang yang dicintainya menjadi milik adiknya.

"Rasanya sakit sekali..." Sheila memukul dadanya berulang kali. Dia menangis sejadi-jadinya.

***

Ternyata tidak ada yang berubah dari sikap Sena setelah mereka berpacaran, laki-laki itu tetap dingin seperti dulu. Contohnya seperti saat ini, mereka tengah makan siang bersama di salah satu rumah makan, sejak menjemput sampai sekarang Sena tak berbicara sepatah katapun.

"Minggu depan kamu sibuk gak?" Sarah mencoba membuka percakapan.

"Enggak."

"Minggu depan aku ada show di Grand Star. Kamu bisa dateng, kan?"

"Emang aku harus dateng?"

Sarah menatap Sena kikuk. "Ya enggak juga sih."

"Ya udah."

Sarah menatap sendu makanannya. Melihat gurat kecewa diwajah Sarah membuat Sena tidak enak hati.

"Aku bakal usahain buat datang."

Sarah mendongak untuk menatap Sena.

"Tapi aku gak janji."

Seulas senyum tercetak dibibir Sarah. "Iya."

Hari yang dibicarakan Sarah akhirnya tiba. Saat ini dia tengah berada di ruang make up. Sedari tadi dia menghubungi Sena tapi sayang laki-laki itu tak kunjung membalas atau mengangkat panggilan teleponnya.

"Sarah, habis ini giliran lo."

"Oke."

Sarah bergegas menuju belakang panggung dan bersiap-siap. Beberapa saat kemudian namanya dipanggil untuk naik ke atas panggung memperagakan busana yang tengah dia pakai. Dari atas panggung dia melirik ke sana-ke mari mencari keberadaan Sena.

"Sarah..." Sekilas Sarah tersenyum saat kedua temannya memanggil dari bangku penonton.

Sarah berjalan memutari panggung berbentuk leter T itu berpose dengan cantik dan anggun, semua kamera berlomba-lomba untuk memotretnya. Selesai sesi pertama Sarah segera kembali ke belakang panggung untuk menganti bajunya dan saat dia naik ke atas panggung lagi, dia sama sekali tidak melihat Sena di mana pun.

"Terima kasih atas kerja keras kalian semua. Saya harap kita bisa bekerjasama lagi di next project." Ujar sang designer. "Setelah ini saya akan mentraktir kalian semua minum." Lanjutnya

Sarah yang notabenenya masih sekolah pun harus pulang karena acara itu hanya untuk orang dewasa saja. Dari 12 model yang ada di sana, Sarahlah yang paling muda, jadi mau tidak mau dia harus pulang.

Melihat Sarah sudah keluar dari ruang make up, Karin dan Mala segera menghampirinya.

"Si cantik kenapa cemberut gini?" goda Mala.

"Karena si ayang gak ada." Goda Karin.

"Udah yuk kita nongkrong aja." Ajaknya.

Mereka bertiga pergi ke cafe terdekat.

"Jadi dia gak dateng?"

"Gimana sih itu cowok. Ceweknya lagi show malah gak dateng, padahal ini show pertama lo setelah jadian sama dia, kan?"

"Dia emang bakal usahain buat dateng, tapi gak janji."

"Tapi seenggaknya dia ngabarin elo lah, masak dari tadi dihubungin gak bisa-bisa. Emang sesibuk apa dia." Karin sungguh jengkel mendengar curhatan Sarah.

"Udahlah gak papa. Masih ada show-show berikutnya." Ucap Sarah pada akhirnya.

Mala yang sejak tadi hanya mendengarkan hanya bisa mengucap sabar. "Sabar ya, Sar, pacaran sama kulkas emang gak enak."

Beberapa hari setelahnya Sena menjemput Sarah di rumahnya karena hari ini dia berjanji akan mengajak Sarah keluar. Dan saat ini Sena tengah duduk di ruang tamu bersama Wira, Anita dan Satria

"Jadi kamu pacarnya Sarah?"

"Iya, Om."

"Kamu juga teman sekelas Sheila di kampus?"

Lagi-lagi Sena mengangguk.

"Wih cowok pertama yang berani jemput Kak Sarah di rumah nih."

Anita langsung menyenggol lengan Satria. "Jangan ngomong gitu."

"Hehe maaf, Ma."

"Itu Sheila."

Sena menoleh ke samping, melihat Sheila baru saja masuk ke rumah. Sheila sedikit terkejut saat mendapati Sena ada di rumahnya.

"Sena, ngapain kamu di sini?" tanya Sheila.

"Sena ke sini mau jemput adik kamu." Kata Wira.

"Ah gitu ya."

Tak berselang lama Sarah turun ke lantai satu dengan dandanan yang sudah rapi.

"Ayo kita pergi." Ajak Sarah.

Sena mengangguk. "Om, Tante. Kami pergi dulu ya." pamitnya

"Iya, jangan pulang malam-malam ya." Pesan Anita.

Sarah dan Sena beriringan keluar dari rumah. Saat berjalan di samping Sheila, mata Sena menatapnya datar dan hal itu membuat hati Sheila berdenyut nyeri. Dulu dia selalu melihat tatapan penuh cinta dimata Sena untuknya tapi sekarang yang dia lihat hanya tatapan penuh amarah.

Ya, ini memang salahnya. Dia sendiri yang mendorong Sena ke arah Sarah padahal dia tau mereka saling mencintai.

"Sheila, kenapa berdiri di situ. Ayo masuk, kita makan."

"Iya Ma."

Sore ini Sena mengajak Sarah menoton film action kesukaannya, dan saat ini mereka tengah duduk menunggu jadwal pemutaran film.

"Kamu kemarin kok gak dateng kenapa?"

"Dateng ke mana?"

"Kan minggu lalu aku bilang kalau aku ada show di Grand Star."

Sena mencoba mengingatnya. "Oh itu, aku lupa."

Dengan entengnya Sena berkata bahwa dia lupa?

Meski kecewa Sarah tetap menampakkan senyumnya. "Kalau gitu lain kali kalau aku show kamu dateng ya."

"Iya kalau gak lupa."

Jangan marah. Ini hanya masalah kecil yang tidak perlu diperbesar.

Sarah harus banyak-banyak bersabar dan semoga kesabarannya membuahkan hasil yang indah.

7 Maret 2023

Runtuh : Luka dan Cinta (Terbit)Where stories live. Discover now