Titah Sang Ratu

74.5K 5K 251
                                    

Dia terkesiap kaget, aku mengenali reaksi tubuhnya yang menegang membelakangiku. Pelan-pelan dia berdiri dari duduknya. Kuhitung sekian detik, dia tetap tak berbalik, tetap membelakangiku.

Aku mendekat mencoba untuk menyampirkan jaketku di bahunya, tetap memegang bahunya untuk menunggu reaksinya. Dia terdiam tak juga melawan atau pun mengibaskan jaket dan tanganku.

Akhirnya aku lah yang bergerak memutari dia, berdiri di hadapannya. Dia mendongakkan matanya yang bengkak dan merah, menatapku tajam mengisyaratkan bahwa kehadiranku mengganggunya. Tapi...sekaligus bisa kutangkap bahwa mata itu menyimpan kesedihan yang dalam. Hanya satu kata, merana.

Kami berpandangan dalam diam. Diamnya dia seperti bertanya, untuk apa aku di sini?

"Hm...sorry, tapi ini motor gue," kataku pelan. Akhirnya.

"Sorry," ucapnya lirih sambil menunduk.

Dia lalu mengangkat sebelah tangannya yang bertumpu di motorku.

"Lo kedinginan," kataku. Ini pernyataan bukan pertanyaan.

Dia mengangguk sambil merapatkan jaketku di badannya.

Keheningan lagi-lagi melanda kami, sampai akhirnya mulutku berucap tanpa kuduga, "Jangan berpikir untuk melawan rasanya, hadapi saja lalu kemudian...terima."

Dia masih membisu. Menatapku nyalang.

"Aku tahu rasanya kehilangan," tambahku. Entah mengapa, apa pun yang dirasakannya tapi aku rasa aku tahu persis rasanya. Kalimat terakhirku mengakibatkan keluarnya isakan kepiluan dari mulutnya yang terbekap tangannya sendiri.

Kubiarkan saja selama lima belas menit dia terisak dan sesekali agak keras. Menunggu sampai guncangan di bahunya berangsur-angsur menghilang.

Selama hal itu terjadi, yang aku bisa hanya mematung kaku sambil bersedekap di hadapannya. Tak tahu persis apa yang harus dilakukan dalam kondisi seperti ini. Kesimpulanku, gadis ini belum bisa menerima kehilangan. Kehilangan lelaki yang fotonya tersimpan di dompetnya dan diajaknya bicara tadi.

Apa harus aku mengirim pesan singkat pada Kalila? Bertanya tentang apa yang harus lelaki baik-baik lakukan saat menemukan 'dia'. Dia yang akhir-akhir ini ikut menyelinap dalam mimpiku. Dan sekarang dia sedang tergugu dalam tangisan. Kupastikan Kalila akan langsung menelepon untuk menginterogasiku. Tidak, nanti saja, La.

"Udah lega?" tanyaku saat dia kelihatan lebih tenang.

"Makasih ya," katanya mencoba tersenyum sambil mengusap kedua matanya setelah dia tenang.

Aku pun berinisiatif menawarkan sapu tanganku,"Di situ," tunjukku ke sisi kiri pipinya.

Ia mengusapnya sambil menunduk.

"Sekali lagi, makasih ya," katanya sambil beranjak dari motor dan meletakkan jaketku di atasnya.

Aku panik, dia akan pergi begitu saja kali ini.

Lagi. Setelah Tuhan berbaik hati mempertemukan kami kembali. No way!

"KTP?" tanyaku.

Dia mendongak kaget, menatapku bingung.

"Buat apa?"

"Siapa tau motor gue lecet, jadi gue tau pelakunya," kataku pelan sambil menggigit lidah. Alasan yang tak masuk akal, aku tahu. Tapi hanya itu yang sempat melintas di otakku.

Meski ragu, dia mengulurkan selembar kartu identitas juga padaku,"Tapi, gue gak ngapa-ngapain motor lo," semburnya dengan nada judes.

"Siapa tahu air mata lo udah ngegores body motor gue," tegasku sambil meraih identitas diri yang diulurkannya.

Anesthetized [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang