SM | Treize

589 46 0
                                    

•°~Happy Reading~°•

Suara gesekan antara kapak dan lantai menggema di lantai satu Scorpius. Seseorang bertopeng dengan pakaian hitam berjalan pelan mengejar targetnya yang berlari tak tentu arah di depan.

"Hahaha ... ayo, ayo sembunyilah tikus kecil," kekehnya mengulum menyeramkan di telinga.

Seorang laki-laki yang berlari itu semakin gemetar mendengar suara yang seakan menggema di seluruh lantai. Dia tak mengerti bagaimana bisa dirinya berada di sekolah, saat itu dirinya berjalan pulang dari perpustakaan kota, di pertengahan jalan tiba-tiba ada yang menghantam belakang kepalanya dengan senjata tumpul hingga tak sadarkan diri. Dan saat membuka mata dia malah di hadapkan dengan seseorang bertopeng dengan kapak tajam di tangannya.

Napasnya terengah, dia harus segera keluar dari sekolah. Laki-laki itu menengok ke belakang, melihat apakan seseorang yang mengejarnya masih di belakang sana.

"Sudah menyerah? Hihihi..."

Dia tersendat, tanpa pikir panjang dia kembali berlari ketakutan. Dalam setiap langkahnya selalu diiringi langkah kaki lainnya, seakan orang itu ada di mana-mana.

Sesekali dia menengok ke belakang memastikan kalau dirinya telah terlepas dari seseorang bertopeng itu, namun saat akan bernapas lega dia tersentak kala tubuhnya tiba-tiba tertarik dan tergantung dengan keadaan terbalik. Matanya terbelalak saat seseorang bertopeng itu sudah berada di depan wajahnya.

"Hai."

. . .

Sedangkan di lantai dua, seorang gadis berjalan dengan menyeritkan dahi. Matanya mengedar dalam kegelapan mencari seseorang.

"Kenapa tidak ada yang berjaga, bukanya malam ini Arasfa dan Zaedyn yang berjaga?" gumamnya lirih.

Dia menengok jam lewat handphonenya yang menunjukkan pukul 21:12, jarinya menekan ikon kontak dan mencari nama Arasfa di sana, karena nama gadis itu lebih dulu dia temukan lebih cepat dari pada Zaedyn.

Seraya menelpon Arasfa, gadis itu membuka kunci ruang seni. Masuk ke dalam dan kembali menguncinya. Dia Nix.

"Ha, bisa-bisanya aku meninggalkan lukisan-lukisan ini," ujarnya melihat tiga lukisan miliknya.

"Halo? Ada apa Nix?" tanya Arasfa saat telepon mereka tersambung.

"Kalian di mana, kenapa tidak ada yang berjaga di Scorpius?" ketus Nix.

"Eh? Kau berada di Scorpius?" Ada nada terkejut dikalimat Arasfa.

Nix mendengus. "Jangan alihkan pembicaraan Arasfa," ujar Nix agak ketus seraya merapikan lukisannya yang tercecer.

"Bukan, aku terkejut karena kau berkata tak ada orang di sana, tadi Alice menghubungiku agar tidak usah berjaga malam ini karena dia dan Reska yang akan berjaga dua malam berturut-turut," jelas Arasfa.

Gerakan tangan Nix terhenti, bukan karena mendengar penjelasan Arasfa, melainkan suara teriakan samar dari lantai bawah. Nix menjauhkan handphone dari telinganya seraya menegakkan badan, dia memfokuskan pendengarnya.

Lama hening, Nix kembali mendengar suara teriakan itu namun kali ini disertai dengan suara besi yang dihempaskankan.

"Dia di sini..." gumam Nix berkeringat dingin. Apa yang harus dia lakukan? Mengejarnya atau bersembunyi di sini? Saat ini hanya dia sendiri, dia tidak yakin akan berhasil menangkap pembunuh itu. Tidak, jangankan menangkap, mungkin jika mereka bertemu Nix akan menjadi korban selanjutnya.

Nix mendekatkan handphonenya ke telinga, Arasfa di seberang sana berteriak memanggil namanya dengan panik.

"Arasfa, dia di sini ... aku berharap masih melihat matahari besok." Nix memutuskan sambungan telepon mereka. Dia memasukkan handphonenya ke dalam kantong hoodienya.

Pandangan gadis itu mengarah ke sudut ruangan di mana sebuah kayu yang menjadi bahan referensi melukisnya. Sudah tak peduli dia akan mati di tangan pembunuh malam ini, yang penting dia sudah berusaha untuk menangkap atau mungkin tidak, sekadar melukai sudah cukup. Tapi sebelum keluar dari ruangan seni, Nix kembali mengotak-atik handphonenya.

. . .

Dengan langkah pelan Nix menuruni undakan tangga, matanya melihat was-was ke sana kemari.

Nix menghela napas. "Tenang Nix, jangan panik," ujar Nix menenangkan betapa tegangnya dirinya.

"Ada tikus lain ternyata di sini."

Sontak tubuhnya menegang, spontan Nix memutar tubuhnya seraya menyerang dengan kayu miliknya.

"Ohou, kau punya senjata ya?"

Nix menyerit, mendengar suara perempuan dibalik topeng yang dikenakan seseorang itu. Dengan keberanian yang hanya seujung kuku Nix menyerang seseorang bertopeng itu membabi buta. Dia merutuk karena tak pernah serius jika Maecy mengajak dirinya ikut latihan taekwondo.

Seseorang yang telah diketahui itu adalah seorang perempuan tertawa melihat cara menyerang Nix. "Mau sampai kapanpun kau tidak akan pernah menyentuhku jika cara bertarungmu seperti itu," ejeknya.

Pats!

Dia menahan kayu yang Nix arahkan padanya, menariknya dan menghantam wajah Nix hingga gadis itu tersungkur.

Nix meringis merasakan perih di pipinya, rasa amis menyebar ke seluruh mulutnya, gadis itu meludahkan darah dari sana. Tak punya pilihan lain Nix segera melarikan diri, mengulur waktu lebih lama berharap siapa pun datang.

Suara tawa menyeramkan menggema di sepanjang koridor seperti menggunakan pengeras suara, bulu kuduk Nix merinding dibuatnya.

"Mau lari kemana kau hah?!"

Nix menoleh ke belakang dengan terkejut, matanya terbelalak saat kapak dilayangkan padanya. Gerakan spontan menyelamatkan dirinya dari kapak itu, dengan napas tercekat Nix membawa dirinya menjauh dari sana. Nix bisa melihat seseorang bertopeng itu kesusahan untuk menarik kapaknya yang menancap di dinding.

Nix menggeser pandangannya ke arah belakang, di sana kayu miliknya tergeletak, bagaimanapun caranya dia harus mendapatkan kembali kayu itu. Dengan segala keberanian yang ada Nix berlari melewati seseorang bertopeng itu dan menyambar kayunya, tak mau menunggu seseorang itu berhasil melepaskan kapaknya dari dinding Nix segera melayangkan kayu itu.

Namun usahanya masih belum cukup, saat akan menyentuh punggung seseorang itu kapak miliknya lebih dulu menyentuh kayu Nix membuatnya terbelah menjadi dua.

"Hahaha~ kau tidak akan bisa menyentuhku tikus kecil."

Tapi, suara benda jatuh menggema di lantai itu. Mata Nix terbuka, dua irisnya yang berbeda bertatapan langsung dengan iris hitam seorang gadis, walaupun cahayanya yang temaram dia bisa melihat siapa gadis di depannya.

Nix terbelalak, sedangkan gadis itu malah menyeringai ke arah Nix. "K-kau?!"

•°~TBC~°•

Rab, 8 Maret 2023

Scorpion MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang