SM | Dix

625 49 2
                                    

•°~Happy Reading~°•

Nix kembali membuka bukunya dan melanjutkan gambaran yang sempat tertunda, Nix mengacuhkan keberadaan Ryder di sana, laki-laki itu sibuk dengan dunia lukisan milik Nix.

Sebelah mata kiri Nix yang diperban terasa perih, dia menarik tali yang mengait di telinganya dan melepaskannya. Nix menggosok matanya pelan hingga rasa perih itu reda, namun saat membuka mata Nix dikejutkan oleh Ryder, wajah laki-laki itu berada tepat di depan wajahnya, mungkin beberapa senti lagi hidung mereka akan bersentuhan.

Hampir saja Nix terjungkal jika tangan besar Ryder tidak menahan pinggangnya. "Hampir saja," tutur Ryder seraya tersenyum tipis. Mata Ryder bertabrakan dengan mata Nix yang berbeda warna, sebelah kanan berwarna biru dan yang sebelah kiri berwarna merah. Dia menyukai mata itu.

Jantung Nix langsung berdetak cepat, bukan karena terpesona dengan senyum mempesona atau tatapan Ryder, melainkan sesuatu yang tidak boleh Ryder tau melalui sentuhan yang mereka lakukan.

Senyum di bibir Ryder pudar, wajah Nix memucat. "Kau melakukannya lagi? Aku sudah bilang, kan? Jangan melakukan hal akan membautmu terluka!" geram Ryder.

Ryder memiliki sesuatu yang spesial pada dirinya, dia bisa melihat kilasan masalu atau kejadian sebelumnya. Inilah kenapa Nix begitu menghindarinya, atau pun menghindari sentuhan fisik dengan Ryder.

Bukan cuman Ryder, Alice gadis sedikit pendiam itu juga memiliki sesuatu yang spesial. Alice memiliki feeling yang kuat, apapun itu jika berada di tangan Alice atau gadis itu menyimpannya tanpa sebab maka akan menjadi sesuatu yang sangat penting nantinya.

Nix juga salah satu orang yang mempunyai sesuatu yang spesial, namun belum bisa di akui kebenarannya. Nix bisa melihat masa depan. Karena bisa melihat masa depan adalah hal yang mustahil.

Nix memalingkan wajahnya ke samping, enggan menatap Ryder.

"Nix tatap aku," tekan Ryder.

"Tidak. Lepaskan aku!"

Nix memberontak dalam pelukan Ryder, namun semakin dia memberontak Ryder semakin menarik tubuhnya hingga lebih menempel pada laki-laki itu.

"Nix-"

Cklek!

Sepasang manusia itu tiba-tiba terdiam. Nix mengetahui bunyi apa yang baru saja mereka dengar.

"Kita terkunci!" ujar Nix dengan berbisik.

Ryder melepas kukungannya pada Nix, keduanya berjalan pelan ke pintu. Sesuai dengan apa yang dikatakan Nix, mereka benar  terkunci.

"Sial!" rutuk Nix.

Ryder menyeritkan dahi. "Bukankah pintu ini tidak terkunci saat kita masuk?" tanyanya. Nix mengangguk. "Tapi bagaimana bisa dikunci? Sedangkan kuncinya saja tidak punya," tanya Ryder lagi.

"Hanya dua orang yang punya kunci ruang seni ini, Mrs. Lucy dan aku, tapi aku tidak membawa kuncinya!"

Ryder mencerna perkataan Nix. Dia tersentak seperdetik kemudian, benar! Mereka tidak hanya berdua saat ini!

Ryder mencoba membuka pintu, dia mendorong bahkan menedang, tak peduli jika pintunya rusak yang terpenting saat ini adalah mereka keluar dari sana.

Nix mencoba menghubungi salah satu anggota Scorpion, berharap ada yang mengangkat dan membantu mereka. Baru saja Nix akan menyapa Axton sebuah suara dobrakan membuat atensinya teralih.

Dia melihat tubuh Ryder terpaku di depan pintu, Nix menggeser pandangan ke arah pandang Ryder. Matanya terbelalak melihat seseorang yang berlumuran darah menempel di pintu yang memiliki kaca tembus pandang.

Tiba-tiba tubuh itu seperti ditarik menjauh dari pintu, Nix bisa melihat seseorang berpakaian hitam mengenakan topeng menyeret dengan paksa tubuh yang diketahuinya adalah seorang gadis. Hanya sekilas, karena darah yang menempel di pintu menghalangi pandangannya.

"Ryder!" seru Nix membuat Ryder sadar dari keterkejutannya.

Ryder kembali mencoba mendobrak pintu. Nix melirik handphonenya yang telah tersambung dengan Axton sedari tadi. Saat menempelkannya ke telinga terdengar pekikan panik Axton.

"Nix?! Nix! Hei, kau dengar aku?! Nix! Sialan!"

Nix mengacuhkan semua panggilan itu. "Axton! Si pembunuh itu ada di sini!"

Suara dobrakan yang lebih besar kembali mengalihkan atensinya, di sana Ryder telah berhasil membuka pintu. Nix segera memutuskan sambungan telepon dan mengikuti Ryder yang tiba-tiba berlari keluar ruangan.

Tubuh kedua manusia itu terpaku melihat lantai yang penuh darah, darah seseorang yang diseret. Keduanya saling tatap dan mengangguk.

"Kita ikuti," ujar Ryder.

Keduanya mengikuti jejak darah tersebut dan membawa mereka ke ruang guru. Ryder terjungkal saat membuka pintu, bagaimana tidak? Baru saja membuka lebar pintu itu dia sudah disuguhkan dengan wajah penuh darah dari gadis yang digantung terbalik.

"Aku rasanya mau gila," gumam Nix melihat pemandangan di depannya. Mata Nix mengedar mencari seseorang di dalam sana namun Nix tak melihat seseorang itu.

"Dia bukan di sini," ujar Ryder yang telah berdiri di samping Nix.

"Ryder!" teriakan seorang laki-laki membuat keduanya menoleh. Di sana terlihat Axton yang berlari bersama Zaedyn.

"Apa yang-"

"Astaga!" teriak Axton memotong pertanyaan Zaedyn. Tubuh laki-laki itu mematung melihat seseorang tergantung di depan pintu dengan cara terbalik, darah dari seorang gadis yang menjadi korban itu menetes ke lantai.

"Kita tak punya waktu hanya untuk melihat itu. Si pembunuh aku yakin belum keluar dari sekolah, ayo berpencar!"

Dalam ketakutan dua laki-laki itu, mereka harus mengangguk mengikuti perintah Ryder. Keempat orang itu berpencar, Nix bersama Ryder menyusuri kembali lantai dua ini, Axton ke lantai bawah, dan Zaedyn ke lantai atas.

"Di sana!" teriak Nix saat melihat seseorang berjalan di depan mereka.

Seseorang yang diteriaki Nix menoleh lalu berlari menjauh dari Nix dan Ryder. Kedua orang itu kembali mengejar.

"Ryder awas!"

Prang!

Kaca di samping Ryder pecah karena hempasan sebuah kursi. Ryder sempat menghindari kursi namun tidak dengan pecahan kaca yang menggores di beberapa bagian tubuhnya.

"Sshh..." ringis Ryder. Namun itu bukan apa-apa, dia menendang pintu sebuah kelas di mana tempat datangnya kursi melayang tadi.

Di sudut sana dia bisa melihat seseorang itu berdiri gelagapan. "Mau lari kemana lagi kau, hah?" dengus Ryder. "Menyerahlah," ujar Ryder seraya berjalan mendekat.

Tak habis pikir, seseorang itu malah mengangkat sebuah kursi dan di hempaskan ke jendela kaca hingga pecah. Axton yang berada di lantai bawah menoleh ke atas dan mendapati kursi bersama serpihan kaca berjatuhan.

Belum cukup membuat Nix dan Ryder terbelalak dengan apa yang dilakukan seseorang itu, mereka kembali dikejutkan dengan melompatnya seseorang itu ke luar jendela.

Axton di bawah terbelalak melihatnya, apalagi saat ini posisinya tepat berada di bawah seseorang yang melompat itu. Belum juga dirinya sempat mengelak, tubuhnya lebih dulu ditimpa

"Akhk!" ringis Axton. Sungguh, rasanya pinggangnya akan patah.

Sedangkan dari atas sana Nix dan Ryder melihat ke bawah dan telah mendapati seseorang itu berlari meninggalkan Axton yang tengkurap di atas tanah. Zaedyn yang berada di lantai tiga tak kalah shock, apalagi dia yang dengan jelas bagaimana Axton tertimpa di bawah sana.

"Gila," ujar ketiga orang itu bersamaan tanpa disadari.

•°~TBC~°•

Sen, 27 Februari 2023

Scorpion MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang