Prolog

8 2 1
                                        

Rasa kita sama. Namun, tujuan kita sulit disamakan. Aku berlari untuk dikejar, sedangkan kau berlari untuk berhenti.
-double z-


"

"Pergi."

Hening.

Dari semua perdebatan tadi, seakan waktu terhenti ketika pria di depannya berkata demikian. Ia kira, semua akan ada solusinya. Ia mengira jika semua akan baik-baik saja nantinya. Namun, pada kenyataannya semua di luar dugaannya.

"Kenapa? Kenapa harus pergi??! Kenapa Kak Azi suruh aku pergi? Jawab!!!"

Dengan nafas yang menderu kian tak menentu. Semuanya terasa kosong. Tak ada lagi waktu untuk berpikir positif. Bahkan semua hal di sekitarnya nampak mengabur. Perlahan, pipi merona itu basah. Tak kuat lagi menahan air mata yang ada.

"Saya bilang pergi Aiza."

Lagi, sesak yang terasa semakin membuatnya sulit bernafas.

"Kenapa, Kak? Jawab Aiz. Jawab dengan jujur kenapa aku harus pergi?"

Tak ada lagi daya, suaranya turut melemah, seiring pikirannya yang dipaksa mengingat memori demi memori yang sudah terlewati.

"Kamu yang pergi, atau saya yang akan hilang selamanya dari kamu, Aiza."

Cukup.

Semuanya selesai tanpa penjelasan.

Perlahan, langkah Aiza mulai mundur. Terus mundur dengan gerakan gontai. Kepalanya menunduk sambil berkata, "Oke! Aku bakal pergi. Jauh. Sampai Kak Azi menyesal, dan cari aku karena rindu yang membusuk, ngga terobati."

Lari, pikirannya saat ini hanya lari sejauh mungkin. Sesuai keinginan dia yang ada di dalam hati. Apa kata dunia? Apakah saat ini dunia menertawainya? Lelucon bodoh macam apa yang sedang dia tertawakan.

Sosoknya berlari semakin menjauh. Menunduk, tetesan air mata mulai keluar dari tempatnya. Pria bernama Azi, atau Aghazi itu benar-benar melakukan kesalahan yang menurutnya adalah hal paling benar.

"Maaf, Aiza. Maafkan saya."

Hujan deras di bulan Juli itu benar-benar membuatnya merasakan kesedihan yang tidak dapat dideskripsikan. Bukankah ini kemauannya? Ketika sudah ditinggalkan, mengapa harus ditangisi?

'Jderrr'

Gemuruh petir yang saling bertautan seakan menegurnya. Memarahinya. Manusia macam apa yang menyakiti hati tulus nan lembut itu.

Hujan semakin deras, bahkan untuk melihat pemandangan di depannya pun tidak terlihat jelas.

Selesai, tanpa memulai.

Kakinya melangkah mengikuti arah lari gadis yang sudah dia lukai. Perlahan namun, pasti. Cukup jauh hingga dia berada di ujung jalan, matanya menangkap pemandangan yang tak pernah dia harapkan. Bahkan, sepertinya Tuhan pun turut menghukumnya.

Tenggorokannya tercekat, kakinya terasa kaku untuk melangkah maju. Badannya hampir-hampir jatuh, tapi ia harus berjalan ke depan sana.

"Tidak mungki,...."

Terduduk.

Lemas. Bahkan rasanya seluruh saraf yang ada dalam tubuhnya tidak berfungsi dengan normal. Kenyataan macam ini? Apakah tabur tuai secepat ini?

"A-Aiza, kamu tidak serius akan pergi jauh, kan? Saya mohon jangan bercanda."

Ya. Tabrak lari. Di bawah guyuran hujan, di persimpangan jalan yang mulai ramai. Aiza, gadis yang sudah dia minta pergi tanpa alasan yang jelas. Terbaring, terpejam dengan darah membuat genangan. Seolah-olah darah itu berbicara, "Ini semua karena mu!"

Tenaga medis sudah datang, semua menepi untuk memberi jalan. Raga yang tidak tahu ada kesempatan membuka mata atau tidak itu, diangkatnya menuju mobil Ambulance.

Tiba-tiba, ada gadis berbaju maroon datang menghampiri Aghazi yang sedang menunduk dengan pikiran kosong dan perasaan kacau tak menentu.

'Bug'

"Puas?!!!! Puas anda bikin adik saya terluka? Asal anda tahu, ADIK SAYA MENYIAPKAN KEJUTAN UNTUK ANDA! DIA MENYIAPKAN HADIAH SPESIAL UNTUK ANDA!!! DAN ANDA MELUKAI DIA SESUKA HATI?!!! PERGI!!! PERGI JAUH, DAN JANGAN PERNAH KEMBALI! KEEGOISAN MEMBUAT ANDA BUTA. PERGI!!!!"

Renata, kakak sepupu Aiza itu berniat menjemput adiknya yang tiba-tiba menelpon ketika dirinya sedang berdinas di rumah sakit. Tadi ia meminta Aiza untuk menunggu di tempat ramai, sambil berjalan keluar dari ruangannya, dia mendengarkan sekilas cerita apa yang baru saja dialami oleh adik sepupunya itu. Namun, 5 menit setelah Aiza mengirimkan alamat dan telpon ditutup. Renata mendapatkan info jika terjadi kecelakaan, di alamat yang sama seperti Aiza kirimkan.

Runyam. Semua berjalan semakin tak terkendali. Sekarang semua sudah terjadi. Mau berandai pun, tak ada waktu untuk mengulang kembali.

Sadar, Aghazi bangkit dari duduknya dan mulai berjalan dengan ditopang tiang-tiang di jalan, melangkah tak tentu arah.



Hoolaaaaaaa-!

Omooo, balik lagi sama aku, humanis kalem. Uhuy

Ini cerita tiba-tiba muncul, karena ada kejadian yang mendasari munculnya cerita ini.

Aaaaaaaa, mohon dukungannya, yaps!
Vote and Coment, gaisee.

Lopyuuuu ♡!

Next?

Bạn đã đọc hết các phần đã được đăng tải.

⏰ Cập nhật Lần cuối: Jan 05 ⏰

Thêm truyện này vào Thư viện của bạn để nhận thông báo chương mới!

Kotak Retak (On Going) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ