2. Sekretaris Baru

175 26 6
                                    

"Astaghfirullahaladziiim ... amit-amit!" Mama mengetok-ngetok meja lalu mengetok kepalanya bergantian.

"Sembarangan bicara kamu, Thar! Kalau ada malaikat lewat terus diaminkan, gimana?" bentak Mama.

"Baguslah." Jawaban datar Atthar sontak membuat Mama Desi melotot.

"Memangnya kamu mau melajang seumur hidup?"

"Kenapa nggak? Daripada nikah terus bercerai, mending nggak usah nikah sama sekali, kan, Ma," sindir Atthar.

Kedua orang tua Attharya bercerai saat usianya lima belas tahun. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan traumatik mengapa ia ogah nikah. Apalagi Angkasa - kakak satu-satunya juga mengikuti jejak orang tua mereka, tambah anti lah dia sekarang dengan ikatan pernikahan.

"Thar," suara Mama melembut lalu melangkah lebih mendekat pada anak bungsunya. "Nggak semua pernikahan berakhir dengan perceraian. Mama dan Bang Aksa contoh yang gagal, tapi yang berhasil banyak, kok! Lihatlah yang berhasil, jangan yang gagal."

"Sudahlah, Ma, sekarang bukan saatnya Mama tausyiah tentang pernikahan. Saat ini lebih penting mencari sekretaris daripada istri."

"Oke-oke. Kali ini Mama serius mencarikan kamu sekretaris. Kamu ingin sekretaris yang pintar, sigap, teliti, sopan, iya kan?"

"Ya." Atthar hanya menjawab singkat. Dalam hati bersyukur mamanya sudah tidak membahas soal calon istri lagi.

"Lalu cantik, lemah lembut ..." Mama malah lanjut menyebut kriteria calon mantu idamannya. "Hormat sama orang tua, suka anak kecil ..."

"Mamaaa," jerit Atthar sedikit tertahan. Kesal setengah mati dengan mamanya tapi tentu saja ia tak mau membuat kehebohan di kantor.

"Mama hanya bercanda, Thar." Wanita itu terbahak. "Kenapa kamu sekarang sensitif sekali, sih?" Mama Desi menggeleng prihatin. Anak bungsunya ini memang sedikit temperamental.

Di kantor, ia dikenal sebagai bos yang dingin dan tegas. Tak ada karyawan yang berani mendekat di luar urusan pekerjaan. Kecuali Indira, mantan sekretaris pribadi yang usianya terpaut tujuh tahun lebih tua dan sudah mengabdi hampir lima belas tahun di Marwan Grup, bahkan sebelum Atthar masuk di perusahaan ini.

Attharya punya watak yang jauh berbeda dari Bang Aksa, sang kakak yang berhati lembut, penyayang, dan baik hati. Tapi anehnya, masih saja diselingkuhi. Mama Desi mendadak kesal kalau ingat itu.

"Biasanya orang yang sensitif itu-" Mama Desi mengambil jeda sejenak, lalu berbisik di telinga anaknya, "Karena kebelet kawin!"

Wanita paruh baya itu tergelak lantas melenggang anggun keluar dari ruangan anaknya. Mengabaikan muka Attharya yang merah padam menahan kesal. Ia memang seringkali datang di jam makan siang ke kantor untuk mengantarkan makanan kepada kedua putranya, sekalian menjemput cucu -putri tunggal Aksa- pulang sekolah.

"Roy! Kamu gimana sih?" Sambil berjalan menuju parkiran, Mama Desi bicara pada asistennya di ujung telepon. Sesekali ia tersenyum sambil menganggukkan kepala, membalas sapaan para karyawan yang dilewatinya. "Sudah saya bilang, kan, cari sekretaris yang sesuai dengan selera anak saya."

"Lho, Nyah, saya udah pilihkan sekretaris yang paling cantik, seksi, pokoknya idaman semua lelaki."

"Halah! Idaman kamu aja kalik!" Mama Desi mendengkus. "Dengar ya, Attharya itu suka perempuan yang pintar, sopan dan tidak agresif!"

"Yakin Nyah? Setahu saya Bos Atthar nggak pernah dekat dengan wanita. Bagaimana kalau bukan perempuan seperti itu yang Bos Atthar suka. Atau parahnya, Bos Atthar memang tidak suka perempuan?"

"Hush! Ngawur kamu Roy! Anak saya masih normal. Pokoknya, cepat carikan sekretaris baru buat Attharya. Awas kalau kerjaan kamu nggak becus ya, berhenti jadi asisten saya!"

************

"Masuk!" seru Attharya saat ada yang mengetuk pintunya dari luar. Matanya masih sibuk memindai setumpuk berkas yang ada di meja kerjanya. Gara-gara jabatan sekretaris kosong, pekerjaannya jadi bertambah banyak.

"Assalamualaikum, Pak." Suara wanita muda itu terdengar asing di telinganya. Attharya menebak, mungkin ini adalah sekretaris baru yang didatangkan untuknya.

"Hem, silakan masuk dan duduk." Fokus membaca dan menandatangani dokumen di hadapannya, Attharya menjawab tanpa menoleh sedikitpun.

"Assalamu'alaikum, Pak." Wanita itu mengulang salamnya, yang lagi-lagi hanya dijawab Atharya dengan, "Hem."

"Pak, saya mengucapkan salam, jawaban seharusnya wa'alaikum salam, bukan hem. Menjawab salam itu hukumnya fardhu kifayah. Karena hanya Bapak yang berada di ruangan ini, jadi Bapak wajib menjawab!"

Attharya menghempaskan balpoin di atas meja lalu mengangkat kepala, ingin tahu siapa yang dengan lancang berani menceramahinya.

Sejenak ia tertegun, melihat perempuan berpakaian gamis biru muda berlapis blazer dan mengenakan jilbab warna senada berdiri di hadapannya. Tumben. Sebelum ini, sekretaris yang disodorkan padanya selalu yang berbusana seksi dan bermake up tebal. Bukan hanya itu, mereka juga agresif, selalu berusaha menempel padanya, membuat Attharya menjadi jengah. Masih mending kalau bisa diandalkan dalam hal pekerjaan.

Menunggu jawaban salam yang tak jua terdengar dari pria di hadapannya, sekali lagi, wanita itu tanpa segan berusaha mengajari bagaimana menjawab salam dengan benar. "Wa'alaikum salam, Pak, " tekannya.

"Ya ... ya ... Waalaikumsalam," jawab Attharya cepat, malas mendebat. Hanya menjawab salam, apa susahnya.

"Saya Azkayra, sekretaris baru, Pak. Panggil saja Kay." Wanita itu mengatupkan tangan di depan dada.

"Tadi diminta Pak Roy untuk menemui Bapak di ruangan."

"Oke, tutup pintunya dan silakan duduk."

"Maaf Pak, saya tidak bisa menutup pintunya."

Attharya kembali menoleh pada perempuan itu, ada apa lagi ini? Pandangan mereka sempat bertemu beberapa detik, sebelum Kay menundukkan kembali pandangannya.

"Kita hanya berdua di ruangan ini, Pak. Kalau saya tutup pintunya, itu artinya berkholwat, dosa."

"Astagaa ...."

"Astaghfirullah, Pak." Ralat Kay, sukses membuat bosnya melongo. "Bapak Muslim, kan, supaya ucapan Bapak bernilai ibadah, jangan lupa selalu sertakan nama Allah."

Attharya menarik napas panjang, berusaha menahan kesal yang sudah sampai di ubun-ubun.

Lalu bersamaan dengan itu, ponselnya berbunyi. Nama Mama tertera di layarnya.

"Halo Atthar, sayang, gimana sekretaris baru yang dikirim Roy buat kamu?"

"Sekretaris barunya ... RIBET!"

Lanjut nggak nih? Komen yang rame dulu dong. Bakarrr semangat author 🔥🔥🔥 😆😆

Diceramahin Kay, Atthar be lyke... 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sambil nunggu cerita ini update, baca cerita saya yang lain yuk:

1. Dijodohkan dengan Adik Suamiku

2. Merawat Istri Sang CEO

3. OH, My Lovely Teacher

OGAH NIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang