Chapter 3 : Bakso dan Es Teh

38.5K 1.6K 35
                                    

Sekarang sudah jam pulang sekolah. Seperti biasa Tiffany harus menunggu Evan di pintu gerbang sekolah. Kebiasaan Evan selalu begini, ngaret!!!


Matanya menyipit saat sadar ia tengah melihat David sedang mengendarai motornya, motornya melaju ke arah pintu gerbang tempatnya berdiri, refleks Tiffany membuang pandangannya agar tidak bertatapan dengan David.

"Ngapain disini?" tanya David dari atas motor dengan wajah yang tertutup helm.

"Berdiri Kak," jawab Tiffany sambil menunduk."Sampai?"

Perempuan itu menggigit bibir bawahnya takut, "aku lagi nungguin Kak Evan."

"Evan lagi latihan basket."

Tapi Evan tidak memberitahunya kalau dia mau latihan basket saat pulang sekolah. Terus aku pulang sama siapa? Aku gak mau nungguin kak Evan. Pasti sampe sore, pikir Tiffany.

"Naik." Seolah dapat membaca pikiran perempuan itu, David memerintahkan Tiffany agar ikut pulang bersamanya.

Sontak Tiffany mendongak sambil menaikkan satu alisnya. "Eng, Enggak usah Kak."

"Yakin?" David melepas helmnya dan mengarahkan dagunya ke belakang, memberi isyarat agar Tiffany naik bersamanya.

Laki-laki itu memasangkan helmnya ke Tiffany. "Lho, kok Kak David kasih helm Kakak ke aku? Nanti Kakak pake apa?" tanya perempuan itu sambil mencoba melepas helm yang sudah dipakainya.

"Naik." David menahan tangan Tiffany yang hampir melepas helmnya. Masih dengan wajah datar.

Akhirnya dengan paksaan Tiffany naik ke atas motor David. Motor yang David kendarai sangat tinggi dan ini pertama kalinya ia menaiki motor seperti itu, biasanya bersama Evan ia selalu menaiki mobil atau bus.

David melajukan motornya.Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antara mereka, mereka sama-sama diam tak bersuara. Hanya suara motor melaju dan kendaraan lain yang terdengar.

"Udah makan?" suara David memecah keheningan ketika mereka sedang berhenti di lampu merah. Wah, ini merupakan hal langka. David tidak pernah bertanya padanya seperti saat ini.

"Aku kak?" tanya Tiffany meyakinkan kalau ia tidak salah sangka."Bukan, bapak-bapak di samping," jawabnya yang membuat Tiffany diam. Perempuan itu tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya."Belum Kak." Tiffany menjawab dengan cepat.

Motor langsung melaju cepat karena lampu lalu lintas sudah berubah hijau, dengan refleks Tiffany memegang pinggang David. "Maaf Kak." Dengan cepat ia melepas lengan dari bajunya David.

Namun, David menahan dengan tangan kirinya. "Gakpapa."Wajah Tiffany merona merah, ah apa ini ia tampak salah tingkah. Untung saja kini ia memakai helm, jadi wajahnya tidak terlihat jelas.

Saking malunya, ia tidak sadar bahwa jalan yang dilalui bukan jalan menuju rumahnya. Ketika motor sudah terparkir di depan sebuah tempat makan ia baru tersadar.

"Eh? Ini dimana?" tanyanya masih dari atas motor."Tempat makan," jawab David.

Tiffany menggaruk kepalanya yang ternyata masih memakai helm, ah dua kali ia salah tingkah. David mulai menurunkan standard motornya. Dan memerintahkan Tiffany untuk turun lebih dulu.

"Gak turun?" tanya David yang membuat Tiffany terkejut dan langsung turun dari motor. Ia melepas helmnya, tak berani menatap wajah David.

Tumben sekali David memberikan ia tumpangan dan mengajaknya makan. Beberapa tahun berteman dengan kakaknya, laki-laki itu tidak pernah bersikap seperti ini. Sangat membuatnya heran.

Setelah memarkirkan motornya, David menghampiri Tiffany yang tengah berdiri di depan pintu masuk rumah makan dengan rambut yang tidak karuan karena pakai helm dan kaca mata yang posisinya tentu tidak karuan juga.

Tiffany masih menunduk, menatap sepatunya. Tidak, tidak ada yang salah dengan sepatu yang dikenakannya. Yang salah adalah dirinya saat ini, perasaan aneh yang sangat membuatnya canggung. Ia tidak berani menatap wajah David dengan benar.

David merapihkan rambut Tiffany dan membetulkan posisi kaca matanya. Jangan bertanya apa yang terjadi dengan perempuan itu saat ini, ia tentu sangat terkejut sampai diam seperti patung. Ia juga menahan nafasnya.Setelah selesai, David melangkah masuk ke dalam lebih dulu, tanpa berucap satu katapun. Sangat membuat Tiffany bingung, kini selain menahan nafas, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Huh." Ia menghembuskan nafasnya sambil memegangi dadanya. Menatap nanar laki-laki yang sudah berada di dalam rumah makan itu.

Tiffany membenarkan posisi kaca matanya sambil melihat poster menu yang tertempel di dinding di sebelahnya. Ia bukan membaca daftar menu, ia masih memikirkan kejadian di depan rumah makan tadi, dan juga ketika David menahan tangannya saat ia ingin melepaskan pegangan.

"Kamu pesan apa?" tanya David yang langsung membuat ia tersadar. Astaga kalau kalian tahu, hanya suara David saja membuat jantungnya berdegup cepat. Tiba-tiba ia teringat ketika David berbicara di kelas tempat lesnya.

Iya, aku mau jadi pacarmu.Hah gila ya? Ia menggaruk lehernya yang tidak gatal, tanpa melihat mata David ia berkata kepada David bahwa ia memesan, "bakso urat aja pakai sambal, jangan pakai mie, bihun, toge, sayuran, daun bawang, sledri, saos, kecap," katanya mendikte.

Mendengar itu, David menatapnya kemudian berlalu menuju tempat memesan. Dengan malu ia menatap punggung lebar David. Kalau diperhatikan memang dari belakang David sangat mirip dengan Fahry. Pantas saja Chika bisa salah mengira.

Lagi-lagi ia membuang pandangan ketika David mulai kembali menghampirinya."Aku serem ya?" tanya David tiba-tiba karena melihat Tiffany yang terus menunduk ketika berhadapan dengannya.

"Hah? Serem? Enggak kok, kakak ganteng," ucapnya spontan, dengan cepat ia segera membenarkan ucapannya, "ha ha ha iyalah ganteng, kan cowok ya kak? Masa cantik sih. Hahahah." Huh, sudah gila ya tertawa sendiri mana tidak ada yang lucu.

"Maaf Mas, Mbak, minumnya apa ya?" tanya seorang pelayan yang menghampiri meja mereka."Kamu mau es teh?" tanya David kepada Tiffany yang sudah berusaha keras menatap wajahnya, walaupun ia masih beberapa kali memalingkan wajah ketika diajak bicara David.

Perempuan itu mengangguk setuju. "Jangan pakai gula," ucap David dan Tiffany kompak.

"Kakak juga gak suka teh pake gula?" tanya Tiffany spontan.David mengangguk pelan. "Wah, sama dong. Tunggu, kakak suka bubur diaduk atau gak diaduk?" tanya Tiffany.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya.

"Astaga sama lagi! Kok aku baru tahu sih?" tanya Tiffany lagi antusias karena ada orang yang menyukai hal yang sama dengannya.

David hanya menatap tenang wajah Tiffany tanpa mengeluarkan ekspresi bosan ataupun senang. Membuat perasaan canggung muncul kembali.

"Kamu mau lanjut sekolah kemana?" tanya David yang membuat Tiffany menaikkan kedua alisnya."Aku?" Ia menempelkan ujung jari telunjuknya di dahi. "Aku maunya ke SMAN kak," jawabnya."Kenapa gak lanjut disitu?""Disitu mana?" tanyanya sejenak berpikir, "ah, enggak tahu deh kak. Kalo kakak?""Hm..""Baksonya Mas, Mbak." Tiba-tiba seorang pelayan menghantarkan pesanan mereka.

David hanya menatap Tiffany tanpa bisa memberitahu jawabannya. Untung saja pelayan datang di waktu yang tepat.

MY COOL BOY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang